Tuesday, July 15, 2008

Yang tak (di)Tuntas(kan) dalam Berita Radar Banten

Mari kita telaah framing yang coba dibangun oleh pemberitaan di Radar Banten.

Chasan Sochib Batal Jadi Saksi Kasus PIR

Selasa, 15-Juli-2008, 07:44:19

Sementara itu, dalam kesaksiannya, mantan kepala DPU Kabupaten Serang Juanda mengaku diperintahkan oleh terdakwa dalam sidang tersebut yaitu Aman Sukarso untuk membayarkan uang Rp 1 miliar ke PT SCRC pada 20 Mei 2005 dengan alasan ada penagihan dari PT SCRC. Di saat bersamaan, Juanda kembali mendapatkan perintah terkait proyek PIR dari Pjs Bupati Serang Ahmad Rivai. “Saya diperintahkan melakukan stock opname terhadap proyek PIR. Hasilnya proyek tersebut menghabiskan dana hingga Rp 9 miliar,” katanya. Untuk diketahui hasil stock opname itulah yang kemudian dijadikan dasar pembayaran kepada PT SCRC. Kesaksian Juanda kemudian dibantah oleh Aman Sukarso yang mengatakan, saat ia memerintahkan pembayaran, pekerjaaan pendahuluan PIR sudah berjalan. Keterangan Juanda itu dikuatkan oleh keterangan bendahara DPU Mamah Rohimah yang membenarkan sudah dua kali melakukan pembayaran ke PT SCRC. “Pembayaran pertama Rp 1 miliar dan pembayaran kedua Rp 4 miliar,” katanya.

Hari Senin 14 Juli 2008 adalah hari dimana jaksa tak bersemangat karena hampir semua keterangan saksi justru memperjelas dan meringankan terdakwa Aman Sukarso. Tetapi angle judul yang diambil adalah ketidakhadiran Hasan Sochib sebagai saksi, bandingkan dengan judul Fajar Banten pada hari yang sama.

Lalu kita lihat isinya. Saya akan jelaskan kesaksian Juanda yang diluruskan oleh terdakwa. Dalam akhir persidangan ada dua hal sebenarnya yang diluruskan Aman Sukarso atas kesaksian Juanda, yang kemudian saksi Juanda memenarkan koreksi terdakwa tersebu. Namun saya hanya akan membahas hal yang diberitakan Radar Banten.
Bahwa saat ada tagihan PT SCRC maka dilakukanlah opname, memeriksa pekerjaan tersebut. Pada saat pembayaran dilakukan terdakwa mengingatkan ahwa memang laporan tertulis dari DPU Kabupaten Serang belum selesai. Tapi saat pembahasan yang dihadiri oleh Juanda, BPKD, diketahui bahwa pekerjaan tersebut ada dan DPU melaporkannya secara lisan. Sehingga ini menepis tuduhan jaksa bahwa pembayaran dilakukan sebelum ada hasil opname.
Hasil opname oleh jaksa kemudian dikontruksikan sebagai dasar untuk membayar--Radar Banten pun kemudian cenderung mengontruksikan hal yang sama. Padahal prinsip dasar hasil opname adalah untuk memeriksa apakah pekerjaan tersebut benar adanya dan baru kemudian untuk dilakukan pembayaran, sebab bagaimana akan dibayar jika tidak ada hasil pekerjaannya? Jadi memang hasil opname dilakukan untuk membayar. Hanya kerangka berfikirnya yang berbeda. Opname pun dilakukan dengan serius dan akur bukan fiktif ataupun akal-akalan. Dari kesaksian subdin Bina Marga Hidayat terdahulu, diketahui ia memeriksa jalan tersebut dengan melakukan drilling dan uji lab terhadap jalan tersebut. Dari hasil drilling diketahui bahan material apa saja yang dipakai dan berapa jumlahnya. Satu hal kemudian muncul di persidangan bahwa hasil penghitungan opname lebih kecil dari tagihan PT SCRC, dan Pemkab Serang hanya mengakui hasil opname DPU Pemkab Serang. Fakta tersebut tentu saja tak muncul di pemberitaan, hal yang mengherankan bukan?

Lihat pemberitaan yang saya bold hitam
Kesaksian Juanda kemudian dibantah oleh Aman Sukarso yang mengatakan, saat ia memerintahkan pembayaran, pekerjaaan pendahuluan PIR sudah berjalan. Keterangan Juanda itu dikuatkan oleh keterangan bendahara DPU Mamah Rohimah yang membenarkan sudah dua kali melakukan pembayaran ke PT SCRC.

Ada dua kalimat di atas. Kalimat pertama berbeda persoalan dengan kalimat kedua, tapi dipaksakan berkaitan sehingga berkesan Mamah menguatkan keterangan Juanda maka berkesan Mamah dan Juanda versus Aman Sukarso. Mamah menguatkan kesaksian Juanda. Padahal dalam persidangan yang terjadi bukan seperti itu, tapi seperti yang saya ceritakan di atas sebelumnya. Kenapa konstruksi hukum yang coba dibangun Radar Banten atau Candra Dewi jadi semakin jelas? Jadi rucek karena mengeluarkan energi yang seharusnya tak terjadi. Hmmm... ini semakin memperbesar tanda tanya saya pada Radar Banten atau khususnya Dewi, ada apa sih? Kalau saya secara prinsip jelas dimana saya berdiri, kalau memang salah ya salahlah ia, kalau benar ya benar. Jangan benar disalahkan, salah dibenarkan. Saya berpihak pada terdakwa bukan karena ia bapak saya, tapi karena saya tahu benar kasusnya bagaimana, saya tahu ia tak salah. Ia dizholimi. Dan kini ia dizholimi oleh pemberitaan yang tidak fair. Sama seperti ketika saya di kampus mendiskusikan penzholiman yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cilegon terhadap Radar Banten dalam kasus Sabawi. Saya mengirimkan opini yang menjelaskan fungsi dan kedudukan pers, sayang tak dimuat karena sepertinya telah terjadi kesepakatan untuk di'peti es'kan.

No comments: