Monday, December 30, 2013

Memahami Sisi Gelap Jepang!

http://issuu.com/inovasi-ppijepang/docs/inovasi-vol21-1-jul2013

Sunday, December 29, 2013

Dapur Italia!


Kawanku, Ini Kenapa Aku tak Memgucapkan Natal

Kawan-kawanku yang baik, mungkin ada pertanyaan terselip dihatimu kenapa tak ada ucapan natal dariku. Begini, kita sudah seperti saudara, ah tentu kau tahu itu, mungkin juga kau bisa menduga kenapa aku tak mengucapkan natal dari artikel-artikel yang kau baca. Ini kelemahanku, nampaknya aku lebih lancar menulis dari bicara, kaupun tak pernah menanyakan langsung, padahal harusnya sudah tak ada perasaan sungkan semacam itu.
 Saya menduga karena kita terlahir dari era dimana agama tabu untuk dibicarakan jika berbeda, padahal banyak yang ingin aku tanyakan tentang agamamu juga mungkin sebaliknya. Kawan perbedaan Islam dan Kristen itu setipis kulit bawang sebagaimana juga pernah disampaikan Raja Kristen Habasyah (Etopia) yang menerima suaka politik Muslim Mekkah yang dikejar Kafir Quraish. 
Yesus dalam agamamu adalah Nabi Isa alaihisalam dalam agamaku. Dewi, istriku, berhenti setelah membaca quran dan tertegun, apa yang ada di quran ini tentang Nabi Isa sama  dengan yang diajarkan di SD dulu. "Eh?" Kataku. Dewi menamatkan SDnya di Xaverius. 
Kami sangat menghargai Nabi Isa, atau Yesus dalam bahasamu. Ibunya yang berahlak mulia, Maryam, disebut beberapa, bahkan namanya dan nama Ayahnya, Imran, diabadikan menjadi nama surat dalam Alquran. 
Tapi Maryam dan Nabi Isa bukanlah Tuhan. Belakangan lagi kudengar kalau 25 Desember bukanlah tanggal lahir Yesus, jadi bagaimana mungkin aku mengucapkan natal?
Pengetahuanku tentang kristen tak begitu bagus, tapi itu yang banyak kudengar, maka ada banyak yang ingin kutanyakan padamu. Tapi itu tadi kita tidak dicetak untuk menanyakan hal-hal yang katanya sensitif. Padahal harusnya hal tadi sudah tak ada lagi di antara kita sehingga kita bisa bicara ditemani sepiring kacang dan  secangkir kopi layaknya seorang kawan. Tapi begini, saya menduga kita punya Tuhan yang sama, Tuhan yang sering kudengar sebagai Tuhan bapak adalah kemungkinan Allah SWT dalam agamaku, penggenggam nyawaku juga nyawamu. Ah, kita memang harus ngobrol tentang ini. 

Mandela di SD Syifa

Tanggal 19 Desember 2013 lalu saya pergi ke SD Syifa, Minami kodatsuno Syougakko, dalam rangka penyampaian perkembangan belajar Syifa, hasil-hasil kerja Syifa diberikan. Pertemuannya empat mata di dalam kelas, jadi orang tua mengantri di luar kelas. Karena masih ada dua orang yang mengantri saya berkeliling SD. SD di Jepang semuanya seragam, bangunan, fasilitas bahkan kurikulumnya. Misalnya gini, tiap anak di jenjang kelasnya dibiasakan punya tanaman sendiri di sekolah. Kelas satu menanam bunga asagao, atau bahasa inggrisnya morning glory, diIndonesiakan menjadi kemengan pagi. Nah nama asagao itu saya tahu dari supervisor saya "oooo kemungkinan yang kamu maksud itu bunga asagao," jelasnya suatu hari. Bayangpun sensei saya itu kampungnya di Nagoya bukan di Kanazawa, tapi nampaknya semua sama, kelas satu SD di Jepang menanam Asagao. Padahal nama bunga itu kalau diterjemahkan langsung dari kanjinya adalah wajah pagi karena asa adalah pagi dan gao/kao adalah wajah. Balik ke Mandela, karena masih antri saya keliling sekolah. Di luar perpustakaan ternyata dipajang buku dan artikel Mandela yang baru meninggal tak lama dari hari itu. Ya dahsyat saja, dari SD sudah dikenalkan tokoh dunia, bukunya juga buku koleksi perpus. Walau, di Indonesia juga saya kira kini ada. Tapi maksud saya, perpustakaan itu jendela dunia, saya yakin anak2 Indonesia bisa lebih hebat dan berhamburan menguasai dunia mengisi posisi-posisi penting jika diberikan kesempatan yang sama, buku-buku bagus sesuai usia dan guru-guru yang hebat. 

Sunday, December 22, 2013

Ketika Satish Bicara, Saya Mendengar, tentang Islam di Gateway of India.

Pertemuan kami terjadi begitu saja. Saat saya dan Satish sama-sama menjadi perserta konferensi ke-5 masyarakat kriminologi asia di Mumbai, India. Pagi hari saya ke luar kamar ingin melihat geliat Mumbai di pagi hari. Kami menginap di asrama mahasiswa TISS (Tata Institute Social Science). Di area kampus menuju keluar itulah pertama ali saya melihat Satish dan berkenalan, rupanya Ia memiliki ide yang sama. Ia datang dari luar kota Mumbai. Setiap kota punya citranya masing-masing. “Mumbai means business, Delhi means politic,” jelasnya. Kami mampir ke pasar dekat stasiun kereta. Pasar dan stasiunnya mirip sekali dengan pasar-pasar dan stasiun kereta di Indonesia pada umumnya. Pasar selalu eksotis di pagi hari, geliat kota di mulai dari sini, penjual kelapa muda, koran, teh susu memulai harinya. Satish mentraktir saya kelapa muda, teh susu dan samosa, semacam gorengan khas India. Keramahan sebagai tuan rumah ini mengingatkan saya pada kebanyakan orang Indonesia.

Salah satu must-visit place dalam daftar saya adalah Haji Ali Road Mumbai. Satish juga punya daftar wajib kunjung, Gateway of India atau Mumbai Gateway. Haji Ali Road tak jauh dari Gateway of India. Gateway of India adalah sebuah monumen gerbang yang dibangun untuk memperingati kunjungan Raja George V dan Ratu Mary saat mengunjungi India 1911. Di tempat ini kita bisa naik perahu untuk menikmati suasana pelabuhan. Setelah naik perahu itulah, saya dan Satish terlibat diskusi menarik tentang visinya, tentang Islam, juga konflik antara India dan Pakistan. 


Islam adalah minoritas di India. Populasinya sekitar 15% dari total populasi 1,2 milyar penduduk, versi Priya, seorang kawan India, versi Wikipedia 13,4%. Konflik horizontal kerap terjadi, seorang pengacara India yang juga pegiat LSM, menceritakan kasus 15 pembunuhan muslim yang “di-peti es-kan” . Darinya juga saya tahu bahwa Komisi HAM di India tak memiliki hak menyelidik dan menyidik sebagaimana di Indonesia. 2008 terjadi pengeboman yang dilakukan Muslim di beberapa titik di Mumbai, salah satunya di Hotel Taj Mahal, bersebelahan  dengan Mumbai Gateway.  


Saat saya di sana 2013, sensitifitas hubungan muslim dan hindu masih terasa. Satish menyeret saya saat berlama-lama mengambil foto di stasiun Mumbai dan berakhir dengan sebuah obrolan satu jam di pelataran Mumbai Gateway.
“Pengebom itu berasal dari Pakistan, awalnya mereka meyangkal, tapi lalu bisa dibuktikan bahwa benar dari Pakistan,” paparnya. Menurut Satish banyak perbedaan yang bersebrangan antara Hindu dan Islam yang semakin membuat jarak diantara keduanya. Misalnya orang Hindu makan babi orang Islam tidak, Orang Hindu mensakralkan sapi, orang Islam makan sapi. Menulis dari kiri ke kanan, sementara orang Islam kanan ke kiri. “Saya tahu yang terakhir tidak berdampak apa-apa tapi sejak ini juga berbeda jadi semakin menambah “daftar perbedaan”,” jelasnya.

Dari Hindu-Islam obrolan berlanjut ke masalah populasi di India, tentang pandangan hidupnya. Satish bercita-cita membahagiakan, menampung,  menyukseskan anak-anak India. Ini selaras dengan studi yang ia ambil memang, social work. Anak banyak tapi tak berkualitas bukanlah hal yang baik. Ini berbeda dengan pandangan saya, bukankah lebih baik jika banyak anak dan berkualitas? Kami berdebat panjang soal ini.

“Ada posisi dimana sifat manusia bisa dekat dengan sifat Dewa, it seems that I confuse you?” tanyanya di akhir penjelasan panjang lebarnya.

“I like to be confused, saya mengerti, tapi manusia perlu keseimbangan,” jawab saya.

Saya belajar banyak tentang bagaimana orang memandang Islam dari sisi seorang kawan Hindu hari itu. Lebih banyak mendengar daripada bicara. Tentu saja, sebagaimana umum terjadi miskonsepsi ada di sana-sini. Saya tentu saja berharap Satish merasakan keindahan, keseimbangan dalam Islam sebagaimana yang saya rasakan, sebagaimana juga mungkin Satish berharap yang sama pada saya.  Tapi saya tahu agama dan hidayah bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Sebagaimana dituliskan dalam AlBaqarah 256 “ Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” “There shall be no compulsion in (acceptance of) the religion. The right course has become clear form the wrong. So whoever disbelieves in Taghut and believes in Allah has grasped the most trustworthy handhold woth no break in it. And Allah is hearing and knowing.”


Tak terasa waktu Magrib hampir lewat,  saya diantar Satish menuju Haji Ali Road untuk mencari masjid dan sholat di sana.                  





              

Thursday, December 19, 2013

Positif Anak Ke-empat!

Pagi ini 20/12/2014, Dewi melakukan tes kehamilan menggunakan test pack instant yang saya beli di Genki, sebuah toko swalayan di Kanazawa. Sudah kurang lebih satu bulan Dewi tak datang bulan. Dua garis samar tercipta pagi ini! Positive! Alhamdulillah. Serangkaian rencana tiba-tiba tercipta. Mungkin ini cara Allah untuk menyadarkan saya agar bersemangat menyelesaikan disertasi. Semoga kami tak menyia-nyiakan amanah ini dan dapat mengembannya dengan baik.  

Monday, December 02, 2013

Jurnal Kanazawa part II

Daryl Champion di Perpustakaan Masjidil Haram, Bicara soal Genosida di Bosnia Herzegovina.

Berawal dari pesan supervisor Hidehiko Adachi yang memberikan izin untuk berhaji dari Jepang. Ia menginginkan saya untuk tetap menyisakan waktu untuk mengerjakan disertasi dan jika ada perpustakaan sebuah universitas yang bisa disinggahi untuk menulis, saya akhirnya berkunjung ke perpustakaan Masjidil Haram.

Saya menemukan ini secara tak sengaja, saat akan masuk masjid dari arah Bin Daud mall, tertulis Masjidil Haram Library, saya tak tahu kalau di Masjidil Haram ada perpustakaan.

Letaknya dilantai II. 99% bukunya berbahasa Arab. Menyusuri rak buku akhirnya menemukan sebuah buku antologi berbahasa Inggris, terdiri dari 15 jilid buku. Salah satu jilidnya berbahasa Inggris. Judul besarnya Kingdom of Saudi Arabia In 100 Years Studies and Researches. Riyadh 1428/2007. King Abdul Aziz for Riyadh and Archives.

Ada banyak judul artikel menarik di dalamnya. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah tulisan Dr Daryl Champion, seorang peneliti dari Center for Middle Eastern and Central Asian Studies. The Australian National University. Judul artikelnya adalah Saudi Arabia and the Genocide of Muslims in Bosnia-Herzegovina.

Champion menuliskan perilaku bangsa Eropa yang aneh yang mengutuk keras pembantaian Nazi era Hitler tapi berdiam diri dalam pembantaian etnis Muslim di Bosnia Herzegovina oleh Serbia dan Kroasia. Saya jadi ingat membaca sebuah berita saat masih kuliah S1 dulu, pembantaian etnis ini pernah diperjuangkan untuk dinyatakan sebagai genosida dalam International Court of Justice yang merupakan organ PBB, dan hasilnya genosida tidak diakui terjadi di Bosnia, hebat bukan main PBB kita!
 
Sepuluh menit menjelang sholat, perpustakaan ditutup. Perpustakaannya keren. Orang-orang baca duduk di kursi atau lesehan di karpet yang tebal.



      

Friday, November 08, 2013

Catatan Untuk Para Wartawan dalam Memberitakan Perkara Anak (Seri 1 Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak)

Ada banyak yang bisa dicermati dari undang undang baru bernomor 11 tahun 2012 yang akan berlaku 30 Juli 2014 mendatangini. Ada pengulangan ayat bermakna sama yang tak perlu, beberapa yang tidak jelas ditulis cukup jelas dalam bagian penjelasan, ada kekurangan yang di negara lain sudah menyadari dan berusaha memperbaiki, tapi diantara kekurangan tersebut, banyak juga hal menarik, menggembirakan dan baru dalam undang undang baru ini. Saya akan berusaha membahasnya satu persatu dalam rangkaian seri tulisan pendek. Kali ini saya hanya akan membahas pasal 97 dalam Bab XII, mengenai ketentuan pidana yang adresat utamanya adalah wartawan.

Redaksional lengkapnya seperti ini:

pasal 97
"Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)"

Mari kita "preteli" pasal di atas.

1. Pasal 19 ayat 1 yang dimaksud adalah "Identitas anak (pelaku .pen), anak korban, dan/atau anak saksi, wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik"  

2. Yang dimaksud identitas dalam ayat 1 di atas dijelaskan dalam ayat 2 dalam pasal yang sama (19), yaitu:
  • nama anak (pelaku.pen) 
  • nama anak korban 
  • nama anak saksi 
  • nama orang tua 
  • alamat 
  • wajah 
  • dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak (pelaku.pen), anak korban dan/atau anak saksi 
3. Subjek hukum atau adresat, yang dituliskan dengan frasa "setiap orang" dari pasal tersebut lebih ditujukan kepada para wartawan, mengingat wartawanlah yang kemudian memutuskan apa yang akan ia tulis. Saat saya menuliskan "lebih ditujukan" itu memiliki arti bahwa potensi pelaku terbesar dalam pasal ini adalah wartawan.   

4.  Rumusan pidana pasal 97 adalah maksimal khusus dan kumulatif. 
Maksimal khusus memiliki arti tidak boleh melebihi dari yang ditentukan pasal tersebut. Kumulatif berupa penjara dan denda. Mengingat tidak ada perumusan minimal khusus dalam pasal ini, maka pelaku bisa dipenjara minimalnya 1 hari (ketentuan minimal umum dalam KUHP), dan denda yang juga tidak ada batas minimalnya, sehingga hakim bisa saja mendenda Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) misalnya.

Ide pasal ini nampaknya ditujukan untuk melindungi masa depan anak, baik pelaku, korban ataupun saksi. Sehingga mereka masih dapat menata masa depannya. Kita tentu masih ingat nama-nama anak yang menjadi pelaku, korban, saksi, dari tindak pidana. Sebut saja tiga nama, Rj, AAL, Drn (jika saya tak salah ingat Drn masih pelajar sekolah menengah atas, jika di bawah 18 tahun saat tempus delicti terjadi, maka Ia terkategorikan anak). Bagaimana nama-nama mereka terabadikan di media elektronik dan sangat mudah diakses. Kini hal yang sama diperketat, dan kita para penulis, terutama wartawan, harus lebih hati-hati dalam menulis. Semoga bermanfaat!    

Tuesday, September 03, 2013

Memahami Badal Haji (2)

Ini ada tulisan lain, semakin memberikan pemahaman akan varian pendapat mengenai Badal Haji. 


Badal Haji Dan Umrah Serta Hukum Melaksanakan Umrah Berkali-Kali Bagi Jama’ah Haji Saat Berada Di Mekkah

 Pertanyaan:
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
1. Satu bulan sebelum keberangkatan haji, orang tua meninggal, apakah boleh dibadalkan? Kapan dan siapa yang sebaiknya membadalkan?
2. Jika umrah hukumnya sunnah, apakah ada membadalkan umrah?
3. Berapa lama waktu antara umrah keumrah berikutnya? Bagaimana dengan jamaah haji yang melakukan umrah beberapa kali saat di Makkah?
Sigit Bachtiar
NBM 977.029, SMK  Muhammadiyah02
Tangerang selatan- Banten
(disidangkan pada hari Jum'at, 25 Syawal 1432 H / 23 September 2011 M)
Jawaban:
Terima kasih kami ucapkan kepada  bapak Sigit Bachtiar di Tangerang Selatan-Banten atas pertanyaan yang disampaikan kepada kami. Beberapa pertanyaan yang  bapak ajukan tersebut sebenarnya sudah dijelaskan secara panjang lebar di dalam  buku Tuntunan Manasik Haji Menurut Putusan Tarjih Muhammadiyah yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Berikut ini jawaban dari pertanyaan bapak:

1. Hukum badal haji, waktu, dan orang yang membadalkan.
Badal haji adalah ibadah haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama orang lain yang telah memiliki kewajiban  untuk menunaikan ibadah haji, namun karena orang tersebut uzur(berhalangan) sehingga tidak dapat melaksanakannya sendiri, maka pelaksanaan ibadah tersebut didelegasikan kepada orang lain.
Badal haji ini menjadi masalah mengingat ada beberapa ayat Al-Qur'an yang dapat difahami bahwa seseorang hanya akan mendapatkan pahala dari hasil usahanya sendiri. Artinya, seseorang tidak dapat melakukan suatu peribadatan untuk orang lain, pahala dari peribadatan itu tetap bagi orang yang melakukannya bukan bagi orang lain. Disamping itu ada juga Hadits Nabi saw yang menerangkan babwa seorang anak dapat melaksanakan ibadah haji untuk orang tuanya atau seseorang melaksanakan haji untuk saudaranya yang  telah uzar baik karena sakit, usia tua atau telah meninggal dunia, padahal ia sudah berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji.
Adapun ayat-ayat Al-Qur'an yang  dimaksud antara lain:
a. Surat Al-Baqarah ayat 286:
Artinya "...ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan la mendapat siksa (dari kejahatan) yang di kerjakannya ..."(Qs. Al-Baqarah [2]: 286)
b. Surat Yasin ayat 54:
Artinya:"Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun, dan kamu tidak dibalas kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan."(Qs. Yasin [36]: 54)
c. Surat An-Najm ayat 38 dan 39:
Art nya: "(yaitu) bahwasanya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seseorang manusia tidak memperoleh sesuatu selain dari apa yang telah diusahakannya. (Qs. An-Najm [53]: 38-39)
Adapun Hadits-Hadits yang dapat dijadikan acuan atau memberi petunjuk dibolehkannya seorang anak menunaikan ibadah haji atas nama orang tuanya dan seseorang melaksanakan haji untuk saudaranya diantaranyaadalah:
Arti nya:"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi saw,lalu berkata : Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, lalu la meninggal dunia sebelum ia melaksanakan haji, apakah saya harus menghajikannya? Nabi saw bersabda: Ya hajikanlah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya? la menjawab: Ya. Lalu Rasulullah saw bersabda: Tunaikanlah hutang (janji) kepada Allah, karena sesungguhnya hutang kepada Allah lebih berhak untuk dipenuhi."[HR. al-Bukhari]

  Art nya:"Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal; shadagah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya."[HR. Muslim]

 Artinya:"Bahwasanya seorang wanita dari Khas'am berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah sesungguhnya ayahku telah tua renta, baginya ada kewajiban Allah dalam berhaji, dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung onta. Lalu Nabi saw bersabda: Hajikanlah dia." [ H R. Muslim dan jamaah ahli Hadits]
Artinya: "Seorang taki-laki dari bani Khas'am menghadap kepada Rasulullah saw, la berkata: Sesungguhnya ayahku masuk islam pada waktu la telah tua, dia tidak dapat naik kendaraan untuk haji yang diwajibkan, bolehkan aku menghajikannya? Nabi saw bersabda: A pakah kamu anak tertua? Orang itu menjawab: Ya. Nabi saw bersabda: Bagaimana pendapatmu jika ayahmu mempunyai hutang, lalu  Engkau membayar hutang itu untuknya, apakah itu cukup sebagai gantinya? Orang itu menjawab: Ya. Maka Nabi saw bersabda: Hajikaniah dia."(HR Ahmad)
      Para ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-Hadits tersebut di atas. Ada yang berpendapat bahwa Hadits-Hadits tersebut bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur'an Oleh karena itu, Hadits-Hadits tersebut tidak dapat diamalkan. Hadits-Hadits itu zhanni sedangkan ayat Al-Qur'an gath'i. Pendapat ini didukung oleh ulama Hanafiyah. Ulama' lain seperti Ibnu Hazm berpendapat bahwa Hadits Ahad mempunyai kekuatan gath'I sehingga dapat mengecualikan atau mengkhususkan ayat Al-Qur'an. Pendapat ketiga dikemukakan oleh ulama Mutakallimin khususnya ulama Syafi'iyah yang mengatakan bahwa Hadits Ahad apalagi Hadits Mutawatir dapat mentakhsis atau mengecualikan ayat-ayat Al-Qur'an. Oleh karena itu, menurut mereka anak bahkan orang lain pun dapat melaksanakan haji atas nama orang tuanya atau orang lain. Pelaksanaan haji yang demikian ini disebut "badal haji" atau "haji amanat".
     Sejauh yang dapat difahami dari pendapat di kalangan ulama Tarjih Muhammadiyah, Hadits Ahad dapat mentakhsi ayat Al-Qur'an, yakni sebagal bayan (penjelas). Contohnya dalam masalah wakaf, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menetapkan bahwa orang yang berwakaf  akan tetap mengalir pahalanya sekalipun la telah meninggal dunia berdasarkan Hadits riwayat Muslim yang menyatakan bahwa apabila manusia meninggal dunia putuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak  shalih yang selalu mendoakan kedua orangtuanya, sebagaimana dikutip di atas.
Hadits ini secara lahiriyah tampak bertentangan dengan ayat-ayat Ai-Qur'an tersebut di atas, namun Hadits ini juga dapat diartikan sebagai takhsis (pengkhususan) atau bayan (penjelas) terhadap ayat-ayat Al-Qur'an tersebut.
      Dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-Hadits serta keterangan di atas, maka haji bagi seseorang yang telah memenuhi kewajiban haji tetapi tidak dapat melakukannya karena udzuratau karena sudah meninggal dunia padahal la sudah berniat atau bemazar untuk menunaikan ibadah haji, hanya dapat dilakukan oleh anak dan saudaranya (ahli warisnya) pada asyhuri al-hafj(musim haji), hanya saja pengganti harus telah berhaji terlebih dahulu, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits berikutini:

     Artin ya  .. diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwasanya Nabi saw mendengar seseorang berkata labbaik (aku dating memenuhi panggilanmu) dari (untuk) Syubrumah. Rasulullah saw bertanya; Siapakah Syubrumah itu, ia menjawab; saudaraku atau kerabatku, lalu Rasulullah bertanya; Apakah kamu sudah berhaji untuk dirimu? la menjawab; Belum. Lalu Rasulullah saw bersabda; Berhajilah untuk diri- mu (terlebih dahulu) kemudian kamu berhaji untuk Syubrumah."( H R Abu Dawud dan Ibnu Majah)

2.   Badal Umrah
      Para ulama sepakat bahwa umrah hukumnya sunnah, sehingga tidak ada kewajiban bagi seseorang atau ahli waris untuk mengumrahkan orang tuanya yang sudah udzur atau meninggal dunia. Kecuali jika orang tuanya pernah bernazar untuk melaksanakan umrah, maka anaknya (ahli warisnya) yang memiliki kemampuan harus menunaikan nazar kedua orang tuanya. Hal tersebut didasarkan pada Hadits-Hadits tersebut di atas dan Hadits berkut ini:
    Art nya: "Diriwayatkan dari 'Aisyah ra., dari Nabi saw bersabda: Barangsiapa  yang bernazar untuk mentaati Allah maka hendaknya ditaati (ditunaikan), dan barangsiapa bernazar untuk bermaksiat ke pada Allah maka janganlah la (tunaikan nazarnya) untuk berbuat maksiat." ( H R . al-Bukhari dan jamaah ahli Hadits)

 3.   Waktu antara umrah ke umrah berikut  nya dan hukum bagi jamaah haji yang melakukan umrah beberapa kali saat di Makkah ?
    Waktu pelaksanaan umrah tidak ditentukan secara khusus. Umrah dapat dilakukan kapan saja, baik pada musim haji maupun di luar asyhur al-haj/(bulan-bulan haji). Sehingga bagi orang yang memiliki kemampuan baik secara finansial, fisik maupun transportasi dapat melakukannya"kapan saja" dengan memperhatikan kewajiban-kewajiban yang lain baik kepada keluarga, kerabat maupun lingkungan sosiainya, sehingga ia tidak hanya mementingkan dirinya sendiri namun juga orang lain. Jika ia sudah berkali-kali melaksana kan umrah dengan kemampuan materi yang dimilikinya, hendaknya la mengajak atau memberikan kesempatan (bantuan) kepada orang untuk melaksanakannya, dan hal tersebut tidak akan mengurangi pahala dan kebaikan yang akan didapatkannya. Sedangkan bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan seputar pelaksanaan umrah terutama menjelang melaksanakan haji.
      Sebelum menjawab substansi pertanyaan yang ketiga, perlu difahami terlebih dahulu pengertian umrah berkali-kali bagi jama'ah haji tersebut. Bahwa yang dimaksud dengan umrah berkali-kaii menjelang ibadah haji di sini adalah umrah yang dilaksanakan berkali-kali oleh jamaah haji setelah mereka melakukan umrah dalam melakukan haji tamattu'. Umrah ini dilaksanakan dalam rangkaian ibadah haji guna mengisi waktu senggang sebelum melaksanakan ibadah haji pada tanggai 8 Dzulhijjah. Umrah seperti ini juga disebut dengan umrah Makkiyah, yakni umrah yang dilaksanakan oleh jamaah haji dari luar Makkah yang sedang berada di kota Makkah. Mereka keluar dari Tanah Haram seperti Tan'im dan Ji'ranah, Ialu melakukan ihram untuk umrah dari tempat tersebut.
      Jamaah haji yang melakukan umrah dari Tan'im atau Ji'ranah tersebut berlandaskan pada adanya izin dari Nabi saw kepada 'Aisyah untuk meiakukan umrah dengan diantar oieh saudaranya yang bernama Abdurrahman bin Abi Bakar. Pada saat itu Nabi saw beserta para sahabat akan meninggalkan Makkah menuju Madinah seusai melaksanakan ibadah haji. Saat itu 'Aisyah gelisah karena pada waktu tiba di Makkah ia tidak dapat menyempurnakan umrahnya dengan thawaf, karena haid. Ke gelisahan ini kemudian disampaikan kepada Rasulullah saw, dengan mengatakan bahwa orang lain bisa melakukan ibadah haji dan umrah dengan sempuma, sedangkan la hanya ibadah haji saja. Mendengar keluhan 'Aisyah ini, kemudian Nabi saw menyuruh Abdurrahman bin Abi Bakar mengantarkannya ke Tan'im melakukan Umrah
Artinya: "... ( Aisyah ra) berkata: Aku sendiri termasuk orang yang berniat ihram untuk umrah dan kita semua meninggalkan Madinah sampai dating di Makkah. Pada saat datangnya hari atau waktu Arafah saya haid, sehingga saya tidak dapat tahallul untuk umrahku. Aku mengadu kepada Nabi saw, lalu Nabi bersabda: Tinggalkan umrahmu dan lepaskan rambutmu dan bersisirlah kemudian niatlah ihram untuk haji. Selanjutnya Aisyah berkata: Akupun  mengerjakannya, dan setelah sampai malam Hasabah  sesudah hari tasyrig)  dan setelah kami selesai ibadah haji,  Nabi saw menyuruh Abdurrahman bin Abi Bakar memboncengkan aku keluar ke Tan'im dan akupun ihram untuk umrah dan selesai. Maka Allah telah menentukan selesai haji dan umrah kami. Dalam hal ini tidak diperlukan membayar dam (menyembelih hewan), membayar sadagah ataupun berpuasa." ( H R Muslim)
     Berdasarkan Hadits di atas, jelas bahwa umrah tersebut dilakukan sesudah selesai haji dan dalam rangka menyempurnakan umrah sebelumnya. Nabi saw tidak memberikan tuntunan dan tidak menyuruh para sahabat untuk melakukan umrah berkali-kali dalam musim haji sebelum waktu wukuf di Arafah. Oleh karena itu, umrah seperti itu tidak perlu dilaksanakan. Amalan-amalan yang dianjurkan kepada jama’ah haji adalah tadarrus al-Qu’an, memperbanyak do’a atau thawaf di masjidil haram. Adapun melaksanakan umrah selesai ibadah haji boleh saja dilakukan. Wallahu a’alam.

Suara Muhammadiyah

Memahami Badal Haji

Bismillah, ArRohman, ArRohiim. Kita tentu sering mendengar orang Indonesia berhaji berkali-kali. Saya memahami kekangenan itu, berada di tanah suci untuk berhaji adalah kenikmatan yang sulit untuk digambarkan. Tetapi saudaraku, ketahuilah bahwa kewajiban kita berhaji hanya satu kali, kedua dan seterusnya adalah sunah. Maka hemat saya, alangkah lebih baik jika ada kesempatan berhaji kedua kali dan seterusnya diniatkan untuk menghajikan orang tua, kerabat yang belum berhaji yang memiliki halangan untuk berhaji, misalnya lemah atau sudah meninggal. Karena haji adalah salah satu dari rukun Islam, maka sempurnakanlah rukun Islam kerabat kita, menunaikan kewajiban yang tertunda, dalam bahasa umum kita mengenalnya sebagai badal Haji.

Saya belum menyempatkan untuk menulis tentang badal Haji, tapi tulisan di bawah ini sangat bermanfaat untuk kita yang ingin memahami badal Haji berdasarkan Alquran dan Hadist. Semoga bermanfaat. Dan semoga penulis dan pemilik website di bawah ini mendapatkan rido dan rahmat atas tulisan yang bermanfaat.


diunduh dari http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-badal-haji.html

Hukum Badal Haji

Kategori: Fiqh dan Muamalah 13 Oktober 2011
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya:
Barangsiapa mati dan belum berhaji karena sakit, miskin atau semacamnya, apakah ia mesti dihajikan?
Beliau rahimahullah menjawab:
Orang yang mati dan belum berhaji tidak lepas dari dua keadaan:
Pertama:
Saat  hidup mampu berhaji dengan badan dan hartanya, maka orang yang seperti ini wajib bagi ahli warisnya untuk menghajikannya dengan harta si mayit. Orang seperti ini adalah orang yang belum menunaikan kewajiban di mana ia mampu menunaikan haji walaupun ia tidak mewasiatkan untuk menghajikannya. Jika si mayit malah memberi wasiat agar ia dapat dihajikan, kondisi ini lebih diperintahkan lagi. Dalil dari kondisi pertama ini adalah firman Allah Ta’ala,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
Mengerjakan haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah, [yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah]” (QS. Ali Imran: 97)
Juga disebutkan dalam hadits shahih, ada seorang laki-laki yang menceritakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sungguh ada kewajiban yang mesti hamba tunaikan pada Allah. Aku mendapati ayahku sudah berada dalam usia senja, tidak dapat melakukan haji dan tidak dapat pula melakukan perjalanan. Apakah mesti aku menghajikannya?” “Hajikanlah dan umrohkanlah dia”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad dan An Nasai). Kondisi orang tua dalam hadits ini telah berumur senja dan sulit melakukan safar dan amalan haji lainnya, maka tentu saja orang yang kuat dan mampu namun sudah keburu meninggal dunia lebih pantas untuk dihajikan.
Di hadits lainnya yang shahih, ada seorang wanita berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku bernadzar untuk berhaji. Namun beliau tidak berhaji sampai beliau meninggal dunia. Apakah aku mesti menghajikannya?” “Berhajilah untuk ibumu”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Ahmad dan Muslim)
Kedua:
Jika si mayit dalam keadaan miskin sehingga tidak mampu berhaji atau dalam keadaan tua renta sehingga semasa hidup juga tidak sempat berhaji. Untuk kasus semacam ini tetap disyari’atkan bagi keluarganya seperti anak laki-laki atau anak perempuannya untuk menghajikan orang tuanya. Alasannya sebagaimana hadits yang disebutkan sebelumnya.
Begitu pula dari hadits Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seseorang berkata, “Labbaik ‘an Syubrumah (Aku memenuhi panggilanmu atas nama Syubrumah), maka beliau bersabda, “Siapa itu Syubrumah?” Lelaki itu menjawab, “Dia saudaraku –atau kerabatku-”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Apakah engkau sudah menunaikan haji untuk dirimu sendiri?” Ia menjawab, ”Belum.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan, “Berhajilah untuk dirimu sendiri, lalu hajikanlah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Daud). Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma secara mauquf (hanya sampai pada sahabat Ibnu ‘Abbas). Jika dilihat dari dua riwayat di atas, menunjukkan dibolehkannya menghajikan orang lain baik dalam haji wajib maupun haji sunnah.
Adapun firman Allah Ta’ala,
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An Najm: 39). Ayat ini bukanlah bermakna seseorang tidak mendapatkan manfaat dari amalan atau usaha orang lain. Ulama tafsir dan pakar Qur’an menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah amalan orang lain bukanlah amalan milik kita. Yang jadi milik kita adalah amalan kita sendiri. Adapun jika amalan orang lain diniatkan untuk lainnya sebagai pengganti, maka itu akan bermanfaat. Sebagaimana bermanfaat do’a dan sedekah dari saudara kita (yang diniatkan untuk kita) tatkala kita telah meninggal dunia. Begitu pula jika haji dan puasa sebagai gantian untuk orang lain, maka itu akan bermanfaat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati namun masih memiliki utang puasa, maka hendaklah ahli warisnya membayar utang puasanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ‘Aisyah).  Hal ini khusus untuk ibadah yang ada dalil yang menunjukkan masih bermanfaatnya amalan dari orang lain seperti do’a dari saudara kita, sedekah, haji dan puasa. Adapun ibadah selain itu, perlu ditinjau ulang karena ada perselisihan ulama di dalamnya seperti kirim pahala shalat dan kirim pahala bacaan qur’an. Untuk amalan ini sebaiknya ditinggalkan karena kita mencukupkan pada dalil dan berhati-hati dalam beribadah. Wallahul muwaffiq.
(Fatwa Syaikh Ibnu Baz di atas diterjemahkan dari: http://www.binbaz.org.sa/mat/690)
Para ulama menjelaskan bahwa ada tiga syarat boleh membadalkan haji:
  1. Orang yang membadalkan adalah orang yang telah berhaji sebelumnya.
  2. Orang yang dibadalkan telah meninggal dunia atau masih hidup namun tidak mampu berhaji karena sakit atau telah berusia senja.
  3. Orang yang dibadalkan hajinya mati dalam keadaan Islam. Jika orang yang dibadalkan adalah orang yang tidak pernah menunaikan shalat seumur hidupnya, ia bukanlah muslim sebagaimana lafazh tegas dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, alias dia sudah kafir. Sehingga tidak sah untuk dibadalkan hajinya.
Yang perlu diperhatikan:
  1. Tidak boleh banyak orang (dua orang atau lebih) sekaligus dibadalkan hajinya sebagaimana yang terjadi saat ini dalam hal kasus badal haji. Orang yang dititipi badal, malah menghajikan lima sampai sepuluh orang karena keinginannya hanya ingin dapat penghasilan besar. Jadi yang boleh adalah badal haji dilakukan setiap tahun hanya untuk satu orang yang dibadalkan. (Lihat bahasan di: http://www.saaid.net/Doat/assuhaim/fatwa/69.htm)
  2. Membadalkan haji orang lain dengan upah dilarang oleh para ulama kecuali jika yang menghajikan tidak punya harta dari dirinya sendiri sehingga butuh biaya untuk membadalkan haji. Perlu diketahui bahwa haji itu adalah amalan sholeh yang sangat mulia. Amalan sholeh tentu saja bukan untuk diperjualbelikan dan tidak boleh mencari untung duniawiyah dari amalan seperti itu. Maka sudah sepantasnya tidak mengambil upah dari amalan sholeh dalam haji seperti thowaf, sa’i, ihrom, shalat dan lempar jamarot. Sebagaimana seseorang tidak boleh mengambil upah untuk mengganti shalat orang lain. Sehingga yang jadi masalah adalah menjadikan badal haji sebagai profesi. Ketika diberi 3000 atau 4000 riyal, ia menyatakan kurang. Karena badal haji hanyalah jadi bisnisnya. Amalan badal haji yang ingin cari dunia adalah suatu kesyirikan. Jika itu syirik, lantas bagaimana bisa dijadikan pahala untuk orang yang telah mati? Renungkanlah!! Sungguh ikhlas itu benar-benar dibutuhkan dalam haji, begitu pula ketika membadalkan (menggantikan haji orang lain). (Lihat bahasan di http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=226898)
Nasehat terakhir: Lakukan Badal Haji dengan Ikhlas
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11] : 15-16). Qotadah mengatakan, “Barangsiapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang selalu dia cari-cari dengan amalan sholehnya, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh kebaikan apa-apa sebagai balasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlash dalam beribadah (yang hanya ingin mengharapkan wajah Allah), dia akan mendapatkan balasan di dunia juga dia akan mendapatkan balasan di akhirat.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim). Jika dunia saja yang dicari dalam lakukan badal haji, maka tunggu saja balasan yang akan Allah berikan. Uang melimpah bisa jadi ia dapat, namun nikmat di akhirat bisa jadi sirna. Ikhlaslah … ikhlaslah dan raihlah ridho Allah.
Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk dan ikhlas dalam beribadah pada-Nya.
Wallahu waliyyu taufiq.

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 12 Dzulqo’dah 1432 H (10/10/2011)

Sunday, August 11, 2013

Brasil (2)!

 Bis di Belo Horizonte ngebut-ngebut, seredeug, mirip bis Asli atau Murni Kalideres-Labuan. 

 Semangka murah, mirip dengan harga Indonesia, tidak seperti Jepang yg segeluntungnya bisa 1800 yen, Rp 200 ribu!






Anak si ibu toko (di belakang) bisa berbahasa Inggris sedikit-sedikit, darinya saya dapat informasi bahwa di Brasil Bahasa Inggris dipelajari dari mulai SD.








Saturday, August 10, 2013

Brasil!

Ngopi di Guarulho International Airport Sao Paulo
 Guarulho Sao Paulo Menuju Trancedo Neves Int Airpor Belo Horizonte


 Bisnya mirip di Jepang, hanya di dalam bis ada kenek yg ngepos dan kita harus bayar terlebih dahulu, jauh dekat 2,69 riais.
Ps. Lebih nyaman dan bersih Jepang 



 Ada susi disaji prasmanan di Diamond Mall, terjangkau. Beda dg negeri asalnya, dikasih stroberi, keju dll. 

 Ketemu yg bisa berbahasa Inggris, Ia lima tahun di London. Di Brasil tidak banyak orang bisa berbahasa Inggris, lebih parah dari Jepang, dan Indonesia saya kira. Padahal di Brasil, Bahasa Inggris diajarkan sejak SD.
 Bar-bar pinggir jalan, beberapa diantaranya buka hingga pagi, mabuk, trotoar bau pesing, gak keren lah pokoknya. 

Cukur di Belo Horizonte!

Harga jasa potong rambut pinggiran di Brazil murah, seperti di Indonesia, sekitar 10 riais.