Friday, November 14, 2008

Hmm, kalau melihat kontennya, ada yang aneh dalam berita ini.

Aman & Riva’i Bebas
By redaksi
Jumat, 14-November-2008, 08:04:43
139 clicks


Jaksa Nilai Preseden Buruk
SERANG-Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan jalan lingkar dan drainase Pasar Induk Rau (PIR), Aman Sukarso dan Ahmad Riva’i, boleh bernafas lega. Majelis hakim Pengadilan Negeri Serang, Kamis (13/11), memvonis keduanya tidak bersalah dan dibebaskan dari tuntutan hukum. Vonis bebas majelis hakim itu langsung disambut histeris para pengunjung yang kebanyakan pegawai negeri sipil (PNS) Kabupaten Serang. Mereka langsung memeluk Aman Sukarso yang juga mantan Sekda Kabupaten Serang dan Ahmad Riva’i, mantan Pjs Bupati Serang. Saking terharunya, beberapa PNS terlihat masih sesenggukan saat menyalami Aman dan Riva’i karena sebelumnya dua mantan pejabat Serang itu dibayangi hukuman penjara empat tahun plus denda Rp 50 juta sebagaimana tuntutan jaksa. Selain diwarnai tangisan, sidang yang dilakukan secara terpisah kemarin itu juga ada pembacaan doa bersama yang dipimpin Ketua MUI Kota Serang KH Mahmudi. Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Maenong menegaskan bahwa dua mantan pejabat itu dinyatakan bebas, karena berdasarkan fakta persidangan tidak terbukti melakukan perbuatan memperkaya Direktur PT Sinar Ciomas Raya Contractor (SCRC) Chasan Sochib. “Kedua terdakwa berstatus sebagai pegawai yang membuat jabatan dalam pemerintahan. Oleh karena itu lebih tepat dikenakan pasal 3,” tukas salah seorang hakim anggota, Sabarudin Ilyas, saat membacakan pertimbangan hakim. Pendapat hakim itu bertentangan dengan tuntutan jaksa M Hidayat dan Sukoco yang menilai perbuatan Aman dan Riva’i telah melawan hukum dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi. Dalam paparannya, Sabarudin Ilyas mengatakan, berdasarkan data dan fakta dalam persidangan, diketahui proyek jalan lingkar dan drainase PIR dibangun pada 2005 menjelang kedatangan Presiden RI Megawati Soekarnoputri. Saat itu, Bupati Serang Bunyamin mengumpulkan pejabat teras Pemkab Serang di antaranya Sekda Aman Sukarso dan beberapa asda untuk bertemu dengan Direktur Utama PT SCRC Chasan Sochib. Pertemuan itu digagas karena pemkab berencana meminta bantuan kepada PT SCRC untuk menalangi pembangunan jalan lingkar dan drainase PIR menjelang kedatangan Megawati. Permintaan Pemkab Serang ke PT SCRC diwujudkan dalam selembar surat permohonan partisipasi bernomor 620/044/Pemb-Kemasy/2005. Lalu, PT SCRC menyanggupi dan menjadikan surat partisipasi sebagai dasar penagihan setelah proyek selesai dilaksanakan. Surat itu dijadikan dasar penagihan karena proyek dikerjakan setelah APBD Kabupaten Serang diketuk sehingga pos anggarannya tidak tercantum dalam dokumen anggaran satuan kerja (DASK) APBD Serang Tahun Anggaran 2004-2005. Untuk membayar tagihan PT SCRC yang nilainya mencapai Rp 12 miliar, dua pejabat Pemkab Serang yaitu Aman Sukarso dan Ahmad Riva’i mengambil langkah-langkah khusus. Riva’i memerintahkan kepada Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kabupaten Serang untuk melakukan opname proyek. Tapi perintah ini ditolak oleh Kepala Bawasda saat itu yaitu RA Syahbandar dengan alasan proyek tersebut tak pernah tercantum dalam APBD Kabupaten Serang Tahun 2005. Tak hilang akal, Riva’i memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang untuk melakukan opname proyek bersama-sama pihak PT SCRC sehingga nilai proyek ditaksir hanya menghabiskan dana sekira 9 miliar lebih. Atas hasil opname itu, Riva’i memerintahkan agar dana pembayaran diambil dari dana block grant bantuan pemprov Rp 5 miliar pada 15 Juli 2005. Sementara Aman Sukarso pada 20 Mei 2005 memerintahkan agar uang senilai Rp 1 miliar dari pos pemeliharaan jalan dan jembatan yang ada di DPU Serang dipakai dulu untuk membayar ke PT SCRC. Sebagai dasarnya, Aman membuat surat keterangan otorisasi (SKO) mendahului perubahan, karena saat itu sudah lewat tengah tahun sehingga uang di kas daerah sudah dialokasikan sesuai mata anggaran yang tercantum dalam APBD. Tindakan dua pejabat ini diambil karena keduanya yakin walaupun uang yang dikeluarkan tidak sesuai peruntukan tapi sudah disetujui oleh DPRD Serang sebagai wakil rakyat. Atas dasar itulah, majelis hakim PN Serang kemarin menilai perbuatan Aman dan Riva’i tidak menguntungkan orang lain atau koorporasi yaitu PT SCRC karena pada kenyataannya justru pemkab masih menyisakan utang Rp 4 miliar kepada PT SCRC. “Hal ini dikuatkan dengan akta perdamaian (van dading) antara pemkab dan PT SCRC yang menyatakan walaupun proyek dibangun tanpa tender dan kontrak, tapi ada komitmen antara pemkab dan PT SCRC yang menimbulkan hak dan kewajiban dari dua pihak tersebut,” kata hakim anggota Sabarudin Ilyas.“Oleh karena itu terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum, dan nama baiknya harus dipulihkan,” sambung Ketua Majelis Hakim Maenong seraya mengetukkan palu tanda sidang usai.

Friday, October 24, 2008

Maaf, saya melaporkan kinerja, rekam jejak anda ke Komisi Kejaksaan, anda ngaco, anda tak pantas jadi jaksa.

Saya geram setelah menelpon Gusti Endra dan menanyakan tuntutan. Bagaimana mungkin jaksa-jaksa tersebut memelintir dan menyembunyikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Saya baca tuntutannya, benar-benar ngaco. Kemana statemen saksi ahli pidana yang mengatakan dalam kasus ini tak dapat dipakai Keppres 80? Kemana Statement saksi ahli BPKP tentang subtantive test yang statusnya di atas complient test? Anda tahu anda salah, itu sebabnya anda menuntut dengan pidana minimal, apakah saya benar? Anda nggak percaya diri, anda tidak yakin. Seharusnya anda menuntut bebas. Kita sama-sama berada dan mendengarkan para saksi di persidangan? Anda tak menuruti nurani, anda mengingkari kebenaran materil. Maaf saya harus mengadukan anda pada komisi kejaksaan, sesuatu yang seharusnya sudah saya lakukan sejak awal. Saya tak berhasil menyadarkan anda, meski saya berusaha. Telah keraskah hati anda? Hukum akan rusak berada di tangan anda. Anda merusak cita hukum, dan itu sesuatu yang tak dapat saya diterima. Bung, semua perbuatan akan dipertanggungjawabkan nanti, cucilah hatimu, kalau tak bisa, buang sajalah.

(Diunduh dari www.radarbanten.com
Riva’i dan Aman Sukarso Dituntut Empat Tahun
By redaksi
Kamis, 23-Oktober-2008, 08:02:44
100 clicks


SERANG - Setelah sempat tertunda empat kali, akhirnya sidang perkara dugaan korupsi pembangunan jalan lingkar Pasar Induk Rau (PIR) digelar, Rabu (22/10), di Pengadilan Negeri Serang.
Sidang menghadirkan dua terdakwa yaitu mantan Pjs Bupati Serang Ahmad Riva’i dan mantan Sekda Serang Aman Sukarso. Keduanya disidang di ruangan terpisah. Dalam sidang kemarin, kedua terdakwa dituntut penjara empat tahun potong masa tahanan berikut denda Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan. Keduanya tidak dituntut uang pengganti karena Riva’i dan Aman dianggap tidak memperkaya diri sendiri melainkan memperkaya Direktur PT Sinar Ciomas Raya Contractor (SCRC) Chasan Sochib. “Kami Jaksa Penuntut Umum (JPU) memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Serang menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar JPU M Hidayat saat membacakan tuntutan di PN Serang, Rabu (22/10). Dalam paparannya, JPU menilai perbuatan terdakwa sebagai tindak pidana korupsi. Berdasarkan fakta dalam persidangan terbukti keduanya melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya orang lain atau koorporasi PT SCRC sebesar Rp 5 miliar. Aman Sukarso, kata JPU M Hidayat, membuat Surat Keputusan Otorisasi Tambahan mendahului perubahan APBD 2005 tentang kegiatan penanganan jalan dan drainase lingkungan PIR dan membuat memo kepada kepala BPKD. Atas memo itu kepala BPKD menerbitkan SK yang membebankan biaya pembangunan jalan lingkar dan drainase PIR dari pos pemeliharaan jalan dan jembatan yang bukan peruntukannya. Dana pemeliharaan jalan dan jembatan dibayarkan kepada direktur PT Sinar Ciomas Raya Contractor Chasan Sochib untuk memenuhi tagihan PT SCRC yang membangun jalan lingkar dan drainase PIR yang tidak direncanakan. Sedangkan Ahmad Rivai, menurut tuntutan yang dibacakan JPU Sukoco, dianggap bersalah karena menandatangani daftar pengantar surat permintaan pembayaran nomor 900/03-BT/2005 tertanggal 19 Mei 2005 dan mengirim surat ke kepala Dinas PU Kabupaten Serang bernomor 620/1088/Pemb.Kemasy yang memerintahkan kepala BPKD untuk membayar tagihan dari PT SCRC menggunakan dana bantuan block grant dari Pemprov Banten untuk membayar pembangunan jalan lingkar dan drainase PIR Rp 5 miliar walaupun proyek itu tak pernah direncanakan oleh Subdin Pengairan maupun Subdin Bina Marga DPU Serang. Usai pembacaan tuntutan, kuasa hukum terdakwa Efran Helmi Juni dan Gusti Endra meminta waktu satu minggu kepada majelis hakim yang diketuai Maenong untuk menyusun pembelaan. (dew)

Thursday, October 16, 2008

Heboh Rekaman Jaksa Minta Upeti di Gorontalo ''Kalau Ngasih Rp 20 Juta, Saya Tangkap''

diunduh dari www.jawapos.co.id, 16/10/2008.

GORONTALO - Beberapa waktu lalu, rekaman percakapan antara jaksa Urip dan Artalyta dalam kasus BLBI menjadi pusat perhatian, bahkan sampai dijadikan nada panggil (ringtone) HP. Kasus serupa terjadi di Boalemo, Gorontalo. Rekaman percakapan antara jaksa kejari setempat dan staf pemkab juga menghebohkan dan dijadikan ringtone. 

Kalau percakapan Urip dan Artalyta banyak menggunakan ungkapan-ungkapan ''sandi'', percakapan di Boalemo itu malah vulgar dan jelas. Dalam rekaman percakapan dengan durasi 34 menit itu, disebut-sebut soal janji menyerahkan sejumlah uang. ''...Paling kasih Rp 15 juta. Proyek dia miliar-miliaran. Handoyo kalau ngasih di bawah 50 juta, saya ndak akan terima dia. Kasih tahu dia, karena saya dijanji dia Rp 50 juta. Dia ngomong sendiri, kalau dia ngasih 20 juta, nggak usah temuin saya. Saya tangkap dia nanti..." demikian salah satu cuplikan rekaman percakapan telepon tersebut.

Dari suaranya, diduga, yang berbicara itu adalah Kajari Boalemo Tilamuta Ratmadi Saptono SH. Rekaman tersebut mulai beredar di masyarakat sepekan lalu. Kini makin banyak warga yang mencarinya. 

Justru setelah menyebar, yang sudah memiliki rekaman itu malah berhati-hati. Mereka tidak serta merta mengizinkan orang lain merekamnya. "Dengar saja dulu, jangan dulu rekam atau kopi. Soalnya, jangan sampai torang terbawa-bawa lagi," ungkap beberapa warga yang memiliki rekaman ketika ditemui Gorontalo Post (Jawa Pos Group).

Mencuatnya peredaran salinan rekaman percakapan itu langsung memantik tanggapan warga. Beberapa warga menilai, kejadian yang ada dalam isi rekaman percakapan itu semakin menguatkan indikasi adanya permainan dalam upaya penegakan hukum di daerah ini. "Ini kan terbukti bahwa kasus korupsi yang seharusnya diusut tuntas malah didiamkan karena diberi upeti," ungkap Wahyu, salah seorang warga.(GP-71/jpnn/ruk)

Rekaman Pemerasan Kajari Tilamuta Menyebar

Diambil dari www.suaramerdeka.com dari LKBN Antara
15/10/2008 13:26 wib - Nasional Aktual

Jakarta, CyberNews. Diduga melakukan pemerasan disertai ancaman, Jaksa Agung Hendarman Supandji mencopot Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tilamuta, Gorontalo Ratmadi Saptono. Selain itu, Hendarman juga memerintahkan Jaksa Agung Pengawasan Darmono untuk memeriksa Ratmadi. Bila terbukti bersalah, sanksi terberat berupa pemecatan, bahkan kemungkinan bisa diseret ke pengadilan.

''Saya kemarin (Selasa), sudah mengeluarkan surat keputusan mencopot Kajari Tilamuta, kemudian saya perintahkan Jamwas untuk melakukan pemeriksaan,'' ujar Hendarman, di Jakarta, Rabu (15/10). Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M jasman Panjaitan menyatakan, setelah dicopot, Ratmadi kini hanya menjabat sebagai jaksa fungsional di Kejaksaan Tinggi Gorontalo.

Dugaan pemerasan itu mencuat setelah beredar rekaman pembicaraan yang diduga antara Ratmadi dan seorangt staf Pemkab Boalemo, yang berdurasi sekitar 34 menit. Rekaman percakapan tersebut, dalam seminggu terakhir ini, telah banyak tersimpan di handphone milik masyarakat setempat, bahkan banyak dibuat ringtone.

Berbeda dengan rekaman antara beberapa pejabat Kejaksaan Agung terkait kasus Artalyta Suryani beberapa bulan lalu, rekaman pembicaraan yang diduga dilakukan Ratmadi lebih vulgar mengarah ke tindak pidana. ''...Kasih tahu Pak Iwan (Bupati Boalemo Iwan Bokings--Red), saya nggak dikasih uang juga nggak apa-apa / Saya bongkar nanti semua kasusnya / Biar masuk semua / Masuk baru tahu siapa saya / Saya jengkel loh/....../,'' demikian bunyi percakapan yang diduga dilakukan Ratmadi. Sedangkan lawan bicaranya, sesekali hanya menjawab, /Ya Pak/.

Cuplikan rekaman selanjutnya, berbunyi, /....Apa sih susahnya ngeluarin duit / Ngasih 15 juta / Proyeknya miliar-miliaran / Handoyo kalau ngasih saya di bawah 50 juta, saya nggak akan terima dia / Kasih tahu dia, karena saya dijanji dia Rp 50 juta / Dia ngomong sendiri / Kalau dia ngasih 20 juta, nggak usah temuin saya / Saya tangkap dia nanti.../, demikian cuplikan rekaman pembicaraan yang kembali menghebohkan korp kejaksaan tersebut. 

Selain kasus di Boalemo Tilamuta Gorontalo, kasus lain terjadi di Kejari Nganjuk Jawa Timur. Seorang jaksa menjual barang bukti berupa pupuk. Dikarenakan, dianggap tidak dapat melaksanakan pengawasan melekat, maka Kajari Nganjuk kemudian dicopot dan dimutasi. Namun, Jasman mengaku lupa identitas jaksa dan kajari tersebut. 

(Ant /CN05)

Tuesday, October 14, 2008

Paket Mancing di Bojonegara

Mengingat respon terhadap tulisan Mancing di Bojonegara baik Kanda Yhannu, Mas Bintang di Surga maupun lainnya (Lihat mancing di Bojonegara, posting Agustus 2008). Maka dalam rangka pemberdayaan nelayan dan penyaluran hobi mancing saya mengusulkan pada Ridwan yang kemudian disetujui oleh Dasuki (pemilik kapal) untuk membuat paket mancing bagi yang berminat.
Biaya mancing keseluruhan adalah Rp.500 ribu rupiah.
Fasilitasnya adalah sebagai berikut :
1. Perahu kayu motor khas Indonesia.
2. Areal mancing di tengah laut Bojonegara
3. Perlengkapan mancing tradisional untuk 3 orang (lebih dari 3 orang membawa sendiri peralatan pancing).
4. Menyinggahi Bagan, kontruksi bambu untuk menangkap ikan di tengah laut.
5. Singgah di Pulau Panjang (Long Island) untuk sholat (bagi yang beragama Islam), jika rekan-rekan mau mencicipi kelapa muda segar khas Pulau Panjang, biaya ditanggung sendiri (tapi murah kok, dulu kami beli banyak @Rp.1000,-)
6. Makan siang di atas kapal dengan ikan bakar hasil tangkapan dan sambal racikan Dasuki.
7. Menyaksikan Tawur, tradisi menangkap ikan khas Bojonegara, dijadikan alternatif jika hasil tangkapan konvensional sedikit (by request)
8. Keramahan dan kehangatan (Pak) Ridwan dalam menjelaskan kultur Bojonegara.

Maksimal peserta 6 orang (semakin banyak semakin murah tanggung rentengnya)

Jika berminat hubungi :
Ridwan 081 808 203 327
Ferry Fathurokhman 0813 817 05 636

Note, jika dari Jakarta sebaiknya berangkat bada sholat subuh, sehingga pagi sudah melaut.

Salam hangat,

Dasuki's Fishing Program.

Thursday, September 18, 2008

Syifa, Kau 'kan Punya Adik!

Jumat, 19 Ramadan 1429, bertepatan dengan 19 September 2008. Sekitar jam enam pagi telepon genggamku berdering. Istriku telepon, mengabarkan tanda positif di test packnya. Alhamdulillah, istriku hamil lagi. Campur aduk perasaannya, tapi yang jelas ini sebuah kepercayaan yang dititipkan pada pada kami. Bertambah lagi rizki kami. Diantara Mazhab Pakupatan, hanya saya dan Mas Tun yang belum nambah anak. Saya masih di Semarang, bersiap untuk kuliah Sejarah Hukum Prof. Soetojo dan baru bisa ke Serang Selasa (23/9) nanti.

Thursday, September 11, 2008

Saturday, August 16, 2008

Mancing di Bojonegara


Saya beruntung punya teman seperti Ridwan (Sehari-hari saya memanggilnya Pak Ridwan, tapi dalam tulisan ini hanya Ridwan saja untuk menghindari ketidaknyamanan dalam membaca). Ridwan adalah kolega di Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (FH Untirta). Ia orang Bojonegara, sebuah daerah di Kabupaten Serang yang terkenal penduduknya banyak memiliki ilmu teluh atau santet. Di Bojonegara juga terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Bojonegara memang bersebelahan dengan laut. Ridwan terkenal di kampungnya. Kalau anda berdiri bersama Ridwan di Pasar Bojonegara, anda akan menyaksikan banyak orang yang menyapanya:sopir angkot, tukang uduk, bibi sayur. Orang tua Ridwan memang disegani di daerah ini.

Salah satu kenalan Ridwan adalah Dasuki, nelayan di daerah Bojonegara. Keduanya berkenalan dalam sebuah hobi yang sama, sepak bola, sejak pertemuan pertama keduanya klop dan makin akrab. Sudah lama Mazhab Pakupatan diajak mancing bersama menggunakan perahu Dasuki. Mazhab Pakupatan adalah sebuah komunitas yang terbentuk tanpa sengaja dalam sebuah acara pra jabatan. Komunitas yang tak kami buat serius, komunitas untuk melepas lelah dan penat, membicarakan persoalan-persoalan yang kami anggap tak baik dan benar.

Sabtu, 2 Agustus 2008, dua pekan lalu, akhirnya kami jadi mancing di Bojonegara setelah sekian lama tertunda. Abdul Hamid mengajak Okamoto, temannya dari Kyoto University. Okamoto kemudian mengajak Ukrist Pathmanand, dari Chulalongkorn University. Ukrist mendapat beasiswa dari Nippon Fellowship untuk menulis pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di negaranya, dikomparasikan dengan Indonesia. Ia telah mengunjungi Kontras dan KomnasHAM, waktunya tinggal di Indonesia tinggal satu bulan lagi. Ia memfokuskan pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara pada para aktivis. Kasus kematian Munir menjadi salah satu kajiannya.
***

Dasuki mulai menghidupkan mesin disel perahu kayunya. Mesin berisik itu tak pernah lagi diisi solar sejak kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak). Solar terlalu mahal dijangkau para nelayan. Seliter solar sekarang harganya Rp 5.500,-. Kini minyak tanah menjadi pengganti solar. Minyak tanah murni, tanpa dicampur oli.

Perahupun berangkat. Kami bersembilan : Ridwan, Abdul Hamid, Anis, Okamoto, Ukrist, Jumpi (sopir Okamoto), Saya, Dasuki dan seorang ‘asisten’ nelayannya. Perahu melaju jauh ke tengah laut. Saya mulai mual, mabuk laut, satu hal yang jarang saya alami. Kebetulan Okamoto bawa tolak angin cair, saya ambil satu. Jumpi menyarankan saya memakan udang mentah yang menjadi umpan ikan untuk memancing nanti.
“Orang Makasar biasa nelen udang mentah biar gak masuk angin,” katanya meyakinkan.
Saya mengambil satu udang, mengupas dan mulai mengunyahnya. Rasanya aneh, menggelinyang di lidah, tenggorokan dan perut. Leeur istilah Sundanya. Hasilnya? Mual semakin menjadi. Dan saya mengistirahatkan badan, baringan di kapal. Tidur.
“Nggak biasa makan udang mentah coba-coba,” Ridwan meledek saya menjelang rebahan. Sebelumnya saya melihat ia juga makan satu udang mentah. Ridwan mantan nelayan, mungkin lidahnya sudah akrab dengan udang mentah.

Dasuki mematikan mesin. Kami sudah berada di tengah laut. Ada perahu lain yang juga sedang mancing di sekitar kami. Umpan dipasang, mancing dimulai. Saya yang pertamakali mendapat ikan tanpa sengaja. Saya bermaksud mengganti umpan khawatir sudah hilang dimakan ikan tanpa tersangkut. Seekor ikan kecil seukuran tiga jari rupanya tersangkut. Tak ada yang tahu nama ikan yang berhasil saya pancing. Tidak Ridwan. Tidak Dasuki. Saya kemudian menamakannya ikan mata belo karena matanya yang memang belo.

Lama tak kunjung dapat ikan, kapal kembali melaju. Kali ini kami mendekati bagan, bagan adalah sebuah konstruksi rangka bambu yang dipasang di tengah laut untuk menjaring ikan. Okamoto mendapat tiga ikan di sini : dua kakap merah dan seekor kirong/kerot (karena insangnya dapat mengeluarkan bunyi krot…krot, seperti sedang memanggil teman-temannya). Karena sepi kami berangkat lagi ke pertangahan laut. Kali ini Ridwan yang dapat ikan, seekor kurisi.

Hari mulai siang, zhuhur hampir tiba. Kami memutuskan menepi ke Pulau Panjang. Long Island. Dasuki punya kenalan seorang guru sekolah dasar di pulau ini. Pulau Panjang awalnya masuk dalam Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang. Namun sudah hamir satu tahun ini dialihkan menjadi masuk Kecamatan Pulo Ampel Kabupaten Serang, karena letak geografisnya yang lebih dekat ke Pulo Ampel. Pulau Panjang adalah pulau penghasil kelapa muda. Kami mampir ke Masjid, Zhuhur, cuci muka dan sebagainya, mampir ke kenalan Dasuki, minum teh, pamit dan membeli 20 butir kelapa muda milik tetangga kenalan Dasuki yang akan sudah dipanen dan akan dipasarkan ke Pasar Rau Serang. Harga perbutirnya Rp.1.000,-.

Ikan hasil pancingan dinilai belum cukup untuk makan siang sembilan orang yang doyan makan. Senjata pamungkas disiapkan. Jaring. Tawur istilahnya, menangkap ikan menggunakan jaring. Jaring diturunkan, mesin kapal dijalankan, perahu jalan melingkar menuju ujung jaring pertama diturunkan. Beraneka jenis ikan terjaring : belanak, udang, kerapu, baronang, todak, kacangan, ubur-ubur, ikan buntel, belut laut. Dasuki melepaskan belut laut. Warnanya hitam pekat seukuran ibu jari kurus saya. Kata Dasuki belut laut biasa menggigit.

Dua kali tawur dan ikanpun dirasa cukup. Sekarang ini jumlah ikan di laut semakin berkurang. Setahun lalu, saat tawur, banyak ikan yang nyangkut, sekarang sedikit berkurang.

(Dari kiri ke kanan: kerapu, baronang, kakap hitam, kacangan, todak (swordfish), kurisi, belanak, mata belo, kakap merah, kerot/kirong, belanak dan yang barisnya ngacak adalah juga belanak dalam kubur)
Asisten Dasuki menyalakan kompor minyak tanah yang dipompa, menggunakan tabung petromak, seperti kompor yang biasa digunakan oleh tukang mie ayam. Ikan digarang diatas tutup panci yang dipukul datar. Nasi telah dimasak sebelumnya, diliwet. Dasuki meracik sambal, potongan cabe rawit, bawang merah, dicampur saos sambal dan kecap. Semua siap. Makan dimulai di atas perahu. Piring terbatas. Anis punya ide aneh menggunakan belahan batuk kelapa muda. Saya mencontek ide Anis. Ukrist senyum-senyum melihatnya.
Hari sore. Makan siang yang kesorean selesai. Perahu melaju pulang.
(Ikan buntel, di film Spongebob digunakan sebagai karakter Mrs. Puff, guru les menyetir Spongebob)

Cara Mudah Menghadapi Kritikan Pedas

(Tulisan ini diambil dari La Tahzan, Aidh Al Qorny)

Sang Pencipta dan Pemberi rizki Yang Maha Mulia, acapkali mendapat cacian dan cercaan dari orang-orang pandir dan tak berakal. Maka, apalagi saya, Anda dan kita semua yang selalu terpeleset dan salah. Dalam hidup ini, terutama jika anda seseorang yang selalu memberi, memperbaiki, mempengaruhi dan berusaha membangun, maka anda akan selalu menjumpai kritikan-kritikan yang pedas dan pahit. Mungkin pula, sesekali anda mendapat cemoohan dan hinaan dari orang lain.

Dan mereka, tak tidak akan pernah diam mengkritik anda sebelum anda masuk ke dalam liang bumi, menaiki tangga ke langit, dan berpisah dengan mereka. Adapun bila anda masih berada di tengah-tengah mereka, maka akan selalu ada perbuatan mereka yang membuat anda bersedih dan meneteskan air mata, atau membuat tempat tidur anda selalu terasa gerah.

Perlu diingat, orang yang duduk diatas tanah tidak akan pernah jatuh, dan manusia tidak akan pernah menendang anjing yang sudah mati. Adapun mereka, marah dan kesal kepada anda adalah karena mungkin anda mengungguli mereka dalam hal kebaikan., keilmuan, tindak-tanduk, atau harta. Jelasnya, anda di mata mereka adalah orang berdosa yang tak terampuni sampai anda melepaskan semua karunia dan nikmat Allah yang ada pada diri anda, atau sampai anda meninggalkan semua sifat terpuji dan nilai-nilai luhur yang selama ini anda pegang teguh. Dan menjadi orang yang bodoh, pandir, dan tolol adalah yang mereka inginkan dari anda.

Oleh sebab itu, waspadalah terhadap apa yang mereka katakan. Kuatkan jiwa untuk mendengar kritikan, cemoohan dan hinaan mereka. Bersikaplah laksana batu cadas. Tetap kokoh berdiri meski diterpa butiran-butiran salju yang menderanya setiap saat, dan ia justru semakin kokoh karenanya. Artinya jika anda merasa terusik dan terpengaruh oleh kritikan atau cemoohan mereka, berarti anda telah meluluskan keinginan mereka untuk mengotori dan mencemarkan kehidupan anda. Padahal, yang terbaik adalah menjawab atau merespon kritikan mereka dengan menunjukan ahlak yang baik. Acuhkan saja mereka, dan jangan pernah merasa tertekan oleh setiap upadaya mereka untuk menjatuhkan anda. Sebab, kritikan mereka yang menyakitkan itu pada hakekatnya merupakan ungkapan penghormatan untuk anda. Yakni, semakin tinggi derajat dan posisi yang anda duduki, maka akan semakin pedas pula kritikan itu.

Betapapun, anda akan kesulitan membungkam mulut mereka dan menahan gerakan lidah mereka. Yang anda mampu adalah hanya mengubur dalam-dalam setiap kritika mereka, mengabaikan solah-polah mereka pada anda, dan cukup mengomentari setiap perkataan mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah.

{Katakanlah (kepada mereka) : “Matilah kamu karena kemarahanmu itu.”}
(QS Ali Imran :119)

Bahkan, anda juga dapat ‘menyumpal’ mulut mereka dengan ‘potongan-potongan daging’ agar diam seribu bahasa dengan cara memperbanyak keutamaan, memperbaiki akhlak, dan meluruskan setiap kesalahan anda. Dan bila anda ingin diterima semua pihak, dicintai semua orang, dan terhinda dari cela, berarti anda telah menginginkan sesuatu yang mustahil terjadi dan mengangankan sesuatu yang terlalu jauh untuk diwujudkan.

Syifa Goes To Lampung








Sunday, August 10, 2008

Suatu Hari di Lawang Sewu


Tanggal 23 Juli 2008 lalu saya menyempatkan diri mengunjungi Lawang Sewu di sela-sela agenda daftar ulang Progam Pascasarjana Magister Hukum (PPMH) Universitas Diponegoro (Undip). Bagian keuangan dan administrasi program pascasarjana sepi. Ada acara wisuda Undip selama dua hari (23-24/7). Waktu pelayanan administrasi dibuka mulai pukul 14.00. Hari masih pagi dan pukul 14.00 masih lama. Saya mengajak (pak) Ridwan, rekan kerja saya di FH Untirta yang juga diterima di PPMH Undip ke Lawang Sewu. Ia setuju. Kami berangkat. Menyetop bis menuju Krapyak. Turun di daerah persimpangan. Kenek menyebutnya daerah gereja atau Lawang Sewu.

Tadi subuh, sekitar pukul tiga pagi, sopir taksi yang kami tumpangi bercerita tentang Lawang Sewu. “Lawang Sewu tuh istananya lelembut, segala jenis lelembut ada di situ, genderuwo, kuntilanak, sebab dulu banyak orang kita dibunuhi di sana. Kalau sampeyan nggak percaya ya masuk aja,” paparnya.

Kami berdiri di pintu masuk. Bibir saya bergerak menggumamkan doa nabi “a’udzu bi kalimatillahi tammati min syari ma halaq,” Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan mahluk yang diciptakanNya.
Nuansa angker memang terasa berhembus. Orang Sunda bilang keeung. Bangunan Lawang Sewu tinggi besar, simetris dan subhanallah, indah. Innallaha jamil yuhibul jamal, sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Manusia telah diciptakan mencintai keindahan, built in dalam dirinya. Hal yang membuat Lawang Sewu menjadi seram adalah karena sepi dan sudah sangat lama tak ditempati. Dingin dan lembab. Mungkin karena langit-langitnya yang tinggi. Yang jelas mesti ada jin di tempat ini.

Sejarah Lawang Sewu
Lawang Sewu berarti seribu pintu. Namun sebuah referensi menyatakan jumlah pintu di Lawang Sewu tak sampai seribu. Namun karena jumlah pintunya yang banyak maka gedung ini dinamakan Lawang Sewu. Hampir tiap ruangan memiliki empat pintu. Dua pintu untuk keluar masuk, dua pintu lagi berfungsi sebagai penghubung ruangan.
Arsitektur Lawang Sewu bergaya Eropa. Mirip bangunan gereja. Arsiteknya Prof. Jacob K. Klinkhamer dan B.J. Oudang. Didirikan 1904 dan diresmikan pada 1907. Lawang Sewu terdiri dari dua bangunan utama. Bangunan kedua yang menjadi bangunan utamanya dibangun tahun 1916-1918.

Lawang Sewu untuk pertama kalinya digunakan untuk kantor NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij). Pada 27 Agustus 1913 menjadi milik PT KAI (Kereta Api Indonesia) (kapan PT KAI berdiri?). Pada masa penjajahan Jepang, Lawang Sewu diambil alih. Ruang bawah tanah Lawang Sewu disulap menjadi penjara bawah tanah, di sinilah orang-orang pribumi Indonesia dipenjara. Ada penjara jongkok—dikurung dengan posisi jongkok, bagian atas ditutup terali besi sehingga tak dapat berdiri. Satu kotak penjara jongkok berukuran 1,5x1,5 meter, diisi 4-5 orang. Banyak orang kita yang kemudian mati di penjara jongkok karena kehabisan oksigen. Ada juga penjara berdiri, berukuran 2x0,7 meter. Satu penjara berdiri diisi 5 orang, berdesakan dan sulit bergerak. Konon kabarnya banyak juga yang mati di penjara ini. Mati berdiri. Ridwan saya minta untuk berpose di dalam penjara berdiri. Ada lagi sebuah ruangan yang lebih tragis. Ada bekas besi di dasar lantai. Menurut Novi, guide ruang bawah tanah, bekas besi tadi adalah bekas kaki meja. Di meja tersebut, banyak orang-orang kita dipenggal oleh pedang samurai. Mayat dan potongan kepalanya dihanyutkan ke sungai melalui pintu yang menyerupai pintu got.
Ruang bawah tanah ini pernah digunakan sebagai lokasi acara Uka-uka, reality show menguji nyali di sebuah stasiun televisi swasta. Seorang peserta perempuan tak kuat hingga pingsan, ada penampakan seorang perempuan entah siapa di sebuah pintu. Novi meminta saya dan Ridwan mematikan lampu senter kami di dekat lokasi munculnya penampakan, “Beginilah kira-kira suasana saat acara uka-uka tersebut.” Suasananya memang mencekam, gelap, lembab, dingin. Tangan di depan matapun tak kelihatan.

Untuk masuk ke ruang bawah tanah, anda harus membayar Rp 6.000,- sebagai sewa sepatu bot dan lampu senter. Ruang bawah tanah gelap, becek dan terkadang banjir semata kaki. Jika banjirnya parah, pompa air akan dinyalakan untuk membuang air ke luar. Fungsi utama ruang bawah tanah sebenarnya digunakan sebagai daerah resapan air. Pipa-pipa besi masih tersusun dan terhubung rapih di ruang bawah tanah. Orang Belanda memang jagonya mengelola air.

Setelah pernah dikuasai Jepang, Lawang Sewu kemudian pernah dijadikan markas Komando Daerah Militer (Kodam) Diponegoro. Sisa-sisa Kodam Diponegoro masih ada di lantai paling atas, loteng, yang tampaknya digunakan untuk markas utama, karena strategis untuk melakukan pemantauan. Dinas Perhubungan Semarang kemudian sempat juga menempati Lawang Sewu sebagai kantor. Sisa-sisa yang ditinggalkannya hanya terlihat pada plang toilet, masih tertulis di atas pintu toilet: kabag, staf dll.

Lawang Sewu kemudian sempat akan dijadikan sebuah hotel oleh Tommy Soeharto dan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut). Namun Soeharto, Ayah Tommy dan Tutut, tumbang dari tampuk kekuasaan sebagai Presiden Republik Indonesia pada 1998. Rencana pembangunan hotel urung dilakukan.

Lawang Sewu kini berstatus milik PT KAI, namun pengelolaan sehari-harinya diserahkan pada keluarga Kodam Diponegoro yang tinggal disekitar areal Lawang Sewu. Uang hasil kunjungan wisatawan dikelola mandiri untuk perawatan ringan Lawang Sewu semisal kebersihan dll. Lawang Sewu memiliki kuncen, Mbah Ranto namanya, umur 66 tahun, mantan pasukan kavaleri Kodam Diponegoro. Sebelumnya ada dua kuncen, Mbah Ranto dan Mbah Tunggul? (Saya lupa namanya, catatan saya hilang). Saat saya di Lawang Sewu, Mbah Tunggul baru meninggal dua pekan yang lalu.

Tak seluruh ruangan berhasil saya datangi, terlalu banyak pintu, terlalu banyak ruang, terlalu sedikit waktu. Masih banyak yang menarik di sini, masih banyak detail yang belum dituliskan.
Ridwan diapit guide Novi dan Wiwi

Thursday, August 07, 2008

Ruang Publik

Setiap media cetak wajib menyediakan ruang publik, dimana masyarakat dapat menuangkan ide dan mengeluarkan apa yang menjadi kegelisahan dan keresahannya.
Ruang dalam media cetak yang disediakan untuk publik biasanya kemudian berbentuk rubrik surat pembaca dan opini. Dua rubrik tadi menjadi standar minimal penyediaan rubrik untuk aspirasi masyarakat. Beberapa media cetak menyediakan lebih ruang publik dalam bentuk rubrik sastra (cerpen, puisi, resensi buku dll.)

Ruang publik juga merupakan perwujudan dari amanat Undang-undang 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sehingga jika ada seorang pembaca mengritisi pemberitaan melalui hak jawab ataupun hak koreksi, maka media cetak tersebut wajib menerbitkan dalam tempatnya di rubrik yang memang didesain untuk ruang publik, biasanya dalam bentuk rubrik surat pembaca. Bukan dalam bentuk berita ataupun dalam rubrik lain yang bukan disediakan untuk ruang publik.

Jangan Paksa Nenek-nenek Menggigit Anjing

Surat ini pernah saya kirimkan melalui surat elektronik

Kepada Yth
Pemred Radar Banten
Cq Redaktur Hukum dan Kriminal
di
Serang

Assalamualaikum wr wb
Bersama ini saya ingin menyampaikan terima kasih atas pernah dimuatnya hak koreksi saya di Radar Banten beberapa hari lalu, hak koreksi tersebut menyeimbangkan pemberitaan yang pernah dimuat sebelumnya.
Kali ini saya ingin mengajukan keberatan atas judul pemberitaan yang dibuat Candra Dewi (Saya tidak tahu judul tersebut tulisan Candra Dewi atau hasil editan redaktur) tertanggal 31 Juli Aman: Proyek PIR Hanya Didasari Surat Partisipasi dan tertanggal 29 Juli 2008 Kesepakatan Proyek PIR Tidak Memiliki Dasar Hukum.

Dua judul tersebut salah, tidak benar dan tendensius. Saya tak masalah jika fakta di persidangannya memang demikian, jadi persoalan tatkala dalam persidangan faktanya tidak demikian. Saya memiliki notulensi lengkap di persidangan. Saya juga selalu mengomparasikan pemberitaannya dengan Fajar Banten dan Baraya Pos (Keduanya pernah saya protes melalui wartawannya, bahwa kasus akses jalan PIR jelas maka jangan dibuat tidak jelas, setelah protes tersebut saya melihat keseriusan mereka dalam peliputan dan alhamdulillah pemberitaannya sesuai dengan fakta di persidangan)

Sayapun melihat keseriusan Dewi dalam meliput setelah saya menyampaikan hak koreksi saya terdahulu. Ia meliput persidangan dari awal hingga selesai (sesuatu yang hampir tidak pernah dilakukan Dewi dalam peliputan kasus akses jalan PIR). Namun yang saya herankan pemberitaannya selalu menyudutkan dan tendensius, kalau memang benar sih bagi saya (sekali lagi) tak masalah, tapi selalu tidak benar. Sehingga saya menemukan beberapa pola pemberitaan Dewi. Pola pemberitaan yang saya ajukan keberatannya kali ini misalnya, pemberitaannya benar sesuai fakta, namun berseberangan dengan judulnya, salah dan menggiring opini publik bahwa ada korupsi pada kasus akses jalan PIR. Dewi terlihat memaksakannya demikian. Seperti pada judul Aman: Proyek PIR hanya didasari surat partisipasi. Padahal dalam fakta di persidangan terungkap bahwa Proyek PIR tidak "hanya" didasari surat partisipasi, tapi yang utama adanya pertemuan antara pemprov dan pemkab dalam rangka mempersiapkan kedatangan presiden yang menghasilkan kesepakatan pembangunan jalan PIR, mengenai pendanaannya ada komitmen dari pemprov (Dalam isi beritanya sebenarnya sudah ada, tapi tak sesuai dengan judul)

Tidak ada lelang, tender dan SPK karena Pemkab tak memiliki dana saat itu, maka menjadi salah justru jika ada SPK, karena tak ada anggarannya. Kondisi seperti ini diatur dalam pasal 19 PP 105 (Kondisi dimana pemerintah tak memiliki dana atau dana yang ada tak mencukupi, telah pernah disampaikan saat sidang).

Judul kedua Kesepakatan Proyek PIR Tidak Memiliki Dasar Hukum. Judul tersebut memperlihatkan Dewi tak mengerti hukum, dalam isi beritanya sebenarnya benar dan menjelaskan dasar pembangunan jalan akses PIR adalah kesepakatan, namun pola ini sama dengan sebelumnya beritanya benar judulnya (di)sesatkan. Kesepakatan dalam hukum adalah menjadi dasar hukum untuk kedua belah pihak bertindak sesuai kesepakatan. Dan kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak berkekuatan mengikat sebagaimana undang-undang. Kecuali jika kesepakatan tersebut bertentangan dengan undang-undang maka kesepakatan tersebut batal demi hukum.

Saya masih berusaha keras berhusnuzon bahwa Dewi mungkin terpengaruh kuat definisi klasik berita : Kalau anjing menggigit (orang) nenek-nenek itu bukan berita, tapi kalau (orang) nenek-nenek menggigit anjing baru berita.

Tapi kalau faktanya nenek tersebut tak menggigit anjing ya jangan dipaksakan nenek tersebut menggigit anjing. Dewi memaksa nenek-nenek menggigit anjing. Percayalah wi (tolong sampaikan pada Dewi) bahwa anjing menggigit nenek-nenek juga tetap berita kok. "No comment"pun adalah berita.

Fakta di persidangan semakin hari semakin memperjelas posisi kasus jalan akses PIR. Beritakanlah sesuai fakta di persidangan. Jangan tutup nurani. Jangan berpihak pada terdakwa. Jangan berpihak pada jaksa. Berpihaklah pada kebenaran. Jika seandainya Aman Sukarso korupsi maka hukumlah ia, hukum sajalah, jangan sungkan-sungkan. Tapi jika tidak ya bebaskan Ia. Saya tahu ia tak korupsi, saya tahu betul kasus ini. Dan kasus ini berjalan sesuai prosedur, dimana kondisi pemkab tak memiliki anggaran. Tapi mungkin anda akan bergumam "ya iyalah ente anaknya." Tidak bukan karena itu. Saya mengerti kalau anda bergumam begitu, anda tak kenal saya (tolong sampaikan pada Dewi).

Demikian saja. Ini bukan hak koreksi, bukan juga hak jawab yang saya gunakan. Jadi tak usah dimuat tak apa-apa. Tapi saya akan tetap meluruskan hal-hal yang tak benar, entah dalam bentuk hak koreksi atau hak jawab atau hanya tulisan semacam ini. Satu-satunya alasan saya tak melakukan upaya hukum adalah karena saya pernah menjadi bagian dari pers. Ini hanya curhatan yang tak ada dan tak diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Saya lelah dengan pemberitaan Dewi, apatis. Maaf jika bahasa saya jadi tak ilmiah di ending tulisan ini saya benar-benar lelah. Saya harus mencharge jiwa kembali.

wassalam

hormat saya

Ferry F

Monday, July 21, 2008

Fakta yang Terungkap di Senin 21 Juli


Ada 3 saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. Komarudi (Kabid Anggaran) di BPKD, Hasan Sochib dan Ida (staf PT SCRC)

Komarudin :
-Pembayaran akses jalan PIR melalui pembahasan dan rapat lebih dari 2 kali, mengkaji solusi atas permasalahan yang ada, pemimpin rapat Sekda Serang, Aman Sukarso.

-Pembayaran Rp 1 M sebagai uang muka pembayaran tahap awal, menggunakan pos pemeliharaan jalan dan jembatan.

-Pembayaran Rp 1 M tidak mengganggu pos yang ada, karena dikembalikan dalam jangka waktu 1 bulan dari Block Grant. Selain itu total Pos tersebut ada Rp 5 M untuk satu tahun dibagi per tri wulan ada yang Rp 1,7 M dan sebagainya, sehingga masih ada cadangan dana untuk pemeliharaan jalan.

-Pos pemeliharaan jalan tersebut mengambil pos pemeliharaan jalan kabupaten (ada kriteria jalan kota dan sebagainya)

-Penanggulangan pembayaran tersebut tidak salah dan dibenarkan karena posnya memang bersifat umum, tidak untuk jalan tertentu, akan salah jika pos pemeliharaannya bunyi misalnya untuk jalan Anyer (atas pertanyaan jaksa apakah boleh menggunakan pos tersebut)

-SKO dan SPK duluan SKO (atas pertanyaan jaksa apakah ada lampiran SPK saat Komarudin membuat SKO)

Hasan Sochib

-Ada surat partisipasi tertulis dari Bupati Bunyamin dan mengatakan pemabayarannya dari pemprov, sudah dibicarakan.
-Ada penagihan kekurangan pembayaran dari Bupati Taufik Nuriman dan DPRD kepada Gubernur Banten tahun 2006.

-PT SCRC pernah menggugat pemda atas kekurangan pembayaran, pengacara negara dari pemda saat itu adalah jaksa dari kejari.

-dalam gugatan perdata tersebut terjadi perdamaian dan pemkab mengakui pekerjaan tersebut dan akan membantu menagihkan kekurangan pembayaran ke pemprov.

Ida

-Mengantarkan surat penagihan PT SCRC ke Pemkab Serang.
(Ida tak banyak tahu kasus ini kecuali hanya mengantarkan surat san sebagainya)

Sidang Ricuh dalam Kesaksian Haji Hasan Sochib

Maaf saya terburu-buru memposting cerita ini. Saya harus ke Semarang sore ini, sementara banyak yang belum diurus : tiket bis belum dipesan, transfer uang ke UNDIP, surat untuk PSK (Pusat Studi Kepolisian) UNDIPpun belum belum diprint dan ditanda tangan, ambil servisan komputer, printer, tv dan DVD.


Tapi kejadian kemarin belum saya posting. Begini ceritanya, Hasan Sochib bersaksi di persidangan kasus jalan akses PIR Senin (21/7) kemarin. Setelah hakim selesai bertanya, mulailah porsi jaksa bertanya. Jaksa bertanya-tanya seperti biasa mencoba mengontruksi hukumnya sendiri. Sementara Hasan Sochib di awal sidang membawa bukti terbaru : 2 lembar kertas pengajuan pembayaran jalan akses PIR ke Propinsi Banten dari Bupati Taufik Nuriman dan DPRD Kabupaten Serang. Jaksa nanya berputar-putar tanpa mengonversi bahasa ke bahasa yang sederhana yang mudah dimengertinya. Hasan Sochib menjawab bahwa awalnya ada perjanjian berupa surat partisipasi dari Bupati Bunyamin dan minta kepastian dananya. Diyakinkan dananya akan dibantu oleh Pemprop Banten dalam bentuk BlockGrant nanti.

Jaksa bertanya soal bestek, SPK dll (sebenarnya persoalan SPK telah terbantahkan dalam persidangan2 sebelumnya dengan adanya pasal 19 PP 105 dan UU no 17 pasal 28). Hasan Sochib mulai kesal dan balik bertanya pada jaksa Edi Dikdaya. "Menurut bapak eksekutif dan legislatif itu diperlakukan tidak dalam negara Republik Indonesia ini (maksudnya penyelenggara negara adalah eksekutif dan legislatif), itu 2 surat yang jelas bapak nggak akui?"

Edi tak menjawab pertanyaan tersebut dan menanyakan hal lainnya. Hasan Sochib tersinggung, bolak-balik minta dijawab pertanyaannya. Jaksa memberi sinyal pada hakim untuk menengahi. Ketua Majelis Hakim Maenong menengahi. Satu dua pengawal Hasan Sochib berdiri. Hakim mempersilahkan penasehat hukum bertanya. Efran bertanya "Saat proyek itu akan dilakukan..."

"Jangan bicara proyek lagi, ini belum selesai!" Hasan Sochib memutar kursi lagi ke arah jaksa.

Menunjuk-nunjuk jaksa dan sumpah serapah keluar.

"Ini nggak bener penegak hukum, jawab dulu pertanyaan saya, nyari-nyari kesalahan, yang bener mau disalahin, yang salah dibenerin, ini penghianat negara ini, mana, ada wartawan tidak, saya minta dicatat ini ada pengkhianat negara."

Saya menepuk lutut Haji Aep di belakang, Ia terlihat menatap jaksa, "Ka Haji, tenangin bapak," pinta saya. Ia menatap jaksa. Saya menepuk paha pemuda plontos disebelah saya "Siapa yang bisa nenangin bapak,"

"Nggak ada kalau udah begini," wajahnya gusar.

Beberapa 'pengawal' pribadi ke depan membawa tisu dan air mineral.

Sidang dihentikan setelah jaksa dan penasehat menyatakan cukup ketika Hakim menawarkan pertanyaan. Haji Hasan keluar ruangan. Sidang dinyatakan ditutup dan dilanjutkan pekan depan. Jaksa Edi Dikdaya dan Sukoco menghampiri meja penasehat hukum. Seorang lelaki sekretaris pribadi Haji Hasan meyakinkan jaksa tidak apa-apa

"Bapak maen ke Rau juga dijamin nggak ada apa-apa, sudah ditenangkan tadi."

"Tadinya saya mau minta maaf usai sidang, tapi bapaknya langsung keluar," kata Sukoco.
Jaksa M Hidayat menyulut rokok di luar sidang, menyembunyikan ketegangan.
Saya kehilangan momen Hasan Sochib menunjuk jaksa, gak responsif, insting jurnalistiknya mulai tak terasah, kelamaan jadi orang umum. Hmmm.. ayo Fer diasah lagi.

Terima Kasih Candra Dewi


Dalam persidangan kasus dugaan korupsi jalan akses PIR senin (21/7) kemarin di Pengadilan Negeri (PN) Serang, saya melihat Dewi meliput dari awal sampai akhir persidangan. Meskipun diakhir sidang hanya mewawancarai jaksa, namun saya sangat menghargai atas kesungguhannya dalam meliput sebuah peristiwa. Paling tidak Dewi melihat semua fakta yang terungkap di persidangan.

Saya juga melihat Kiki, wartawan Fajar Banten meliput dari awal hingga selesai. Sebelumnya Kikipun memiliki pola kerja yang sama dengan Dewi. Namun setelah bertemu dan saya sampaikan bahwa kasus ini kasus yang jelas dan semakin jelas dalam persidangan terungkap banyak fakta dari keterangan para saksi yang mengarah bahwa unsur korupsi dalam kasus ini tidak terpenuhi. Misalnya setiap saksi yang ditanya hakim apakah ada kerugian negara, mengatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus jalan akses PIR. Maka ikuti persidangannya hingga selesai.

Nasi Samin dan Rabeg


Dua masakan khas serang saya temukan dalam satu waktu di aqiqahannya anak kedua Anis Fuad.
Masakan khas itu adalah nasi samin dan rabeg. Nasi samin biasa dibuat dalam acara aqiqahan. Nasi yang dibumbui bermacam rempah-rempah, mirip nasi kebuli atau nasi pada masakan chicken mandi. Wanginya harum khas, warnanya coklat tipis.
Rabeg adalah cincangan daging, iga dan jeroan kambing seperti usus kepang, babat dan hati. Kuahnya kental coklat berbumbu semur sedikit pedas. Rasanya hangat di perut.

Wednesday, July 16, 2008

Kenapa Saya Membela Aman Sukarso

Saya memang memosisikan diri membela Aman Sukarso.
Bukan karena Ia Ayah saya, suami dari Ibu saya.
Tapi karena saya tahu Ia memang tak bersalah.
Saya bicara kebenaran. Saya tak tahu kalian bicara apa.
Saya bicara nurani. Saya tak tahu kalian bicara apa.
Saya bicara hukum. Saya tak tahu kalian bicara apa.
Kalian pikir saya marah.
Tidak.
Saya tidak marah.
Saya sedang bicara.

Berita Radar Membuat Banyak Orang Suuzhon

Sore tadi saya bertemu Ridwan, rekan kerja saya. Ia menceritakan pertemuannya dengan Muhyi Mohas tadi pagi. Muhyi telah membaca Radar Banten dan menyampaikan pada Ridwan

"tuh bener kan, (korupsi)," ujar Muhyi.
"Nggak pak, bapak coba sekali-kali datang ke persidangan, sering faktanya nggak menjurus kesitu kok," paparnya mencoba meluruskan.
"O, gitu ya, berarti trial (maksudnya trial by the press)."
"Iya."
Ridwan memang beberapa kali menyaksikan persidangan. Saya hanya tersenyum mendengar cerita Ridwan.

"Hmmmff... look what you've done," gumam saya. Beberapa teman saya yang lain juga terpengaruh. Saya sih secara pribadi tak masalah. Jika seandainya Aman Sukarso salah, saya akan mengatakan ia salah. Tapi saya tahu ia benar dalam kasus ini. Jika dalam kasus ini ada korupsi pasti akan saya katakan ada korupsi. Saya tahu, anda tak percaya. Anda tak mengenal saya. Saya memahaminya.

Menyimak Dua Pemberitaan.

Dua berita di bawah ini adalah pemberitaan atas persidangan kasus akses jalan Pasar Induk Rau (PIR) Serang dengan terdakwa Ahmad Rivai pada 15 Juli 2008. Berita diturunkan pada 16 Juli 2008. Lihat bagaimana Radar Banten memilih judul (Judul yang sama juga pernah ditulis Radar Banten beberapa minggu lalu), mencoba selalu mengarahkan dan menggiring opini publik. Saya telah mengetahui pola terbentuknya judul semacam ini. Wartawan bertanya pada jaksa, jaksa mengeluarkan statement, lalu wartawan mengadopsi statement tersebut, dan menyimpulkannya menjadi judul pemberitaan. Padahal akan lebih profesional dan menjadi judul yang tepat kalau memang judul tersebut akan diputuskan menjadi judul adalah, M.Hidayat :"Indikasi Korupsi Kasus PIR Menguat." Kalau tak ada kata M.Hidayat di depannya maka judul tadi menjadi kesimpulan dan tanggungjawab wartawan. Judul tersebut sangat mudah dipatahkan bahkan hanya dengan melihat dan membandingkan isi pemberitaannya, terlihat jelas wartawan tak mengerti definisi dan makna korupsi. Sangat dipaksakan. Tapi saya mulai lelah dengan penzoliman yang bertubi-tubi ini. Maka silahkan sajalah zholimi para terdakwa yang saya tahu betul mereka tak bersalah dan fakta dipersidangan menjelaskan demikian. Saya kemudian merasa kenapa harus selalu meluruskan sesuatu yang semestinya sudah lurus? Sehingga harus mengatakan "woi salah loh pemberitaannya, ente nyimak persidangannya nggak sih? Banyak energi terbuang, mudah-mudahan tidak percuma. Innallaha maashobirin. Persoalannya adalah apakah kesabaran menyelimuti saya? Semoga demikian adanya. Ishbiru.
Bandingkan dengan pemberitaan Fajar Banten di bawahnya. Saya tak pernah memberi Kiki (wartawan Fajar Banten) uang atau apapun. Bagi saya amplop pada wartawan jelas hukumnya, haram. Wartawan harus bebas amplop. Wartawan pekerjaan mulia. Seseorang pernah mengusulkan 'mengajak makan' para wartawan. Saya menolak. Ini persoalan kebenaran. Saya masih percaya para wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Serang bukan wartawan amplop, bukan wartawan bodrek, semoga demikian adanya. Sehingga saya hanya meminta tolong agar mengikuti persidangan (Baca : Bertemu dengan wartawan) dan memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik.

Pada akhirnya, inilah kedua berita itu.
Berita Radar Banten:
Indikasi Korupsi Kasus PIR Menguat
Rabu, 16-Juli-2008,
Rencana Biaya Dibuat Setelah PIR Diresmikan
SERANG – Indikasi korupsi dalam proyek pembangunan jalan lingkar dan drainase Pasar Induk Rau (PIR) menguat. Pasalnya, mantan Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang Hidayat mengakui jika rencana biaya (RB) proyek senilai Rp 9 miliar tersebut dibuat hampir satu bulan setelah pasar yang terletak di Kota Serang tersebut diresmikan Presiden RI Megawati Sukarnoputri. Padahal seharusnya, RB dibuat sebelum proyek dilaksanakan. Keterangan Hidayat disampaikan di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang dalam kasus tersebut dengan terdakwa mantan Pjs Bupati Serang Ahmad Rivai. “Saya membuat secara global RB pembangunan 7 ruas jalan di Serang termasuk jalan PIR pada 10 Agustus 2004 karena ada surat dari Pjs Bupati,” katanya. Dalam RB itu, pembangunan jalan lingkar dan drainase PIR menghabiskan dana hingga Rp 9,30 miliar. Selain permintaan pembuatan RB, Hidayat juga mengakui jika dirinya diminta melakukan stock opname atas proyek tersebut oleh Ahmad Rivai yang kemudian disanggupi, walaupun ia mengaku tak tahu kapan proses pembangunannya. “Stock opname dilakukan atas tagihan PT SCRC,” terangnya. Hasilnya, lanjut dia, diketahui nilai proyek mencapai Rp 8,44 miliar. “Nilai proyek berdasarkan stock opname lebih rendah karena ada pelebaran jembatan di sebelah selatan Rau yang tidak dikerjakan PT SCRC,” tegasnya sambil menambahkan, jalan lingkar PIR itu sudah layak dan mampu menahan beban tonase hingga 5 tahun pemakaian. Di akhir kesaksiannya, Sekretaris DPU Kota Serang itu menginformasikan bahwa stock opname tidak diikuti Bawasda Kabupaten Serang. “Saya nggak tahu alasannya kenapa,” katanya. Kesaksian Hidayat itu mengundang rasa ingin tahu jaksa penuntut umum (JPU). JPU M Hidayat mengatakan, berdasarkan keterangan beberapa saksi dalam sidang sebelumnya diketahui jika peresmian PIR terjadi pada tanggal 30 Juli 2004. “Itu artinya RB dibuat sebulan setelah proyek diresmikan. Padahal mestinya, RB dibuat sebelum proyek berjalan, karena RB adalah acuan dalam pembiayaan proyek,” katanya. Fakta ini, kata JPU, menunjukkan kalau proyek PIR dikerjakan tanpa melalui tender sehingga tidak ada surat kontrak kerja. “Ini menguatkan tindak pidana korupsi oleh terdakwa,” pungkasnya. Sementara itu, mantan Kepala Bawasda Kabupaten Serang RA Syahbandar dalam kesaksiannya mengatakan, dirinya memang diperintahkan melakukan stock opname oleh Ahmad Rivai yang akan dijadikan dasar pembayaran proyek jalan lingkar PIR ke PT SCRC. “Tapi kami mengalami kesulitan karena mata anggaran proyek tersebut tak tercantum di APBD TA 2004, sehingga kami akhirnya tak melakukan stock opname,” katanya seraya mengatakan, dirinya sudah memohon petunjuk kepada Pjs Bupati atas tidak dilaksanakan stock opname oleh pihaknya. Selain dua pejabat tersebut, sidang sedianya juga menghadirkan mantan Bupati Serang Bunyamin. Namun saksi terakhir tidak hadir dengan alasan sakit. Lantaran itu, jaksa akan mengirimkan surat panggilan kedua. (dew)


Berita Fajar Banten:
Sidang Lanjutan Kasus Jalan PIR
Perintah Opname Sempat Ditolak
Serang, (FB).-
Mantan Kepala Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Serang RA. Syahbandar (sekarang Sekda Kabupaten Serang) menyatakan, pihaknya sempat menolak perintah pelaksanaan opname terhadap proyek jalan Pasar Induk Rau (PIR) Serang.
Keterangan tersebut disampaikannya saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan dugaan korupsi proyek jalan sekitar PIR Serang dengan terdakwa H. Ahmad Rivai (mantan Pjs. Bupati Serang) di Pengadilan Negeri (PN) Serang.
Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Maenong, SH meminta saksi untuk menjelaskan tentang adanya perintah Bupati Serang untuk opname pekerjaan perbaikan jalan akses PIR Serang yang telah dilaksanakan PT Sinar Ciomas Raya Contraktor (SCRC). Saksi membenarkan adanya perintah opname dari Pjs. Bupati Serang. Surat perintah opname tersebut disampaikan kepada Bawasda dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang.
Akan tetapi, saksi mengaku tidak mau melaksanakannya karena proyek tersebut tidak ada kontraknya. Akibat sikapnya tersebut, saksi mengaku sempat dipanggil pjs. bupati. Dalam kesempatan tersebut, saksi menjelaskan untuk mengopname proyek tersebut sangat sulit. Sementara DPU melaksanakan opname pekerjaan yang telah dikerjakan PT SCRC.
Setelah adanya opname tersebut, kemudian diketahui proyek jalan PIR Serang dibayar Pemkab Serang. Pembayaran baru Rp 5 miliar dari nilai pekerjaan sekitar Rp 9 miliar.
Saksi mengatakan, atas kejadian tersebut, pihaknya sempat memeriksa DPU. Hasilnya, ditemukan dokumen terkait pembayaran proyek jalan PIR tersebut.

Dikerjakan 2004
Menurut saksi RA Syahbandar pekerjaan perbaikan jalan tersebut dilaksanakan PT SCRC saat menjelang peresmian PIR Serang oleh presiden pada 2004. Ketika itu, jalan akses PIR sangat rusak. Sekarang, kondisi jalan akses PIR Serang, sudah bagus dan dapat dinikmati masyarakat. Tim pengacara terdakwa sempat meminta penegasan saksi atas keterangannya tentang sikapnya yang sempat menolak perintah bupati untuk mengopname pekerjaan proyek jalan PIR. “Kepada bupati, saya tidak mengatakan menolak, tapi kesulitan,” kilahnya. Sidang kasus dugaan korupsi proyek jalan PIR Serang dengan terdakwa H Ahmad Rivai, juga menghadirkan saksi mantan Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang, Ir. Hidayat (Sekarang sekretaris DPU Kota Serang). Dalam kesaksiannya, Hidayat menerangkan hal yang hampir sama dengan RA Syahbandar. Saksi Hidayat membenarkan pihaknya pernah melakukan opname pekerjaan perbaikan jalan akses PIR Serang. Dia melaksanakan opname tersebut atas perintah atasannya. Sidang kemudian ditunda dan akan dilanjutkan pekan depan. (H-33).

Tuesday, July 15, 2008

Koreksi Terhadap Pemberitaan Radar Banten

Hak koreksi ini saya layangkan Rabu (16/7)

Yth Pemimpin Redaksi Radar Banten
cq Redaktur Rubrik Hukum dan Kriminal
di
Serang.

Assalamualaikum, wr, wb
Sebelumnya saya perlu mengenalkan diri, saya Ferry Fathurokhman, putera ke empat dari Aman Sukarso yang saat ini menjadi terdakwa dalam perkara pidana dugaan korupsi jalan akses Pasar Induk Rau Serang.
Bersama ini saya menggunakan hak koreksi sebagaimana diatur dalam pasal 1 ke-12 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Koreksi yang ingin saya sampaikan adalah mengenai pemberitaan tertanggal 15 Juli 2008 dengan judul berita Chasan Sochib Batal Jadi Saksi Kasus PIR.
kutipan berita yang perlu dikoreksi adalah sebagai berikut :

......Kesaksian Juanda kemudian dibantah oleh Aman Sukarso yang mengatakan, saat ia memerintahkan pembayaran, pekerjaaan pendahuluan PIR sudah berjalan. Keterangan Juanda itu dikuatkan oleh keterangan bendahara DPU Mamah Rohimah yang membenarkan sudah dua kali melakukan pembayaran ke PT SCRC. “Pembayaran pertama Rp 1 miliar dan pembayaran kedua Rp 4 miliar,” katanya.......

Bantahan Aman Sukarso yang sebenarnya terhadap kesaksian Juanda bukan seperti dituliskan di atas. Fakta mengenai bantahan yang terjadi di persidangan adalah bahwa saat Aman Sukarso memerintahkan pembayaran, pemeriksaan (opname) DPU Kabupaten Serang sedang berlangsung. Namun dalam pembahasan yang dilakukan bersama BPKD dan Kepala Dinas PU Kabupaten Serang, Juanda, ada laporan lisan dari Juanda bahwa pekerjaan memang ada berdasarkan hasil opname. Hasil opname secara tertulis saat itu belum dibuat. Berdasarkan pembahasan bersama itulah kemudian pembayaran diperintahkan.
Ini untuk meluruskan pertanyaan jaksa terhadap saksi yang mencoba mengontruksi bahwa hasil opname belum ada tapi sudah dilakukan pembayaran. Juanda saat diklarifikasi di persidangan kemudian ingat kembali dan mengamini klarifikasi yang dilakukan Aman Sukarso. Ada dua hal sebetulnya yang diklarifikasi Aman Sukarso yang kemudian keduanya dibenarkan oleh saksi Juanda, namun yang ditulis Radar Banten hanya satu dan salah mengenai apa yang diklarifikasikan.

Demikian koreksi saya agar kualitas pemberitaan Radar Banten lebih terjaga. Saya memahami kenapa kekeliruan itu dapat terjadi. Di lapangan, Senin (14/7) lalu, wartawan Radar Banten tak mengikuti persidangan dan hanya menanyakan hasil persidangan pada Jaksa Penuntut Umum Sukoco di akhir persidangan.

Dalam kesempatan ini juga saya menghimbau kepada Radar Banten untuk mengingatkan wartawannya agar dalam melakukan pemberitaan menjunjung prinsip-prinsip jurnalisme seperti fairness, balance dan cover both side. Dalam pemberitaannya, beberapa kali Radar Banten memuat berita yang sepihak dan terkadang tak sesuai dengan fakta yang terjadi di persidangan.

Saya pernah mencoba meluruskan pemberitaan-pemberitaan tersebut melalui Candra Dewi dengan menyerahkan alamat blog saya dimana terdapat banyak hal mengenai kasus akses jalan PIR dari kronologis, kesalahan jaksa hingga analisa kesalahan pada berita Radar Banten.

Sebelum pemberitaan kasus PIR, saya percaya Radar Banten adalah media yang dapat saya hargai dalam hal kualitas pemberitaan. Namun kepercayaan tersebut mulai pudar seiring terjadinya penzholiman yang dilakukan lapis demi lapis oleh pemberitaan di Radar Banten yang tak sesuai dengan fakta di lapangan. Beberapa kawan dan audiens yang hadir dalam persidangan selalu mengernyitkan kening keheranan atas berita Radar Banten keesokan harinya. Saya punya kepentingan terhadap kualitas pers yang baik. Saat terjadi kasus Sabawi misalnya, saya dan kawan-kawan melakukan diskusi dan menyuport dengan mengirimkan tulisan. Bukan Sabawi yang kami lihat, tapi upaya membungkam kebebasan pers yang terjadi.

Demikian koreksi dan himbauan ini saya sampaikan, semoga pemberitaan di Radar Banten dapat lebih baik lagi dalam arti menjalankan fungsi pers yang sesungguhnya. Mengabarkan pada masyarakat mengenai fakta yang ada, yang terjadi, sehingga masyarakat dapat memutuskan apa yang akan mereka lakukan. Bukan mengarahkan dan menggiring opini publik pada pihak tertentu. Sebab saya percaya semakin baik mutu jurnalisme semakin baik mutu masyarakatnya.

Terima kasih. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. Saya rasa ini akumulasi dari keheranan dan penzoliman yang terjadi dalam pemberitaan Radar Banten.

Wassalamualaikum.

Ferry Fathurokhman
Post script : Untuk mengecek analisa berita, kronologis dan lainnya dapat dilihat di www.feryfaturohman.blogspot.com , blog ini menjadi alternatif dan referensi masyarakat terhadap pemberitaan yang ada. Blog ini juga mengungkap fakta-fakta sejak penahanan yang dilakukan jaksa yang tak ter(di)ungkap.

Yang tak (di)Tuntas(kan) dalam Berita Radar Banten

Mari kita telaah framing yang coba dibangun oleh pemberitaan di Radar Banten.

Chasan Sochib Batal Jadi Saksi Kasus PIR

Selasa, 15-Juli-2008, 07:44:19

Sementara itu, dalam kesaksiannya, mantan kepala DPU Kabupaten Serang Juanda mengaku diperintahkan oleh terdakwa dalam sidang tersebut yaitu Aman Sukarso untuk membayarkan uang Rp 1 miliar ke PT SCRC pada 20 Mei 2005 dengan alasan ada penagihan dari PT SCRC. Di saat bersamaan, Juanda kembali mendapatkan perintah terkait proyek PIR dari Pjs Bupati Serang Ahmad Rivai. “Saya diperintahkan melakukan stock opname terhadap proyek PIR. Hasilnya proyek tersebut menghabiskan dana hingga Rp 9 miliar,” katanya. Untuk diketahui hasil stock opname itulah yang kemudian dijadikan dasar pembayaran kepada PT SCRC. Kesaksian Juanda kemudian dibantah oleh Aman Sukarso yang mengatakan, saat ia memerintahkan pembayaran, pekerjaaan pendahuluan PIR sudah berjalan. Keterangan Juanda itu dikuatkan oleh keterangan bendahara DPU Mamah Rohimah yang membenarkan sudah dua kali melakukan pembayaran ke PT SCRC. “Pembayaran pertama Rp 1 miliar dan pembayaran kedua Rp 4 miliar,” katanya.

Hari Senin 14 Juli 2008 adalah hari dimana jaksa tak bersemangat karena hampir semua keterangan saksi justru memperjelas dan meringankan terdakwa Aman Sukarso. Tetapi angle judul yang diambil adalah ketidakhadiran Hasan Sochib sebagai saksi, bandingkan dengan judul Fajar Banten pada hari yang sama.

Lalu kita lihat isinya. Saya akan jelaskan kesaksian Juanda yang diluruskan oleh terdakwa. Dalam akhir persidangan ada dua hal sebenarnya yang diluruskan Aman Sukarso atas kesaksian Juanda, yang kemudian saksi Juanda memenarkan koreksi terdakwa tersebu. Namun saya hanya akan membahas hal yang diberitakan Radar Banten.
Bahwa saat ada tagihan PT SCRC maka dilakukanlah opname, memeriksa pekerjaan tersebut. Pada saat pembayaran dilakukan terdakwa mengingatkan ahwa memang laporan tertulis dari DPU Kabupaten Serang belum selesai. Tapi saat pembahasan yang dihadiri oleh Juanda, BPKD, diketahui bahwa pekerjaan tersebut ada dan DPU melaporkannya secara lisan. Sehingga ini menepis tuduhan jaksa bahwa pembayaran dilakukan sebelum ada hasil opname.
Hasil opname oleh jaksa kemudian dikontruksikan sebagai dasar untuk membayar--Radar Banten pun kemudian cenderung mengontruksikan hal yang sama. Padahal prinsip dasar hasil opname adalah untuk memeriksa apakah pekerjaan tersebut benar adanya dan baru kemudian untuk dilakukan pembayaran, sebab bagaimana akan dibayar jika tidak ada hasil pekerjaannya? Jadi memang hasil opname dilakukan untuk membayar. Hanya kerangka berfikirnya yang berbeda. Opname pun dilakukan dengan serius dan akur bukan fiktif ataupun akal-akalan. Dari kesaksian subdin Bina Marga Hidayat terdahulu, diketahui ia memeriksa jalan tersebut dengan melakukan drilling dan uji lab terhadap jalan tersebut. Dari hasil drilling diketahui bahan material apa saja yang dipakai dan berapa jumlahnya. Satu hal kemudian muncul di persidangan bahwa hasil penghitungan opname lebih kecil dari tagihan PT SCRC, dan Pemkab Serang hanya mengakui hasil opname DPU Pemkab Serang. Fakta tersebut tentu saja tak muncul di pemberitaan, hal yang mengherankan bukan?

Lihat pemberitaan yang saya bold hitam
Kesaksian Juanda kemudian dibantah oleh Aman Sukarso yang mengatakan, saat ia memerintahkan pembayaran, pekerjaaan pendahuluan PIR sudah berjalan. Keterangan Juanda itu dikuatkan oleh keterangan bendahara DPU Mamah Rohimah yang membenarkan sudah dua kali melakukan pembayaran ke PT SCRC.

Ada dua kalimat di atas. Kalimat pertama berbeda persoalan dengan kalimat kedua, tapi dipaksakan berkaitan sehingga berkesan Mamah menguatkan keterangan Juanda maka berkesan Mamah dan Juanda versus Aman Sukarso. Mamah menguatkan kesaksian Juanda. Padahal dalam persidangan yang terjadi bukan seperti itu, tapi seperti yang saya ceritakan di atas sebelumnya. Kenapa konstruksi hukum yang coba dibangun Radar Banten atau Candra Dewi jadi semakin jelas? Jadi rucek karena mengeluarkan energi yang seharusnya tak terjadi. Hmmm... ini semakin memperbesar tanda tanya saya pada Radar Banten atau khususnya Dewi, ada apa sih? Kalau saya secara prinsip jelas dimana saya berdiri, kalau memang salah ya salahlah ia, kalau benar ya benar. Jangan benar disalahkan, salah dibenarkan. Saya berpihak pada terdakwa bukan karena ia bapak saya, tapi karena saya tahu benar kasusnya bagaimana, saya tahu ia tak salah. Ia dizholimi. Dan kini ia dizholimi oleh pemberitaan yang tidak fair. Sama seperti ketika saya di kampus mendiskusikan penzholiman yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cilegon terhadap Radar Banten dalam kasus Sabawi. Saya mengirimkan opini yang menjelaskan fungsi dan kedudukan pers, sayang tak dimuat karena sepertinya telah terjadi kesepakatan untuk di'peti es'kan.

Komparasi Pemberitaan

Di bawah ini ada dua pemberitaan yang sangat berbeda dengan peristiwa yang sama. Saya berada dalam persidangan tersebut dari awal hingga akhir. Kiki, wartawan Fajar Banten, terlihat mengikuti persidangan, sementara Dewi, Radar Banten dan Fierly Banten Raya Pos, tak mengikuti persidangan, hanya beberapa kali mengencek keberadaan persidangan. Ada persidangan lain di lantai 2 Pengadilan Negeri (PN) Serang, perkara dugaan korupsi pengadaan lahan KP3B. Dewi lebih intensif meliput persidangan di lantai 2. Setelah persidangan akses jalan PIR selesai, Dewi dan Fierly terlihat meminta keterangan Jaksa penuntut Umum Sukoco, mungkin karena tak mengikuti persidangan, saya menghampiri dan menyalami ketiganya, Dewi tampak melirik saya, mungkin ia telah membuka blog saya. Sementara Fierly, saya mengenalnya saat saya mendampingi siswi SMUN 1 Jayanti kabupaten Tangerang yang didrop out karena diduga melakukan zina, versi si klien, dia diperkosa. Saya mewakili Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum FH Untirta saat itu. Kiki tak terlihat entah kemana, tak bertanya pada Sukoco juga tak bertanya pada pihak terdakwa, mungkin karena ia mengikuti persidangan dan telah mendapatkan keterangan melalui jalannya persidangan.

Beberapa fakta yang terungkap di persidangan antara lain dari saksi Juanda adalah tidak ada kerugian negara dalam akses jalan PIR, nilai perhitungan DPU Kabupaten Serang saat pemeriksaan fisik pekerjaan di lapangan lebih kecil dibandingkan tagihan PT SCRC. Dari saksi Mamah Rohimah terungkap pengeluaran dana Rp 1 M tak memerlukan SPK karena merupakan Beban Sementara (BS).

Di bawah ini adalah hasil pemberitaannya :

Komparasi dua pemberitaan

Berita Fajar Banten pada hari yang sama

Keterangan Mantan Kepala DPU Serang
PT SCRC Dirugikan dalam Proyek Jalan PIR

Selasa 15 Juli 2008.
Serang, (FB).-
Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang Ir.H.Juanda menilai PT Sinar Ciomas Raya Contraktor (SCRC) dirugikan dalam proyek jalan akses Pasar Induk Rau (PIR) Serang. Penilaian ini disampaikan Juanda ketika memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek jalan PIR Serang dengan terdakwa H Aman Sukarso (Mantan Sekda Serang) di Pengadilan Negeri (PN) Serang, kemarin.

Dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Maenong SH, saksi Juanda menjelaskan, secara fisik, Pemkab Serang tidak dirugikan dalam proyek jalan akses PIR Serang. Pasalnya pekerjaan telah dilaksanakan PT SCRC dan fisiknya bisa dinikmati masyarakat umum sekarang.

“Siapa yang dirugikan dalam proyek tersebut,”tanya hakim anggota majelis Sabarudin SH. Yang dirugikan dalam proyek tersebut adalah PT SCRC,” kata Juanda. Menurut Juanda berdasarkan hasil opname yang dilakukannya, proyek jalan PIR menghabiskan biaya antara Rp 9 miliar sampai Rp 10 miliar. Akan tetapi, jelas saksi, proyek tersebut belum dibayar seluruhnya. Pemkab Serang baru membayar ke PT SCRC senilai Rp 5 miliar, sedangkan sisanya belum dibayar karena tidak ada dananya. “Untuk melunasinya, Bupati Serang saat itu telah mengajukan tambahan dana ke Pemprov Banten, namun belum ada realisasinya,” katanya.

Mantan Kepala DPU Kabupaten Serang itu, menjelaskan, pihaknya melakukan opname pekerjaan perbaikan jalan, menuju PIR Serang atas dasar, perintah Pjs Bupati Serang, H Ahmad Rivai. Opname dilakukan untuk pembayaran kepada PT SCRC yang telah mengerjakan kegiatan tersebut.

Tidak ada
Pekerjaan perbaikan jalan tersebut dilaksanakan PT SCRC saat menjelang peresmian PIR Serang oleh Presiden pada 2004. Ketika itu, jalan akses PIR saat rusak. Saksi Juanda membenarkan bahwa proyek tersebut tidak masuk dalam APBD 2005. Menjawab pertanyaan majelis hakim, saksi Juanda membenarkan, sebenarnya proyek yang tidak ada dalam APBD tidak dibenarkan. Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) Sukoco SH mempertanyakan tentang dasar pembayaran yang dilakukan Pemkab Serang kepada PT SCRC. Saksi Juanda menyatakan dasar pembayaran dilakukan Pemkab adalah hasil opname. Atas dasar opname tersebut Saksi mengajukan surat peribtah pembayaran (SPP). SPP tersebut diajukan dua tahap, tahap pertama Rp 1 miliar dan tahap kedua Rp 4 miliar. Pengajuan SPP Rp 1 miliar tersebut, atas perinta Sekda Serang. Sidang kemudian ditunda dan akan dilanjutkan pekan depan (H-33)***


Berita Radar Banten
Chasan Sochib Batal Jadi Saksi Kasus PIR
By redaksi
Selasa, 15-Juli-2008, 07:44:19
57 clicks

*Kepala PU dan Bendahara PU Ngaku Diperintah Terdakwa
SERANG – Jatuh sakit, Direktur PT Sinar Ciomas Raya Contraktor (SCRC) Chasan Sochib batal memberikan kesaksian dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalan lingkar dan drainase Pasar Induk Rau (PIR), Senin (14/7). Sehingga sidang di Pengadilan Negeri (PN) Serang hanya mendengarkan keterangan dari mantan kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Serang Juanda dan bendahara DPU Mamah Rohimah. Menurut keterangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sukoco yang ditemui usai sidang, berdasarkan surat yang diterima oleh pihaknya, Chasan Sochib saat ini sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura. “Oleh karena itu, kesaksiannya akan kita tunda hingga yang bersangkutan sembuh,” katanya. Sementara itu, dalam kesaksiannya, mantan kepala DPU Kabupaten Serang Juanda mengaku diperintahkan oleh terdakwa dalam sidang tersebut yaitu Aman Sukarso untuk membayarkan uang Rp 1 miliar ke PT SCRC pada 20 Mei 2005 dengan alasan ada penagihan dari PT SCRC. Di saat bersamaan, Juanda kembali mendapatkan perintah terkait proyek PIR dari Pjs Bupati Serang Ahmad Rivai. “Saya diperintahkan melakukan stock opname terhadap proyek PIR. Hasilnya proyek tersebut menghabiskan dana hingga Rp 9 miliar,” katanya. Untuk diketahui hasil stock opname itulah yang kemudian dijadikan dasar pembayaran kepada PT SCRC. Kesaksian Juanda kemudian dibantah oleh Aman Sukarso yang mengatakan, saat ia memerintahkan pembayaran, pekerjaaan pendahuluan PIR sudah berjalan. Keterangan Juanda itu dikuatkan oleh keterangan bendahara DPU Mamah Rohimah yang membenarkan sudah dua kali melakukan pembayaran ke PT SCRC. “Pembayaran pertama Rp 1 miliar dan pembayaran kedua Rp 4 miliar,” katanya. Ia kemudian merinci, pembayaran Rp 1 miliar atas perintah Aman Sukarso melalui kepala dinas PU yang meminta agar dibuatkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) untuk proyek PIR pada 20 Mei 2008. “Karena dananya belum turun dari provinsi, untuk pembayarannya ngambil dulu dari mata anggaran perbaikan jalan dan jembatan. Terus dimasukkan ke pos beban sementara (BS). Karena itu termasuk pinjaman,” terangnya sambil mengatakan tindakannya itu atas perintah atasannya yaitu kepala Bagian Keuangan atas perintah kepala PU. Oleh karena masuk ke pos BS itulah, lanjut Mamah, memandang tak perlu ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan Surat Kontrak yang menjadi syarat pencairan. “Lagipula, sudah diganti kok pada 15 Juni 2005, dari dana block grant,” pungkasnya. Sedangkan pembayaran kedua dilakukan Mamah atas perintah Ahmad Rivai setelah ia memerintahkan kepala PU untuk melakukan stok opname. Usai Mamah memberikan kesaksian, majelis hakim yang diketuai Maenong didampingi Sabarudin Ilyas dan Toto Ridarto menutup sidang dan akan dilanjutkan pekan depan. (dew)

Bertemu Chandra Dewi, Wartawan Radar Banten

Satu bulan lalu saya menemui Chandra Dewi, wartawan Radar Banten. Saya sebetulnya heran dengan berita-berita yang dituliskan Dewi, yang berpihak pada jaksa. Terkadang menuliskan fakta yang tidak ada dalam persidangan, terkadang hanya memuat sebagian fakta yang berpihak pada jaksa, terkadang tak mengikuti persidangan dan menanyakan hasil akhir persidangan hanya pada pada jaksa, terkadang menuliskan judul tendensius yang menggiring mengarahkan opini publik, ada apa dengan Chandra Dewi? Padahal ada saya, pengacara, terdakwa di saat yang sama, atau bahkan hakim, tapi tak pernah dimintai konfirmasinya. Dimana asas fairness, balance, cover both side? Dalam beberapa situasi memang berita dapat diturunkan jika cover both side tidak dapat dilakukan jika ada kendala teknis pada hari tersebut. Tapi kendala teknis tersebut tak ada. Dan pengabaian cover both side terjadi tiap pekan. Radar Banten bukan korannya jaksa kan?
Maka saya menemuinya di Pengadilan Negeri (PN) Serang. Tak banyak yang saya sampaikan, saya hanya menuliskan alamat blog saya dan menyerahkan padanya, http://www.feryfaturohman.blogspot.com/ "Ini akan membuat berita Dewi lebih berimbang,"jelas saya. Dewi menerimanya "Boleh," jawabnya singkat.

Bertemu dengan Wartawan

Senin (7/7) lalu, saat persidangan atas terdakawa Aman Sukarso ditunda karena jaksa penuntut umum berhalangan hadir berkaitan dengan Pekan Olah Raga (POR) Kejaksaan se Banten, saya menyempatkan diri menemui wartawan. Di ruang pers di belakang ruang sidang, hanya ada Fierly dari Banten Raya Pos dan Kiki dari Fajar Banten (Kiki memakai kode H-33 dalam pemberitaan di Fajar Banten).Belum ada penggunaan By Line di media cetak Banten, kecuali pada berita berjenis feature di Radar Banten yang biasanya berada di halaman depan bagian bawah, mirip feature pada Kompas. Sayang tak ada Chandra Dewi dari Radar Banten.
Saya menyampaikan pada Fierly dan Kiki agar menuliskan berita dengan memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, fairness dan balance. wartawan harus tak berpihak kepada keduabelah pihak dan harus berimbang dalam pemberitaan. Wartawan harus berpihak pada kebenaran. Kebenaran yang mana? Kebenaran yang muncul dalam persidangan. Kebenaran yang diungkapkan para saksi. Kebenaran yang berlapis dari pekan ke pekan. Selama ini saya melihat wartawan berpihak pada jaksa. Banyak sekali fakta yang muncul di persidangan yang menjelaskan duduk perkara kasus jalan akses Pasar Induk Rau (PIR) Serang yang meringankan terdakwa tak ditulis wartawan. Fierly meminta contoh fakta-fakta tersebut. Saya menjelaskan misalnya, ketika saksi RA Syahbandar (Sekretaris Daerah Kabupaten Serang sekarang) ditanya hakim tentang kerugian negara. RA Syahbandar mengatakan tak ada kerugian negara. Demikian juga saksi lainnya seperti Dirgana, menjawab hal yang sama ketika ditanya manjelis hakim apakah ada kerugian negara. Belakangan semakin banyak saksi yang mengatakan tak ada kerugian negara dalam kasus jalan akses PIR. (Ada banyak fakta lain yang tak diberitakan wartawan, saya tulis dalam tulisan terpisah).
Saya tak meminta wartawan untuk berpihak pada terdakwa. Saya hanya meminta wartawan berpihak pada kebenaran sebagaimana seharusnya wartawan berpihak. Memang banyak persoalan teknis di lapangan, seperti misalnya wartawan dituntut menulis 2 sampai 3 berita dalam satu hari, semakin banyak berita yang ditulis dalam satu hari, semakin berkurang tingkat keakuratannya. Di lapangan saya menyaksikan wartawan tak mengikuti proses persidangan secara utuh atau bahkan tak mengikuti persidangan, lalu kemudian pada akhirnya meminta kesimpulan persidangan pada jaksa penuntut umum (JPU) semata. Sehingga faktanya menjadi sepihak bahkan terkadang tak sesuai dengan fakta yang ada dipersidangan (pernah ada dalam suatu hari JPU Hidayat terpojokkan dengan pertanyaannya sendiri saat bertanya pada saksi Dirgana tentang pengeluaran uang Rp 1 miliar yang tak sesuai prosedur karena tak ada (surat perintah kerja) SPK dan lain-lain, saat dijelaskan bahwa pengeluaran itu adalah beban sementara (BS) sehingga cukup dengan bend 1 bend 2 dan bend 3, JPU Hidayat tak menyangka ada prosedur BS sehingga tak sesuai dengan skenario pertanyaannya dan runtuh ditengah-tengah, sehingga jurus JPUnya keluar "saudara saksi jangan berputar-putar", audiens bergumam kesal, sebab semua orang bisa melihat yang berputar-putar adalah JPU yang mencoba menyusun skenario konstruksi hukumnya sendiri dan kemudian runtuh di tengah pertanyaannya sendiri.
Berita yang tak sesuai dengan fakta atau terlebih berbohong adalah kesalahan fatal dalam dunia jurnalistik.Fierly dan Kiki kemudian menjelaskan kendala teknis yang dialaminya, misalnya diedit oleh redaktur (Saya mengerti kendala teknis ini, idealnya wartawan belum boleh pulang sebelum beritanya selesai diedit, saya teringat saat menulis kasus penipuan terhadap warga Way Tuba oleh oknum mahasiswa Universitas Lampung (Unila), setelah berita selesai ditulis, M. Ma'ruf, Pemimpin Redaksi mengedit dengan didampingi saya di sampingnya, ada proses cross check antara wartawan dan editor).
Kiki berterima kasih karena telah diingatkan dan diperhatikan. Fierly meyakinkan "Insya Allah kita dari awal nggak berniat berpihak pada siapapun."
Saya menyampaikan kasus jalan akses PIR ini adalah kasus yang jelas, jangan kemudian dibuat tidak jelas, silahkan ikuti persidangannya, terbuka. Saya meminta maaf jika ada kata yang tak berkenan, tapi saya punya kewajiban mengingatkan. Saya beruntung dengan adanya kasus ini saya juga jadi berkesempatan mengevaluasi pekerjaan wartawan secara lebih intensif. Saya rasa kita semua punya kewajiban meningkatkan mutu jurnalisme di Banten. Sebab semakin baik mutu jurnalisme semakin baik pula mutu masyarakatnya.

Monday, July 14, 2008

There's a Shrimp Behind The Rock

Beda Sate Padang Pariaman dan Padang Panjang


Sate padang adalah salah satu makanan kesukaan saya. Sate Padang berbeda teksturnya dengan sate Madura. Daging sapinya dibumbu kuning, dalam satu tusukan tak semuanya daging, kadang ada lidah sapi dan jeroan lainnya. Proses pembuatannya sama saja dengan sate pada umumnya. Sate yang sudah diungkeb bumbu kuning dibakar. Sambil menunggu sate matang, piring sajinya dialasi daun pisang dan diberi ketupat lembut yang lumer dimulut tanpa perlu digigit, cukup mengatupkan mulut. Sate matang kemudian ditaruh diatas tumpukan ketupat lalu disiram bumbu kental. Voila. Sate Padang siap disantap. Eit, lupa, terakhir, ditopingi dengan taburan bawang goreng, harum. Cobalah. Kelezatan ada di tiap gigitnya. Yummy.

Saya mendapat ilmu baru saat sarapan sate Padang di Pasar Tugu Bandar Lampung. Saya jadi tahu ternyata ada dua jenis sate Padang. Pariaman dan Padang Panjang. Ini berkat saya sarapan dengan kakak ipar saya, brother in law, Harlans M Fachra. Dia menyapa Uda penjual sate Padang, sesaat setelah melihat sate Padang yang disajikan.

“Pariaman ya jo,” katanya.
“Iya, kok tau,” jawabnya

Lalu mereka berdua terlibat dalam obrolan bahasa Padang yang saya tak mengerti artinya. Hmm.., kira-kira mereka berdua ini saling mengerti nggak sih saat mereka mengobrol, hehe.
Kemudian Harlans menjelaskan perbedaan sate Padang Pariaman dan sate Padang, Padang Panjang. Bumbu Pariaman merah, pewarnanya cabe merah, sementara bumbu Padang Panjang kuning berasal dari kunyit. Soal rasa, kabarnya masing-masing punya kenunggulan. Tapi lidah saya mengatakan dua-duanya nikmat. Luar biasa nenek moyang kita yang pandai meracik bumbu. Luar biasa yang telah menciptakan kunyit dan cabe untuk kita. Subhanallah. Mantap.

Wednesday, July 09, 2008

Cabullah Engkau Kau Kubalsam!

Malam ini rumah kami kedatangan tamu. Usman. Teman ayah saya saat berada di rumah tahanan (rutan) Serang. Apak (sebutan akrab ayah saya) sedang ke Jakarta. Saya menemaninya ngobrol.
Mang Usman bercerita tentang kehidupan di dalam rutan. Menurutnya, merupakan sebuah kecelakaan besar bagi mereka yang masuk rutan karena kasus pencabulan. Ia akan menjadi sasaran empuk warga rutan. "Dari awal ia akan diplonco petugas, disuruh buka celana dan membalsami anunya sendiri dengan balsam dari petugas," papar Mang Usman.
Kalau sudah masuk kamar nasibnya akan lebih tragis lagi. Ia akan diospek. Disuruh memperkenalkan diri secara detail termasuk kasusnya.

"Misalnya kasusnya ny--ot, disuruh diperagain gimana cara dia melakukannya, terus kalau udah kita tanya, enak? Dia pasti bilang enak karena tinju warga siap melayang. Nah kalau enak, nih ngocok* pake balsem." papar Mang Usman panjang lebar.

Maka mau tak mau warga baru tersebut akan ngocok pake balsem dan bengkak panas tiga hari berturut-turut. Setelah itu baru digebuki bareng-bareng. Setelah ritual pembalseman dan digebuki selesai, sehari dua hari kemudian baru akan diterima dan ngobrol biasa dengan warga lain. Ospek selesai.

Saya kemudian bertanya, kenapa di setiap penjara, tahanan ataupun juga narapidana dengan kasus pencabulan pemerkosaan selalu diperlakukan 'istimewa'? Menurut Mang Usman, warga memiliki kekhawatiran "Jangan-jangan yang diperkosa anak, istri atau saudara saya?"

Saya rasa ada benarnya. Setiap orang akan marah dan tak rela jika anaknya diperkosa. Maka jika akan memperkosa ataupun melakukan zina, hendaknya berfikir apakah ia rela jika ibunya dizinahi, apakah ia rela jika anaknya, saudara perempuannya dizinahi? Jika tidak, maka demikian juga orang lain, takkan rela ibu, anak atau saudara perempuannya dizinahi.

Oya, tentang mang Usman saya belum ceritakan bagaimana ia bisa masuk rutan. Mang Usman membeli sepeda motor tak berBPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor), hanya ada STNK (Surat Tanda Kendaraan Bermotor) dari temannya seharga Rp 2 juta. Beberapa bulan kemudian diketahui sepeda motor tersebut hasil curian. Usman diberi kesempatan oleh polisi untuk menemukan temannya, jika diketemukan temannya yang seharusnya masuk penjara. Usman mencari selama dua bulan. Temannya hilang entah kemana. Polisi akhirnya menjeratnya dengan pasal penadahan. Enam bulan terpaksa dijalaninya.
Hmmf.. hukum di negeri ini terkadang masih menjadi bagian dari masalah bukan solusi. Kebenaran formil dijunjung tanpa melihat kebenaran materil. More home work. Penegak hukum ke depan harus dituntut lebih cerdas, tak letterlijk dan menguasai interpretasi yang lebih mumpuni.

* istilah untuk onani, di daerah Serang.