Thursday, August 07, 2008

Jangan Paksa Nenek-nenek Menggigit Anjing

Surat ini pernah saya kirimkan melalui surat elektronik

Kepada Yth
Pemred Radar Banten
Cq Redaktur Hukum dan Kriminal
di
Serang

Assalamualaikum wr wb
Bersama ini saya ingin menyampaikan terima kasih atas pernah dimuatnya hak koreksi saya di Radar Banten beberapa hari lalu, hak koreksi tersebut menyeimbangkan pemberitaan yang pernah dimuat sebelumnya.
Kali ini saya ingin mengajukan keberatan atas judul pemberitaan yang dibuat Candra Dewi (Saya tidak tahu judul tersebut tulisan Candra Dewi atau hasil editan redaktur) tertanggal 31 Juli Aman: Proyek PIR Hanya Didasari Surat Partisipasi dan tertanggal 29 Juli 2008 Kesepakatan Proyek PIR Tidak Memiliki Dasar Hukum.

Dua judul tersebut salah, tidak benar dan tendensius. Saya tak masalah jika fakta di persidangannya memang demikian, jadi persoalan tatkala dalam persidangan faktanya tidak demikian. Saya memiliki notulensi lengkap di persidangan. Saya juga selalu mengomparasikan pemberitaannya dengan Fajar Banten dan Baraya Pos (Keduanya pernah saya protes melalui wartawannya, bahwa kasus akses jalan PIR jelas maka jangan dibuat tidak jelas, setelah protes tersebut saya melihat keseriusan mereka dalam peliputan dan alhamdulillah pemberitaannya sesuai dengan fakta di persidangan)

Sayapun melihat keseriusan Dewi dalam meliput setelah saya menyampaikan hak koreksi saya terdahulu. Ia meliput persidangan dari awal hingga selesai (sesuatu yang hampir tidak pernah dilakukan Dewi dalam peliputan kasus akses jalan PIR). Namun yang saya herankan pemberitaannya selalu menyudutkan dan tendensius, kalau memang benar sih bagi saya (sekali lagi) tak masalah, tapi selalu tidak benar. Sehingga saya menemukan beberapa pola pemberitaan Dewi. Pola pemberitaan yang saya ajukan keberatannya kali ini misalnya, pemberitaannya benar sesuai fakta, namun berseberangan dengan judulnya, salah dan menggiring opini publik bahwa ada korupsi pada kasus akses jalan PIR. Dewi terlihat memaksakannya demikian. Seperti pada judul Aman: Proyek PIR hanya didasari surat partisipasi. Padahal dalam fakta di persidangan terungkap bahwa Proyek PIR tidak "hanya" didasari surat partisipasi, tapi yang utama adanya pertemuan antara pemprov dan pemkab dalam rangka mempersiapkan kedatangan presiden yang menghasilkan kesepakatan pembangunan jalan PIR, mengenai pendanaannya ada komitmen dari pemprov (Dalam isi beritanya sebenarnya sudah ada, tapi tak sesuai dengan judul)

Tidak ada lelang, tender dan SPK karena Pemkab tak memiliki dana saat itu, maka menjadi salah justru jika ada SPK, karena tak ada anggarannya. Kondisi seperti ini diatur dalam pasal 19 PP 105 (Kondisi dimana pemerintah tak memiliki dana atau dana yang ada tak mencukupi, telah pernah disampaikan saat sidang).

Judul kedua Kesepakatan Proyek PIR Tidak Memiliki Dasar Hukum. Judul tersebut memperlihatkan Dewi tak mengerti hukum, dalam isi beritanya sebenarnya benar dan menjelaskan dasar pembangunan jalan akses PIR adalah kesepakatan, namun pola ini sama dengan sebelumnya beritanya benar judulnya (di)sesatkan. Kesepakatan dalam hukum adalah menjadi dasar hukum untuk kedua belah pihak bertindak sesuai kesepakatan. Dan kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak berkekuatan mengikat sebagaimana undang-undang. Kecuali jika kesepakatan tersebut bertentangan dengan undang-undang maka kesepakatan tersebut batal demi hukum.

Saya masih berusaha keras berhusnuzon bahwa Dewi mungkin terpengaruh kuat definisi klasik berita : Kalau anjing menggigit (orang) nenek-nenek itu bukan berita, tapi kalau (orang) nenek-nenek menggigit anjing baru berita.

Tapi kalau faktanya nenek tersebut tak menggigit anjing ya jangan dipaksakan nenek tersebut menggigit anjing. Dewi memaksa nenek-nenek menggigit anjing. Percayalah wi (tolong sampaikan pada Dewi) bahwa anjing menggigit nenek-nenek juga tetap berita kok. "No comment"pun adalah berita.

Fakta di persidangan semakin hari semakin memperjelas posisi kasus jalan akses PIR. Beritakanlah sesuai fakta di persidangan. Jangan tutup nurani. Jangan berpihak pada terdakwa. Jangan berpihak pada jaksa. Berpihaklah pada kebenaran. Jika seandainya Aman Sukarso korupsi maka hukumlah ia, hukum sajalah, jangan sungkan-sungkan. Tapi jika tidak ya bebaskan Ia. Saya tahu ia tak korupsi, saya tahu betul kasus ini. Dan kasus ini berjalan sesuai prosedur, dimana kondisi pemkab tak memiliki anggaran. Tapi mungkin anda akan bergumam "ya iyalah ente anaknya." Tidak bukan karena itu. Saya mengerti kalau anda bergumam begitu, anda tak kenal saya (tolong sampaikan pada Dewi).

Demikian saja. Ini bukan hak koreksi, bukan juga hak jawab yang saya gunakan. Jadi tak usah dimuat tak apa-apa. Tapi saya akan tetap meluruskan hal-hal yang tak benar, entah dalam bentuk hak koreksi atau hak jawab atau hanya tulisan semacam ini. Satu-satunya alasan saya tak melakukan upaya hukum adalah karena saya pernah menjadi bagian dari pers. Ini hanya curhatan yang tak ada dan tak diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Saya lelah dengan pemberitaan Dewi, apatis. Maaf jika bahasa saya jadi tak ilmiah di ending tulisan ini saya benar-benar lelah. Saya harus mencharge jiwa kembali.

wassalam

hormat saya

Ferry F

No comments: