Monday, September 21, 2015

Abstain!

Ini cerita sepuluh tahun lebih yang lalu, saat kepala daerah masih dipilih dewan.
Di sebuah propinsi ada dua calon kuat saat itu. Pemilihan tiba, sebuah suara abstain! Tidak ada yg tahu milik siapa.
Sebuah informasi A1 saya dapat. Dan tentu saja saya kaget karena pemiliknya benar2 di luar dugaan. Seseorang yang jauh dari prediksi abstain, tentu saja ia juga tak sesumbar akan abstain sebelumnya.

Saya pernah wartawan, muda, enerjik dan langsing dg bentuk perut yg masih bisa dibanggakan, nah saya langsung menemuinya u mengonfirmasi. Kenapa saya konfirmasi? Karena saya tau ia dekat dengan kedua calon yang sedang bertarung head to head. Yang satu pernah bantu yayasannya. Satunya lagi dekat karena Ia juga jadi mentor politiknya secara tidak resmi. Jadi sebagai anggota dewan yg memiliki suara tapi memillih abstain agak membingungkan saya sebenarnya.

"Kenapa bapak abstain"?
" Tahu dari mana saya abstain?"

Pemirsa, adalah jawabannya yang membuat saya berpikir. Jawabannya singkat dan enteng saja.

"Karena keduanya tidak bagus"

Ia melihat keduanya tidak baik dan mempunyai daya rusak. Ia tahu bahwa memilih artinya juga bertanggungjawab atas pilihannya. Ia adalah representasi dari rakyat. Oleh karenanya, bantuan, konsultasi politik bukanlah apa2. Kesetiaannya pada rakyat, pada nilai, bukan pada rupiah.

Saudaraku, jika kau memilih seseorang, itu artinya kau juga bertanggungjawab atas kepemimpinan orang tersebut. Baik buruknya. Jika kau tak bisa menghentikan keburukannya tapi masih juga berniat memilihnya, pergilah kau ke masjid. Menangislah di sana.

Saudaraku mari kuberitahu. Ada orang mengatakan 1000 kawan terlalu sedikit, 1 musuh terlalu banyak. Aku sudah lama meninggalkan pepatah itu. Aku berkawan dengan banyak orang, tapi tak pernah berkeberatan jika harus kehilangan kawan saat di persimpangan jalan. Maka jika kau mengingkari nurani yang dianugerahkanNya padamu. Tak ada masalah bagiku jika aku harus kehilanganmu sebagai kawan.

Aku hanya setia pada nilai, pada nurani. Bukan pada kawan atau saudara sekalipun.

Begitulah, pakai otak dan hatimu dalam melangkah. Sinkronkan agar kau tak menyandang gelar bebal!

(Kaki Gunung Manglayang, 27 September 2015.)