Presiden Mahasiswa, Siapa yang Punya?
(Lagi browsing ketemu tulisan lama, saat masih di Teknokra)
Selasa 8 Juni 2004 menjadi hari bersejarah bagi Ihsan Taufiq dan Muhammad Ghofur. Keduanya terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa (BEM KBM Unila) periode 2004/2005. Ihsan menang telak di tujuh fakultas, menyisihkan dua paket pesaing lainnya Robinson Putra – Jani Master (Paket I) dan Khoirun Fajri – Yulius Martin (Paket 3).
Strategi, kerapihan dan kesolidan tim sukses paket dua memang jauh lebih unggul dibandingkan paket satu dan tiga. Jaringan dan kejelian tim sukses dalam mengatur strategi sangat berpengaruh pada kemenangan jagonya. Calon dari paket satu Robinson, mengeluhkan ada tim suksesnya yang tak loyal dan membelot pada kubu Ihsan-Ghofur. Menurut Robinson kesolidan tim sukses itulah yang membuatnya kalah. Robinson bahkan tidak menyangka lumbung suaranya di Fakultas Pertanian juga akan kecolongan. Sedangkan Khoirun Fajri mengaku kekalahannya lebih karena popularitasnya yang kurang punya nilai jual.
Ihsan berangkat menuju kursi presiden mahasiswa dengan dukungan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang mempunyai karakter dan tipikal yang mirip dengan nilai perjuangan KAMMI. Bahkan sebagian besar anggota LDK adalah kader KAMMI. Maka sejatinya kemenangan Ihsan adalah juga kemenangan KAMMI. Kemenangan telak Ihsan kemudian menyisakan beberapa pertanyaan. Kemana Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang biasa menjadi rival KAMMI. Sebab dalam setiap Pemira, biasa selalu terjadi perebutan kekuasaan antara lembaga ekstra kampus HMI dan KAMMI. Pemira menjadi ajang unjuk eksistensi bagi kedua lembaga ekstra kampus tadi.
Jika dilihat dari keberadaannya, HMI dan KAMMI memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Sebagai organisasi yang lahir 1947, HMI telah memiliki nama besar dan jaringan birokrasi yang luas dan kuat di kampus. Sedangkan KAMMI yang lahir pada momen reformasi 1998, telah menarik minat sebagian besar mahasiswa maka tak heran jika memiliki massa yang jelas dan banyak.
Sejak Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) dihapuskan dan diganti dengan konsep student government, HMI hanya berhasil menempatkan kadernya sebanyak dua periode (Nizwar Affandi Presiden BEM KBM 1999 dan Dery Hendryan Presiden BEM KBM 2000). Periode 2001 hingga 2004 jabatan Presiden BEM KBM selalu ‘dipegang’ KAMMI (Asrul Sani periode 2001, Vittorio Dwison 2002, M.Kurniawan 2003 dan Ihsan Taufik 2004) hingga saat ini belum ada lagi kader HMI yang dapat mengungguli kader KAMMI dalam perebutan kursi Presiden BEM KBM Unila.
Begitupun pada Pemira kali ini. Kedua kubu coba bangun konvensi, menjaring kandidat terbaik yang akan dijagokan. Penyaringan yang tak main main, dengan penilaian dari beberapa kompetensi. Maka munculah nama Ihsan Taufiq di kubu LDK dan Zaki Mubarok dari HMI sebagai pemenang konvensi dan berhak mencalonkan diri sebagai calon Presiden BEM KBM Unila. Namun akhirnya Zaki Mubarok mengurungkan niatnya setelah Ade, calon wakil presiden yang akan mendampinginya terkait dengan organisasi lain. Untuk mencari pengganti Ade sulit dilakukan terkait waktu, penyamaan visi, misi dan platform. Koalisi yang coba dibangunpun tak berhasil karena waktu dan bargain yang lemah. Sebab koalisi dibangun untuk menghasilkan kemenangan dengan pasangan yang sempurna, menambah suara, dan mengakomodir suara lain. Jika tanpa koalisi saja menang telak, lalu untuk apa koalisi dicipta.
Pertanyaan lain atas kemenangan telak Ihsan adalah menurunnya jumlah partisipasi pemilih dalam Pemira. Muncul banyak kemungkinan terhadap sikap apatis mahasiswa terhadap Pemira. Waktu Pemira yang bersamaan dengan ujian, sikap mahasiswa yang study oriented dan juga pemilih golput karena tak adanya kompetitor lain yang seimbang. Menurunnya partisipasi mahasiswa membuat Pemira menjadi hambar, tak ekslusif, biasa-biasa saja dan minimnya budaya demokrasi. Padahal Pemira adalah pesta demokrasi mahasiswa Unila untuk memilih orang yang akan menjadi wakil dari seluruh mahasiswa Unila.
Sejarah memang mencatat dalam setiap laporan pertanggungjawaban Presiden BEM KBM Unila, hanya Presiden BEM KBM dari kubu LDK yang selalu diterima. Sedangkan sebelumnya, saat Presiden BEM KBM Unila dijabat Affan dan Dery dari kubu HMI, ditolak. Namun apakah penilaian diterima atau ditolak tersebut telah objektif. Seyogianya penilaian diterima dan ditolak harus didasarkan pada objektifitas. Bukan menerima karena ia masih golongan kita dan menolak karena bukan dari golongan kita.
Yang jelas Presiden Mahasiswa adalah representasi dari sekitar 20 ribu mahasiswa Unila. Presiden mahasiswa bukan milik satu golongan tertentu. Karena jika demikian, untuk apa Pemira digelar. Jangan akhirnya kita mirip Orde Baru yang selalu melakukan Pemilu dengan hasil yang semua orang dapat menebak hasilnya. Ferry Fathurokhman