Sunday, May 31, 2009

Presiden Mahasiswa, Siapa yang Punya?

Presiden Mahasiswa, Siapa yang Punya?

(Lagi browsing ketemu tulisan lama, saat masih di Teknokra)

Selasa 8 Juni 2004 menjadi hari bersejarah bagi Ihsan Taufiq dan Muhammad Ghofur. Keduanya terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa (BEM KBM Unila) periode 2004/2005. Ihsan menang telak di tujuh fakultas, menyisihkan dua paket pesaing lainnya Robinson Putra – Jani Master (Paket I) dan Khoirun Fajri – Yulius Martin (Paket 3).

Strategi, kerapihan dan kesolidan tim sukses paket dua memang jauh lebih unggul dibandingkan paket satu dan tiga. Jaringan dan kejelian tim sukses dalam mengatur strategi sangat berpengaruh pada kemenangan jagonya. Calon dari paket satu Robinson, mengeluhkan ada tim suksesnya yang tak loyal dan membelot pada kubu Ihsan-Ghofur. Menurut Robinson kesolidan tim sukses itulah yang membuatnya kalah. Robinson bahkan tidak menyangka lumbung suaranya di Fakultas Pertanian juga akan kecolongan. Sedangkan Khoirun Fajri mengaku kekalahannya lebih karena popularitasnya yang kurang punya nilai jual.

Ihsan berangkat menuju kursi presiden mahasiswa dengan dukungan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang mempunyai karakter dan tipikal yang mirip dengan nilai perjuangan KAMMI. Bahkan sebagian besar anggota LDK adalah kader KAMMI. Maka sejatinya kemenangan Ihsan adalah juga kemenangan KAMMI. Kemenangan telak Ihsan kemudian menyisakan beberapa pertanyaan. Kemana Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang biasa menjadi rival KAMMI. Sebab dalam setiap Pemira, biasa selalu terjadi perebutan kekuasaan antara lembaga ekstra kampus HMI dan KAMMI. Pemira menjadi ajang unjuk eksistensi bagi kedua lembaga ekstra kampus tadi.

Jika dilihat dari keberadaannya, HMI dan KAMMI memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Sebagai organisasi yang lahir 1947, HMI telah memiliki nama besar dan jaringan birokrasi yang luas dan kuat di kampus. Sedangkan KAMMI yang lahir pada momen reformasi 1998, telah menarik minat sebagian besar mahasiswa maka tak heran jika memiliki massa yang jelas dan banyak.

Sejak Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) dihapuskan dan diganti dengan konsep student government, HMI hanya berhasil menempatkan kadernya sebanyak dua periode (Nizwar Affandi Presiden BEM KBM 1999 dan Dery Hendryan Presiden BEM KBM 2000). Periode 2001 hingga 2004 jabatan Presiden BEM KBM selalu ‘dipegang’ KAMMI (Asrul Sani periode 2001, Vittorio Dwison 2002, M.Kurniawan 2003 dan Ihsan Taufik 2004) hingga saat ini belum ada lagi kader HMI yang dapat mengungguli kader KAMMI dalam perebutan kursi Presiden BEM KBM Unila.

Begitupun pada Pemira kali ini. Kedua kubu coba bangun konvensi, menjaring kandidat terbaik yang akan dijagokan. Penyaringan yang tak main main, dengan penilaian dari beberapa kompetensi. Maka munculah nama Ihsan Taufiq di kubu LDK dan Zaki Mubarok dari HMI sebagai pemenang konvensi dan berhak mencalonkan diri sebagai calon Presiden BEM KBM Unila. Namun akhirnya Zaki Mubarok mengurungkan niatnya setelah Ade, calon wakil presiden yang akan mendampinginya terkait dengan organisasi lain. Untuk mencari pengganti Ade sulit dilakukan terkait waktu, penyamaan visi, misi dan platform. Koalisi yang coba dibangunpun tak berhasil karena waktu dan bargain yang lemah. Sebab koalisi dibangun untuk menghasilkan kemenangan dengan pasangan yang sempurna, menambah suara, dan mengakomodir suara lain. Jika tanpa koalisi saja menang telak, lalu untuk apa koalisi dicipta.

Pertanyaan lain atas kemenangan telak Ihsan adalah menurunnya jumlah partisipasi pemilih dalam Pemira. Muncul banyak kemungkinan terhadap sikap apatis mahasiswa terhadap Pemira. Waktu Pemira yang bersamaan dengan ujian, sikap mahasiswa yang study oriented dan juga pemilih golput karena tak adanya kompetitor lain yang seimbang. Menurunnya partisipasi mahasiswa membuat Pemira menjadi hambar, tak ekslusif, biasa-biasa saja dan minimnya budaya demokrasi. Padahal Pemira adalah pesta demokrasi mahasiswa Unila untuk memilih orang yang akan menjadi wakil dari seluruh mahasiswa Unila.

Sejarah memang mencatat dalam setiap laporan pertanggungjawaban Presiden BEM KBM Unila, hanya Presiden BEM KBM dari kubu LDK yang selalu diterima. Sedangkan sebelumnya, saat Presiden BEM KBM Unila dijabat Affan dan Dery dari kubu HMI, ditolak. Namun apakah penilaian diterima atau ditolak tersebut telah objektif. Seyogianya penilaian diterima dan ditolak harus didasarkan pada objektifitas. Bukan menerima karena ia masih golongan kita dan menolak karena bukan dari golongan kita.

Yang jelas Presiden Mahasiswa adalah representasi dari sekitar 20 ribu mahasiswa Unila. Presiden mahasiswa bukan milik satu golongan tertentu. Karena jika demikian, untuk apa Pemira digelar. Jangan akhirnya kita mirip Orde Baru yang selalu melakukan Pemilu dengan hasil yang semua orang dapat menebak hasilnya. Ferry Fathurokhman

Sunday, May 03, 2009

Mentelung!

Ini tulisan lama, tentang sebuah tempat menyenangkan. Sebuah keluarga. Komunitas para penghuni surga. Saya bukanlah apa-apa dibanding mereka. Andai saja mereka membaca ini, saya ingin menyampaikan, bahwa saya mencintai mereka.

Malam ini (9/8) adalah pertama kalinya saya buka situs Sekolah Peradaban. Saya mendapatkan alamat website ini dari Pak Yudi Arianto, saat bersilaturahim ke rumahnya di Taman Cilegon Rabu (8/8) kemarin menengok Bu Yoosi. Pak Yudi adalah suami dari Bu Irna Yoosi, ’founding mother’ Sekolah Peradaban. Semoga Bu Yoosi bisa menikmati sakitnya kemarin. Lho koq menikmati? Ya begitulah, di Islam sakit adalah nikmat, pelebur dosa. Ada banyak hal yang ada dalam sebuah sakit.

***

Tulisan Pak Eko tentang Ode Kampung adalah tulisan pertama yang saya baca. (berhubung istilah ”pak” dan ”bu” agak kurang nyaman untuk dibaca dalam bentuk tulisan populer, maka di depan nanti hanya ada Eko tanpa ”pak”). Yang membuat saya terenyuh adalah detail dan kepekaan yang dimilikinya, sesuatu yang mulai pudar dari diri saya.

Saya terdiam melihat tulisan Eko tentang bagaimana ia melihat kematian, perhatian detailnya terhadap sekitar. Kata nabi orang yang cerdas adalah orang yang mengingat mati. Sementara terkadang kematian demi kematian berlalu di kiri kanan saya begitu saja, lewat secepat kilat. Dan Innalillahi wa inna ilaihi rojiun menjadi penyudah tanpa diselami maknanya. Padahal mati adalah nasihat, hanya saja ia tak bisa bicara.

Mengingat wajah Eko berarti juga mengingat Ayat, Haepi, mas Wawan, Irma, Okti, Bu Endah (yang ini pake ”bu” karena menjadi ibu kami semua di Sekolah Peradaban) Nenty, Ari, Dwi dan sejumlah wajah mentelung lainnya—mentelung adalah istilah jawa yang ’di-sekolahperadaban-kan’ menjadi wajah yang kelelahan. Istilah mentelung pertamakalinya ’ditelurkan’ mas Wawan saat memasang jaring plastik hitam di atas lapangan basket. Waktu itu seperti biasa setelah anak-anak peradaban pulang, guru-guru selalu mendesain sesuatu untuk keesokan harinya. Jaring hitampun dipasang memayungi lapangan basket agar teduh. Tiap sisi ditarik hingga mas Wawan berteriak, ”stop-stop udah mentelung.” Jadi saking semangatnya jaring itu ditarik melampaui batas maksimalnya hingga mentelung.

Maka setiap ada kata mentelung pasti ada tawa menyertainya. Bagi saya, mentelung menjadi filosofi tersendiri di Sekolah Peradaban. Guru-guru di Sekolah peradaban adalah orang-orang yang luar biasa. Mereka menembus keterbatasan yang ada hingga mentelung. Hebatnya wajah mentelung hampir tak kelihatan jika sedang belajar dengan anak-anak. Seperti hari tadi, saya mendengar mas Wawan berbahasa Inggris di kelas sebelah.

”Apa kabar?” Tegas mas Wawan

How are you,” jawab anak-anak.

“Siapa kamu?”

Who are you,” jawab anak-anak serempak.

Suara mas Wawan menggelegar hingga ke kelas saya, semangatnya menembus dinding kayu kelas. Lalu bel selesai belajar berbunyi. Jam pelajaran usai. Saya beres-beres, ke kantin sebentar membayar reward anak-anak di kantin (kami bermain cerdas cermat di arena outbond saat pelajaran Bahasa Indonesia hari ini, menang kalah sama dapat hadiah, hanya dibedakan besar kecil berdasarkan juara), lalu naik tangga menuju perpustakaan dan menemukan mas Wawan, tertidur! Mentelung. Beberapa hari ini ia juga harus begadang menemani istrinya yang terjaga oleh tangisan si kecil Riwanjani.

Begitupun dengan yang lain. Eko saat masih ngajar di kelas kinestetik selalu bersedia jadi sasaran empuk anak-anaknya. Ayat menjadi gudang curhatan anak-anak linguistik, kadang ada yang berantem, kelompok-kelompokkan dll. Haepi selalu menjadi teman mancing dan main layangan made in sendiri anak-anak kinestetik. Dan begitu mereka semua pulang, sasaran kita hanya satu, tempat rata untuk rebahan yang selalu berujung ketiduran dan teguran Irma atau Okti 5-10 menit kemudian , rapat-rapat! Yup, rapat untuk esok hari.

Itulah salah satu alasan yang membuat saya kembali ke Sekolah Peradaban, ada anak-anak dan guru-guru yang mentelung. Mungkin itu juga alasan Okti kembali ke Sekolah Peradaban, saya tidak tahu. Beberapa wajah mentelung lama telah pergi, sebagian besar menikah dan ikut dengan suaminya pindah ke kota lain. Sekarang wajah mentelung baru meneruskan keceriaan Sekolah Peradaban ada Lukman, Marwah, Agus, Bahjah, Eka, Diah, Furqon, Ade, Rizki, Ros dan banyak lagi. Yang terakhir disebut masih rajin mengajar meski perutnya semakin membesar dan mendekati waktu kelahiran. Mudah-mudahan proses kelahirannya nanti lancar dan menjadi anak sholeh/ah penerus peradaban Islam. Amin.

Debat di Puncak


Bem FH Untirta bikin acara yang agak berbeda. Debat model debat publik di TV One. Acaranya di Puncak Cipanas. Saya didaulat berdebat dengan Pak Danial. Acaranya seru, saya dan Pak Danial mendesain dari awal acara ini agar mahasiswa belajar bicara, berargumen dan mempertahankan pendapat. Sayang di akhir acara seorang dosen muda nimbrung karena tak mengetahui konsep kami, jadi endingnya kurang paripurna. Tapi ini menarik, kalau desainnya debat, maka jangan pasangkan saya dengan seorang yang sudah akrab/dekat/ tidak egaliter, karena percayalah, saya pasti mengalah.

Penyuluhan di Lontar Pontang.


Penyuluhan di Lontar, Pontang, Serang. Presentatornya adalah Bu Nuryati tentang Trafficking, saya dan Pak Rid tentang KdRT. Desa ini dulu punya masalah dengan pengerukan pasir yang dilakukan PT Jet Star yang mengkibatkan abrasi. Saat Taufik Nuriman menjadi Wakil Bupati Serang, ia tak menyetujui pengerukan itu dan berseberangan dengan Bupati Serang Bunyamin. Saat kemudian Taufik Nuriman menjadi bupati, banyak rakyat khususnya Lontar yang kecewa karena kebijakannya mulai tak pro rakyat. Pernah ada diskusi di sebuah markas parpol yang saya hadir di dalamnya yang membahas kepemimpinan Taufik Nuriman. Mayoritas dalam diskusi tersebut bersepakat menyenangi Taufik saat jadi wakil bupati karena banyak kebijkannya pro rakyat, tapi tak bagus saat jadi bupati karena mulai tak pro rakyat.

Ifdhal Mapir ke Untirta


Ifdhal Kasim, Ketua Komnasham saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Kekerasan yang dilakukan Penyidik terhadap Tersangka. Ifdhal sebelumnya adalah aktivis Elsam, alumni FH UII, S2 di Amerika. Ada perbedaan antara saya dengannya dalam memandang Konsep KUHP. But after all, he's a nice person, humble, down to earth. Saya menghormatinya.

Penyuluhan Hukum Pidana di Baros


Bu Yusnanik jadi pembimbing KKM mahasiswa di Baros yang kemudian mengadakan penyuluhan. Penyuluhnya tiga orang: Bu Yusnanik tentang Kriminologi, Pak Ridwan tentang Hukum Pidana, saya tentang Hukum Acara Pidana. Mari pertemukan das sein dan das sollen di Baros, Serang. Dan pertanyaan tentang bacokan, hingga kambing makan tanaman yang ingin dipidanakan pun bermunculan. Tapi apakah kambing subjek hukum?

Penyuluhan KdRT di Tirtayasa


Penyuluhan KdRT di Tirtayasa, Serang Banten. Presentatornya saya dan Bu Yusnanik, warga antusias, alhamdulillah. Dari pertanyaan yang dilontarkan, saya tahu banyak KdRT yang dialami warga.

Kepiting Goreng Pak Harun


Kalau anda ada di Serang, pastikan anda makan yang satu ini. Kepiting goreng Pak Harun, letaknya ada di Pasar Lama dekat gang rendah. Kepiting direbus dulu sebelum digoreng, sehingga dagingnya tak menempel di cangkang. Bumbu gorengnya, saus tomat racikan, merica bubuk, garam, putih telur, kecap, penyedap masakan ang ciu. Harga seporsinya Rp 50 ribu, Rp 60 ribu (jika ada telur kepitingnya). Enak dimakan keroyokan, sendirian kurang berkesan.

Es Campur Pak Wok


Kalau ke Semarang, pastikan anda menyantap es campur Pak Wok. Ia berada di samping RSU Roemani. Ada baso juga, tapi saya khusus menyukai es campurnya. Yang bulat-bulat merah itu sejenis agar, tap bukan agar biasa, sulit cari padanan katanya. Di dalamnya ada alpukat, nangka dan kelapa muda, dibalut es gusruk dibayur susu kental manis putih. Dulu saya dan Pak Rid biasa menyantapnya sebagai hidangan ta'jil (buka puasa).

Lena dan Lisa



Menjelang akhir 2008, mahasiswa magister hukum Undip kedatangan dua dosen dari Viena Universiteit/Universitas Wina, Madalena Pampalk dan Lisa Stadlymar. Keduanya assoc.profesor di Wina. Universitas Wina punya program menyebar dosennya melakukan presentasi. Lisa dan Lena memilih Indonesia. Ia berkunjung ke UGM lalu ke Undip.

Judul presentasi Lena adalah The Relationship between The International Criminal Court (ICC) and Truth Commisions (Lessons Learned from Sierra Leon and East Timor). Berhubung Lena membahas ICC, maka saya bertanya tentang kebuntuan dalam ICC. Tentang kemungkinan meminta pertanggungjawaban Israel menyerang Libanon dan Palestina. Amerika menyerang Irak yang didasarkan informasi yang keliru soal WMD. Dalam perang tersebut ada kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, agresi, genocide yang menjadi yurdiksi kriminal ICC. Persoalannya karena Amerika dan Israel bukanlah state party (negara peserta) dari ICC, bahkan tahun 2002 (atau 2001?) Israel mengumpulkan negara-negara yang belum menjadi state party ICC untuk tidak meratifikasi/mengadopsi ICC.

Sebenarnya ada jalan lain, dalam Statuta Roma (ICC) ditentukan cara ICC bekerja. ICC juga bisa bekerja berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan PBB (UN Security Council). Jadi DK PBB bisa merekomendasikan temuannya ke ICC. Tapi kemungkinannya kecil, Amerika dan Israel punya hubungan mesra, hak veto Amerika pasti akan keluar untuk memanjakan Israel. Jadi gimana?

Lenapun mengatakan tak ada jawabannya, "saya berharap ada negara lain sehingga Amerika tidak menjadi negara super power, mungkin China, atau Indonesia mungkin," (kelas tersenyum saat Indonesia disebut). Lisa menambahkan kemungkinannya bisa, tapi hanya dalam teori, agak sulit dalam prakteknya.

Kelas usai. Lena dan Lisa pamit. Keduanya akan meneruskan perjalanan ke Bali untuk liburan.

Universitas Wina merupakan universitas yang tua. Wina negara berbasis bahasa Jerman, karena saat Perang Dunia II sempet dijajah Jerman saat Nazi dibawah Adolph Hitler berkuasa.