Friday, April 25, 2014

Ayat untuk Para Pemimpin

Tulisan ini ditujukan untuk para pemimpin. Nabi meninggalkan dua perkara agar kita tak tersesat yakni Alqur'an dan Hadist. Terpuruknya Indonesia adalah karena kita jauh dari keduanya. Jangan buang waktu untuk membantahnya, akui sajalah, karena memang begitu kenyataanya.

Pagi ini saya berhenti di Al Hujurat, surat ke-49 ayat 6:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasiq datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu"

"O you who have believed, if there comes to you a disobedient one with information, investigate, lest you harm a people out of ignorance and become, over what you have done, regretful" (Sahih International translation) 

Ayat ini adalah bekal untuk anda yang jadi dan akan jadi pemimpin dari presiden hingga Ketua RT, dari Rektor hingga Ketua Program Studi, ketua grup dan siapapun anda yang diharuskan memutuskan sesuatu. 

Salah satu kelemahan orang yang berada di puncak pimpinan adalah bahwa ia cepat mudah percaya pada orang di sekitarnya. Ini karena waktunya yang super sibuk maka informasi instan menjadi cara efektif menyerahkan masalahnya. Maka jika ada informasi datang kepadamu, fatabayyanuu, telitilah kebenarannya. Klarifikasi dulu, jangan segera diputuskan.

Saya ambilkan contoh betapa seringnya persoalan ini terjadi karena kita tak berbekal ayat ini. Ini pengalaman seorang kawan. Di sebuah kampus, seorang mahasiswi melakukan plagiarisme, tidak tanggung-tanggung, sebuah skripsi dari kampus lain diakui sebagai skripsi hasil karyanya sendiri. Bimbingan skripsi berbulan-bulan dijalani hingga dosen pembimbing lama-kelamaan curiga dan si mahasiswi tak bisa berkelit lagi. Hingga keluar kata "Jangan sampai saya temukan skripsi aslinya dan saya lempar ke mukamu!" Akhirnya ia mengaku, bahwa ia mangambil skripsi orang lain.

Kasus ini jadi heboh, distorsi terjadi. Informasi yang disampaikan  orang sekitar dekan adalah "pembimbing mempersulit mahasiswi" bahkan kabar yang beredar "pembimbing melempar skripsi kepada mahasiswi."

Dekan menanggapi serius dan hampir memanggil si pembimbimg hingga seorang kawan memberikan informasi yang belum pernah didengar sang dekan, informasi yang sebenarnya terjadi. "Oh saya belum dengar informasi ini, jadi begitu ceritanya? Nggak bener ini," begitu kurang lebihnya.

Lihat betapa informasi yang salah berpotensi mengakibatkan keputusan yang salah. Ini juga bisa terjadi di level menteri atau presiden. Jadi jika anda jadi pemimpin klarifikasi dulu informasi yang datang sebelum anda memutuskan.

Sebab Turunnya Ayat
Tadinya saya kira Asbabun Nuzul (sebab turunnya ayat) ini berkaitan dengan fitnah yang terjadi kepada Aisyah ra. Tapi ternyata bukan, ayat tentang Aisyah adalah AnNur (surat ke 24) ayat 11.

Asbabun Nuzul ayat ini berkaitan dengan kisah Al Harits, seorang yang baik. Ia menyatakan diri masuk Islam dan berkata pada nabi "Ya Rasulullah, aku akan pulang ke kaumku untuk mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Orang-orang yang mengikuti ajakanku akan aku kumpulkan zakatnya. Apabila telah tiba waktunya kirimkanlah utusan untuk mengambil zakat yang telah kukumpulkan ini.

Ketika al-Harits telah banyak mengumpulkan zakat, dan waktu yang sudah ditetapkan pun telah tiba, tak seorangpun utusan yang datang menemuinya. Al-Harits mengira telah terjadi sesuatu yang menyebabkan Rasulullah marah kepadanya. Iapun memanggi para hartawan kaumnya dan berkata: "Sesungguhnya Rasulullah telah menetapkan waktu untuk mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang telah ada padaku, dan beliau tidak pernah menyalahi janji. Akan tetapi aku tidak tahu kenapa beliau menangguhkan utusannya itu. Mungkinkah beliau marah? Mari kita berangkat menghadap Rasulullah Saw?

Rasulullah pada waktu yang telah ditetapkan mengutus al-Walid bin Uqbah untuk mengambil dan menerima zakat yang berada pada al-Harits. Ketika al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang sebelum sampai tempat yang dituju. Ia melaporkan laporan palsu kepada Rasulullah Saw. Bahwa al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya, bahkan mengancam akan membunuhnya.

Kemudian Rasulullah Saw mengirimkan utusan yang lain kepada al-Harits. Di tengah perjalanan utusan tersebut berpapasan dengan al-Harits dan sahabat-sahabatnya yang sedang menuju kepada Rasulullah. Setelah berhadap-hadapan, al Harits menanyai utusan itu:
"Kepada siapa engkau diutus?
Utusan itu menjawab: "Kami diutus kepadamu."
Dia bertanya: "Mengapa?"  
Mereka menjawab "Sesungguhnya Rasulullah Saw. Telah mengutus al-Walid bin Uqbah. Namun ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud membunuhnya"
Al Harits menjawab Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya, tidak ada yang datang kepadaku

Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah Saw., bertanyalah beliau: "Mengapa engkau menahan zakat dan akan membunuh utusanku?" Al-Harits menjawab: "Demi Allah yang telah mebutus engkau dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian."

Maka turunlah ayat ke-enam suat Al-Hujurat sebagai peringatan kepada kaum mukmin agar tidak menerima keterangan dari sebelah pihak saja. Diriwayatkan dari Ahmad dan lainnya dengan sanad yang baik, yang bersumber dari al-Harits bin Dlirar a-Khuza'i. Para perawi dalam hadist ini sangat dapat dipercaya. Diambil dari http://istimroor-belajar.blogspot.jp/2012/06/sebab-sebab-turunnya-ayat-dalam-al.html yang bersumber dari Qamaruddin Shaleh dkk, Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-Qur’an),(Bandung : CV. Diponegoro, Edisi II,cet X,2009), Isma’il Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim (Damaskus : Dar al-Khair, 2006) Jalalu al-Din ‘Abdi al-Rahman Ibnu Abu Bakar al-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul (tt : Muthbi’ah  Musthafa al-Babi al-Halabi)

Demikian semoga kita terhindar dari kesalahan dalam mengambil keputusan, juga dijauhkan dan tidak tergolong orang fasiq yang memberikan informasi yang salah. Kenapa saya tuliskan ini untuk anda, karena saya tahu anda akan jadi pemimpin pada saatnya nanti.

Oya, lalu fasiq itu apa artinya, berikut saya tulis ulang dari http://ziaulaisyah.blogspot.jp/2009/02/pengertian-fasiq.html

Arti Fasiq
Fasik (al-fisq) berasal dari akar kata fasaqa-yafsiqu/yafsuqu-fisqan-fusuqan. Secara etimologis dalam ungkapan orang Arab, fasiq maknanya adalah keluar dari sesuatu (al-khuruj'an asy-syay'i) atau keluar (baca: menyimpang) dari perintah (al-khuruj'an al-amr). Dikatakan misalnya "fasaqat ar-ruthbah (kurma keluar)--jika ia keluar dari kulitnya." Dikatakan pula misalnya, "fasaqa fulan maala (si fulan mengeluarkan hartanya)"-- jika ia menghabiskan atau membelanjakan hartanya. Maka secara etimoloigis fasiq artinya keluar (al khuruj)

Sementara itu secara terminologis (istilah), menurut al-Jurjani, orang fasiq adalah orang yang menyaksikan tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Sedangkan al-Manzhur lebih lanjut menjelaskan bahwa fasiq bermakna maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari jalan yang benar. Fasiq juga berarti menyimpang dari agama dan cenderung pada kemaksiatan; sebagaimana iblis melanggar (fasaqa) perintah Allah, yakni menyimpang dari ketaatan kepadaNya. Seperti dalam surat Alkahfi ayat 50.

Fasiq juga berarti keluar dari kebenaran (al-khuruj'an al-haq). Karena itu, fasiq kadang-kadang berarti syirik dan kadang-kadang berarti berbuat dosa. Seseorang dikatakan fasiq jika ia sering melanggar aturan/perintah. Fasiq juga berarti keluar dari sifat istiqomah dan bermaksiat kepada Tuhan. Karena itu, seseorang yang gemar berbuat maksiat (al-ashi) disebut orang fasiq.

Wednesday, April 23, 2014

Menimbang Megan’s Law untuk Para Penjahat Kelamin

(Dilarang mengopi untuk diklaim sebagai tulisan sendiri)  

Baru-baru ini kita dikejutkan oleh segerombol petugas kebersihan di sebuah taman kanak-kanak berstandar internasional yang dengan keji melakukan kejahatan kelamin atas seorang bocah berusia lima tahun (beberapa sumber lain menulis enam tahun). Kejahatan kelamin yang saya maksud dalam tulisan ini adalah kejahatan yang meliputi seluruh kejahatan seksual, mulai pelecehan seksual hingga pemerkosaan. Istilah kejahatan kelamin dalam tulisan ini merupakan terjemahan dari sex crime yang tereduksi makna kebiadabannya jika diterjemahkan sebagai kejahatan seksual karena terlalu umumnya istilah ini digunakan. Berdasarkan ini, maka pelakunya pun lebih pantas dinamakan sebagai penjahat kelamin.

Emosi kita kembali diaduk-aduk atas kegilaan para penjahat kelamin ini, khususnya para paedofil. Emosi itu tergambar dari pemberitaan, perbincangan  sosial media, hingga obrolan langsung. Mulai dari yang mengutuk, membantu memberikan solusi dengan mendesak penyidik agar menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak  (UUPA), mengenalkan upaya-upaya preventif yang bisa dilakukan orang tua seperti pengenalan underwear rule pada anak yang intinya memberikan pemahaman kepada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan keamanan dirinya terkait dengan potensi kejahatan kelamin, hingga mengajukan petisi melalui sebuah website untuk merevisi UUPA agar memiliki ancaman hukuman yang lebih berat .

Kasus ini menjadi penting dikaji dengan serius mengingat pengulangan atas jenis kejahatan kelamin kerap terjadi. Telusurilah dunia maya dan anda akan menemukan betapa banyaknya kasus-kasus kejahatan kelamin di negeri ini di berbagai daerah, termasuk kasus Siswanto (Robot Gedek) di tahun 1996 dan Baekuni (Babe) di tahun 2010. Celakanya, data yang ada pada saya mengungkapkan bahwa pelaku kejahatan kelamin ini tak hanya dilakukan orang dewasa.  Dalam kesempatan wawancara dan data yang saya dapatkan dari Gusti Ayu Suwardani, Kasubdit Perlindungan dan Pengentasan Anak Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, angka kejahatan kelamin di Indonesia per Agustus 2012 yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku menempati urutan pertama tertinggi (262 kasus), disusul dengan pencurian (125 kasus) dan narkoba (93 kasus) di urutan  ketiga.
      
Data singkat di atas menggambarkan betapa seriusnya kasus ini dan bahwa hampir tak ada tempat aman untuk anak, bahkan taman kanak-kanak, taman yang paling indah, menjadi tempat kejadian perkara terkini. Kasus ini bisa dikaji dari berbagai aspek, tapi dalam hal ini saya akan batasi pada kajian hukum yang mungkin bisa menjadi pertimbangan untuk kita terapkan ke depannya. Yang jelas, nampaknya perumus asas legalitas, Paul Johann Anselm Fuerbach nampaknya telah gagal meramalkan ajaran psychologische zwang (paksaan psikis). Ia menyarankan agar hukum dituliskan sehingga ada kepastian hukum dan orang bisa melihat  hukuman apa yang diterima bila suatu perbuatan pidana dilakukan, dengan demikian orang akan menghindari perbuatan pidana tersebut. Ajaran ini nampaknya kandas di Indonesia, khususnya bagi para paedofil. Menghilangkan kejahatan seratus persen adalah memang hal yang mustahil, tapi maraknya angka kejahatan—dalam hal ini kejahatan kelamin—menandakan ada masalah pada negara tersebut. Salah satu kecurigaannya adalah negara, melalui hukum, gagal memberikan efek jera pada pelaku juga orang lain yang berpotensi menjadi pelaku.   

 Efek Jera
 Tentu fenomena kegagalan hukum di Indonesia bisa diteliti dari berbagai hal, namun yang jelas efek jera dari hukuman yang pernah dijatuhkan nampaknya tak membekas pada kandidat penjahat kelamin, pada titik inilah tulisan ini dimaksudkan.

Sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia, penggunaan hukum pidana Islam sebenarnya lebih masuk akal. Apalagi dari sisi sejarah, terdapat bukti-bukti akademis bahwa hukum pidana Islam pernah berlaku sebelum hukum Eropa  datang dan menggantikannya (lihat misalnya disertasi Dinar Boontarm, University of Hull, United Kingdom yang mengkaji hukum pidana Islam di era Kesultanan Banten). Dalam hukum pidana Islam, kejahatan kelamin telah diatur jelas, termasuk berbagai cabang penyimpangannya dari sodomi (liwath)hingga menyetubuhi mayat atau nekrofili—sebagaimana yang dilakukan Robot Gedek pada beberapa korbannya—telah dikaji oleh para ahli fiqih. Pada dasarnya hukuman bagi para penjahat kelamin adalah dicambuk seratus kali hingga hukuman mati tergantung pada status penjahat kelamin apakah belum kawin (ghair muhshon) ataukah sudah kawin (muhshon). Tapi persoalannya kualitas keIslaman kita masih perlu diuji, banyaknya muslim di Indonesia masih seperti buih di lautan dengan kualitas seadanya.          

Maka sementara mungkin kita bisa melihat bersama bagaimana Amerika Serikat menangani para penjahat kelamin. Ini bukan berarti hukum di Amerika sempurna, konflik kepentingan dalam penegakan hukum di sana juga terjadi, misalnya ini terjadi pada dua gugatan bangsa Indonesia terhadap Freeport melalui Alien Tort Statute di Amerika yang dimentahkan dan tidak dikabulkan, padahal bukti-bukti pelanggaran HAM telah disodorkan.  Tapi dalam hal penanganan penjahat kelamin, hukum Amerika layak untuk dikaji.

Megan’s Law adalah undang-undang federal yang disahkan kongres pada 1996 yang menjadi dasar dimuatnya data para penjahat kelamin yang dapat diakses oleh warga. Undang-undang ini dipicu oleh sebuah kejadian tragis di New Jersey. Megan Kanka, gadis kecil tujuh tahun yang diperkosa dan dibunuh oleh tetangganya sendiri. Belakangan diketahui bahwa pelakunya punya catatan criminal atas kejahatan kelamin. Dari peristiwa ini muncul kesadaran bahwa sekiranya mereka diberitahu bahwa ada mantan penjahat kelamin di lingkungan mereka, tentu mereka akan lebih waspada. Pada tahun 1994, parlemen New Jersey mengesahkan Megan’s Law dan sejak menjadi undang-undang federal di tahun 1996, kini seluruh negara bagian di Amerika Serikat telah mengesahkan Megan’s Law. Dengan Megan’s Law para penjahat kelamin teregistrasi dan dapat diakses di tiap negara bagian melaui website Federal Bureau of Investigation (http://www.fbi.gov/) pada kanal scams and safety atau melaui website otoritas negara bagian masing-masing.

Megan’s Law efektif bekerja paska pemidanaan. Para penjahat kelamin yang selesai menjalani hukuman diregistrasi sehingga keberadaanya selalu diketahui dan dimuat dalam website. Dengan demikian warga bisa memeriksa tetangga barunya apakah ia mantan penjahat kelamin atau bukan. Dalam konteks efek jera, Megan’s Law membuat calon pelaku kejahatan kelamin berpikir berulangkali untuk melakukan perbuatan biadabnya, sebab namanya akan terabadikan meskipun ia telah selesai menjalani hukuman dan berpindah ke tempat lain, informasi keberadaan mengenai dirinya akan terus mengikuti dimanapun ia berada. Tiap negara bagian di Amerika Serikat memiliki detail aturan dan prosedur pengaksesan informasi yang berbeda-beda atas Megan’s Law yang diberlakukan. Potensi penyalahgunaan informasi juga diatur, sehingga orang yang menyalahgunakan informasi data penjahat kelamin untuk pemerasan misalnya, telah diatur sebagai perbuatan yang dapat dipidana.       


Sisi lain Megan’s Law
Tentu pada sisi korban, Megan’s Law baik diterapkan untuk melindungi anak-anak dari potensi pengulangan kejahatan kelamin. Tapi dalam konteks hukum pidana, ini menjadi paradoks, mengingat salah satu tujuan pemidanaan adalah merehabilitasi pelaku kejahatan sehingga ke depannya ia bisa kembali diterima di masyarakat. Tanpa Megan’s Law sebenarnya stigmatisasi atas mantan narapidana sudah terjadi di masyarakat, tapi ini bisa dihindari oleh mantan narapidana dengan cara pindah ke lain daerah tinggalnya.  Dengan Megan’s Law stigma ini menjadi permanen, ‘dilegalkan’, dan selalu up to date menginformasikan keberadaan terkini mantan penjahat kelamin. Ini membuat penjahat kelamin yang benar-benar ingin tobat harus ‘ikhlas’ menjadi orang yang selalu dicurigai. Megan’s Law juga memiliki kelemahan sebagaimana dituliskan sebelumnya, ia efektif bekerja paska pemidanaan dan tidak dirancang untuk mendeteksi penjahat kelamin perdana (first-time sex offender). Ini artinya anak-anak tetap terancam kejahatan kelamin para homoseksual penjahat kelamin seperti yang terjadi di Taman Kanak-kanak JIS.        

Jika memang kita serius menangani para penjahat kelamin dan keamanan anak-anak kita, undang-undang semacam Megan’s Law nampaknya layak untuk dikaji dan dipertimbangkan. Tentu akan banyak pertimbangan dan detail yang harus dibahas di dalamnya, mengingat Megan’s Law di tiap negara bagian di Amerika pun berbeda-beda pada tataran teknisnya.   

Mungkin saatnya kita harus memberi perhatian lebih dalam menangani penjahat kelamin di negeri ini. Anak-anak yang menjadi korban telah direnggut masa depannya, tak perlulah saya tuliskan ulang bagaimana kejinya para penjahat kelamin itu memperlakukan korbannya, juga trauma pada anak yang membuat pilu. Hal yang harus disadari bersama adalah kejahatan kelamin berpotensi menimpa siapa saja sehingga kita tak bisa lagi hanya duduk di sofa menonton berita sore tentang penjahat kelamin, menikmati kudapan sambil bergumam kasihan. Ia tak pandang anak berada atau tak punya, anak sekolahan atau jalanan. Tidak ada yang akan menyangka bahwa seseorang akan menjadi korban dari kejahatan biadab ini. Semoga ke depan ditemukan solusi yang lebih baik lagi dalam menekan para penjahat kelamin, tanpa harus menunggu berjatuhannya korban. Megan’s Law mungkin layak untuk dipertimbangkan dalam rangka menyelamatkan anak dan menekan para penjahat kelamin.      

(Kanazawa, 21 April 2014)









Wednesday, April 16, 2014

Mengenal Gustav Radbruch

Diterjemahkan dari Legal Philosophies of Lask, Radbruch and Dabin (20 Century Legal Philosophies Series), Kurt Wilk Translation. Harvard University Press. 1950.

Gustav Radbruch lahir pada 1878 di Lübeck, Jerman. Tahun 1904 ia menjadi dosen privat di University of Heidelberg, tahun 1914 ia pindah ke University of Königsberg di Prussia (dimana Immanuel Kant tinggal dan mengajar di sana seabad sebelumnya), sebagai profesor. Pada 1919 ia pindah ke University of Kiel, dan tahun 1926 ke Heidelberg. Ia pernah menjadi anggota parlemen di bawah Konstitusi Weimar dari 1920 sampai 1924, dan selama periode ini ia pernah menjadi menteri kehakiman pada Kabinet Kanselir Wirth dan Streseman sebagai sosial demokrat. Karena persoalan politik, ia pernah diberhentikan dari jabatan akademiknya di Heidelberg pada 1933. Tahun 1945, ia kembali menjadi guru besar hukum pidana dan filsafat hukum di Heidelberg. Ia adalah penulis dari beberapa karya berikut ini: Einführung in die Rechtswissenschaft (Pengantar Ilmu Hukum) (edisi 7 dan 8, 1928); Rechtsphilosophie (Filsafat Hukum) (edisi 3, 1932); Kulturlehre des Sozialismus (Teori Sosial Budaya) (edisi 2, 1927); Paul Johann Anselm Fuerbach, Ein Juristenleben (Kehidupan Seorang Jurist) (1934); Gestalten und Gedanken (Bentuk dan Pikiran), delapan esai (1945); Der Geist des Englischen Rechts (Ruh Hukum Inggris) (edisi 2, 1947); Komentar Penting tentang Ilmu Hukum Inggris--Bentham, Austin dan Maine--ditemukan dalam Radbruch, Hukum Anglo American, Tinjauan antar Benua (1936) 52 L. Q. Rev. 530. Saat ini (Agustus 1949) ia tinggal di Heidelberg.