Monday, December 30, 2013

Memahami Sisi Gelap Jepang!

http://issuu.com/inovasi-ppijepang/docs/inovasi-vol21-1-jul2013

Sunday, December 29, 2013

Dapur Italia!


Kawanku, Ini Kenapa Aku tak Memgucapkan Natal

Kawan-kawanku yang baik, mungkin ada pertanyaan terselip dihatimu kenapa tak ada ucapan natal dariku. Begini, kita sudah seperti saudara, ah tentu kau tahu itu, mungkin juga kau bisa menduga kenapa aku tak mengucapkan natal dari artikel-artikel yang kau baca. Ini kelemahanku, nampaknya aku lebih lancar menulis dari bicara, kaupun tak pernah menanyakan langsung, padahal harusnya sudah tak ada perasaan sungkan semacam itu.
 Saya menduga karena kita terlahir dari era dimana agama tabu untuk dibicarakan jika berbeda, padahal banyak yang ingin aku tanyakan tentang agamamu juga mungkin sebaliknya. Kawan perbedaan Islam dan Kristen itu setipis kulit bawang sebagaimana juga pernah disampaikan Raja Kristen Habasyah (Etopia) yang menerima suaka politik Muslim Mekkah yang dikejar Kafir Quraish. 
Yesus dalam agamamu adalah Nabi Isa alaihisalam dalam agamaku. Dewi, istriku, berhenti setelah membaca quran dan tertegun, apa yang ada di quran ini tentang Nabi Isa sama  dengan yang diajarkan di SD dulu. "Eh?" Kataku. Dewi menamatkan SDnya di Xaverius. 
Kami sangat menghargai Nabi Isa, atau Yesus dalam bahasamu. Ibunya yang berahlak mulia, Maryam, disebut beberapa, bahkan namanya dan nama Ayahnya, Imran, diabadikan menjadi nama surat dalam Alquran. 
Tapi Maryam dan Nabi Isa bukanlah Tuhan. Belakangan lagi kudengar kalau 25 Desember bukanlah tanggal lahir Yesus, jadi bagaimana mungkin aku mengucapkan natal?
Pengetahuanku tentang kristen tak begitu bagus, tapi itu yang banyak kudengar, maka ada banyak yang ingin kutanyakan padamu. Tapi itu tadi kita tidak dicetak untuk menanyakan hal-hal yang katanya sensitif. Padahal harusnya hal tadi sudah tak ada lagi di antara kita sehingga kita bisa bicara ditemani sepiring kacang dan  secangkir kopi layaknya seorang kawan. Tapi begini, saya menduga kita punya Tuhan yang sama, Tuhan yang sering kudengar sebagai Tuhan bapak adalah kemungkinan Allah SWT dalam agamaku, penggenggam nyawaku juga nyawamu. Ah, kita memang harus ngobrol tentang ini. 

Mandela di SD Syifa

Tanggal 19 Desember 2013 lalu saya pergi ke SD Syifa, Minami kodatsuno Syougakko, dalam rangka penyampaian perkembangan belajar Syifa, hasil-hasil kerja Syifa diberikan. Pertemuannya empat mata di dalam kelas, jadi orang tua mengantri di luar kelas. Karena masih ada dua orang yang mengantri saya berkeliling SD. SD di Jepang semuanya seragam, bangunan, fasilitas bahkan kurikulumnya. Misalnya gini, tiap anak di jenjang kelasnya dibiasakan punya tanaman sendiri di sekolah. Kelas satu menanam bunga asagao, atau bahasa inggrisnya morning glory, diIndonesiakan menjadi kemengan pagi. Nah nama asagao itu saya tahu dari supervisor saya "oooo kemungkinan yang kamu maksud itu bunga asagao," jelasnya suatu hari. Bayangpun sensei saya itu kampungnya di Nagoya bukan di Kanazawa, tapi nampaknya semua sama, kelas satu SD di Jepang menanam Asagao. Padahal nama bunga itu kalau diterjemahkan langsung dari kanjinya adalah wajah pagi karena asa adalah pagi dan gao/kao adalah wajah. Balik ke Mandela, karena masih antri saya keliling sekolah. Di luar perpustakaan ternyata dipajang buku dan artikel Mandela yang baru meninggal tak lama dari hari itu. Ya dahsyat saja, dari SD sudah dikenalkan tokoh dunia, bukunya juga buku koleksi perpus. Walau, di Indonesia juga saya kira kini ada. Tapi maksud saya, perpustakaan itu jendela dunia, saya yakin anak2 Indonesia bisa lebih hebat dan berhamburan menguasai dunia mengisi posisi-posisi penting jika diberikan kesempatan yang sama, buku-buku bagus sesuai usia dan guru-guru yang hebat. 

Sunday, December 22, 2013

Ketika Satish Bicara, Saya Mendengar, tentang Islam di Gateway of India.

Pertemuan kami terjadi begitu saja. Saat saya dan Satish sama-sama menjadi perserta konferensi ke-5 masyarakat kriminologi asia di Mumbai, India. Pagi hari saya ke luar kamar ingin melihat geliat Mumbai di pagi hari. Kami menginap di asrama mahasiswa TISS (Tata Institute Social Science). Di area kampus menuju keluar itulah pertama ali saya melihat Satish dan berkenalan, rupanya Ia memiliki ide yang sama. Ia datang dari luar kota Mumbai. Setiap kota punya citranya masing-masing. “Mumbai means business, Delhi means politic,” jelasnya. Kami mampir ke pasar dekat stasiun kereta. Pasar dan stasiunnya mirip sekali dengan pasar-pasar dan stasiun kereta di Indonesia pada umumnya. Pasar selalu eksotis di pagi hari, geliat kota di mulai dari sini, penjual kelapa muda, koran, teh susu memulai harinya. Satish mentraktir saya kelapa muda, teh susu dan samosa, semacam gorengan khas India. Keramahan sebagai tuan rumah ini mengingatkan saya pada kebanyakan orang Indonesia.

Salah satu must-visit place dalam daftar saya adalah Haji Ali Road Mumbai. Satish juga punya daftar wajib kunjung, Gateway of India atau Mumbai Gateway. Haji Ali Road tak jauh dari Gateway of India. Gateway of India adalah sebuah monumen gerbang yang dibangun untuk memperingati kunjungan Raja George V dan Ratu Mary saat mengunjungi India 1911. Di tempat ini kita bisa naik perahu untuk menikmati suasana pelabuhan. Setelah naik perahu itulah, saya dan Satish terlibat diskusi menarik tentang visinya, tentang Islam, juga konflik antara India dan Pakistan. 


Islam adalah minoritas di India. Populasinya sekitar 15% dari total populasi 1,2 milyar penduduk, versi Priya, seorang kawan India, versi Wikipedia 13,4%. Konflik horizontal kerap terjadi, seorang pengacara India yang juga pegiat LSM, menceritakan kasus 15 pembunuhan muslim yang “di-peti es-kan” . Darinya juga saya tahu bahwa Komisi HAM di India tak memiliki hak menyelidik dan menyidik sebagaimana di Indonesia. 2008 terjadi pengeboman yang dilakukan Muslim di beberapa titik di Mumbai, salah satunya di Hotel Taj Mahal, bersebelahan  dengan Mumbai Gateway.  


Saat saya di sana 2013, sensitifitas hubungan muslim dan hindu masih terasa. Satish menyeret saya saat berlama-lama mengambil foto di stasiun Mumbai dan berakhir dengan sebuah obrolan satu jam di pelataran Mumbai Gateway.
“Pengebom itu berasal dari Pakistan, awalnya mereka meyangkal, tapi lalu bisa dibuktikan bahwa benar dari Pakistan,” paparnya. Menurut Satish banyak perbedaan yang bersebrangan antara Hindu dan Islam yang semakin membuat jarak diantara keduanya. Misalnya orang Hindu makan babi orang Islam tidak, Orang Hindu mensakralkan sapi, orang Islam makan sapi. Menulis dari kiri ke kanan, sementara orang Islam kanan ke kiri. “Saya tahu yang terakhir tidak berdampak apa-apa tapi sejak ini juga berbeda jadi semakin menambah “daftar perbedaan”,” jelasnya.

Dari Hindu-Islam obrolan berlanjut ke masalah populasi di India, tentang pandangan hidupnya. Satish bercita-cita membahagiakan, menampung,  menyukseskan anak-anak India. Ini selaras dengan studi yang ia ambil memang, social work. Anak banyak tapi tak berkualitas bukanlah hal yang baik. Ini berbeda dengan pandangan saya, bukankah lebih baik jika banyak anak dan berkualitas? Kami berdebat panjang soal ini.

“Ada posisi dimana sifat manusia bisa dekat dengan sifat Dewa, it seems that I confuse you?” tanyanya di akhir penjelasan panjang lebarnya.

“I like to be confused, saya mengerti, tapi manusia perlu keseimbangan,” jawab saya.

Saya belajar banyak tentang bagaimana orang memandang Islam dari sisi seorang kawan Hindu hari itu. Lebih banyak mendengar daripada bicara. Tentu saja, sebagaimana umum terjadi miskonsepsi ada di sana-sini. Saya tentu saja berharap Satish merasakan keindahan, keseimbangan dalam Islam sebagaimana yang saya rasakan, sebagaimana juga mungkin Satish berharap yang sama pada saya.  Tapi saya tahu agama dan hidayah bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan. Sebagaimana dituliskan dalam AlBaqarah 256 “ Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” “There shall be no compulsion in (acceptance of) the religion. The right course has become clear form the wrong. So whoever disbelieves in Taghut and believes in Allah has grasped the most trustworthy handhold woth no break in it. And Allah is hearing and knowing.”


Tak terasa waktu Magrib hampir lewat,  saya diantar Satish menuju Haji Ali Road untuk mencari masjid dan sholat di sana.                  





              

Thursday, December 19, 2013

Positif Anak Ke-empat!

Pagi ini 20/12/2014, Dewi melakukan tes kehamilan menggunakan test pack instant yang saya beli di Genki, sebuah toko swalayan di Kanazawa. Sudah kurang lebih satu bulan Dewi tak datang bulan. Dua garis samar tercipta pagi ini! Positive! Alhamdulillah. Serangkaian rencana tiba-tiba tercipta. Mungkin ini cara Allah untuk menyadarkan saya agar bersemangat menyelesaikan disertasi. Semoga kami tak menyia-nyiakan amanah ini dan dapat mengembannya dengan baik.  

Monday, December 02, 2013

Jurnal Kanazawa part II

Daryl Champion di Perpustakaan Masjidil Haram, Bicara soal Genosida di Bosnia Herzegovina.

Berawal dari pesan supervisor Hidehiko Adachi yang memberikan izin untuk berhaji dari Jepang. Ia menginginkan saya untuk tetap menyisakan waktu untuk mengerjakan disertasi dan jika ada perpustakaan sebuah universitas yang bisa disinggahi untuk menulis, saya akhirnya berkunjung ke perpustakaan Masjidil Haram.

Saya menemukan ini secara tak sengaja, saat akan masuk masjid dari arah Bin Daud mall, tertulis Masjidil Haram Library, saya tak tahu kalau di Masjidil Haram ada perpustakaan.

Letaknya dilantai II. 99% bukunya berbahasa Arab. Menyusuri rak buku akhirnya menemukan sebuah buku antologi berbahasa Inggris, terdiri dari 15 jilid buku. Salah satu jilidnya berbahasa Inggris. Judul besarnya Kingdom of Saudi Arabia In 100 Years Studies and Researches. Riyadh 1428/2007. King Abdul Aziz for Riyadh and Archives.

Ada banyak judul artikel menarik di dalamnya. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah tulisan Dr Daryl Champion, seorang peneliti dari Center for Middle Eastern and Central Asian Studies. The Australian National University. Judul artikelnya adalah Saudi Arabia and the Genocide of Muslims in Bosnia-Herzegovina.

Champion menuliskan perilaku bangsa Eropa yang aneh yang mengutuk keras pembantaian Nazi era Hitler tapi berdiam diri dalam pembantaian etnis Muslim di Bosnia Herzegovina oleh Serbia dan Kroasia. Saya jadi ingat membaca sebuah berita saat masih kuliah S1 dulu, pembantaian etnis ini pernah diperjuangkan untuk dinyatakan sebagai genosida dalam International Court of Justice yang merupakan organ PBB, dan hasilnya genosida tidak diakui terjadi di Bosnia, hebat bukan main PBB kita!
 
Sepuluh menit menjelang sholat, perpustakaan ditutup. Perpustakaannya keren. Orang-orang baca duduk di kursi atau lesehan di karpet yang tebal.