Tuesday, November 24, 2009

The Story Of HIMSAC

(Mengumpulkan yang terserak.red)
diunduh dari http://www.himsac.co.cc/2009/06/story-of-himsac.html
6.19.2009
The Story Of HIMSAC

Himpunan Mahasiswa Serang dan Cilegon di Universitas Lampung dilahirkan pada tanggal 18 Mei 2000. Proses panjang telah dilalui sebelumnya untuk membentuk lembaga ini.. Dengan didasari atas semangat kekeluargaan antar mahasiswa yang berasal dari Serang dan Cilegon. Selain itu organisasi ini muncul bermula karena adanya niatan baik untuk membantu mahasiswa asal Serang dan Cilegon dalam menempuh studi di Universitas Lampung. Tentu pada akhirnya, tujuan organisasi ini bermuara pada pembentukan Sumber daya manusia Serang dan Cilegon yang berkualitas.
Cikal bakal terbentuknya


lembaga ini dimulai pada tahun 1998, berawal dari pertemuan Mahasiswa Unila asal SMUN 1 Serang (HIMA SMUNSA) pada tgl 17 April 1999 dengan hasil kesepakatan untuk mengadakan pertemuan antar mahasiswa UNILA asal Serang dan Cilegon.
Dalam pertemuan-pertemuan berikutnya yang diikuti oleh wakil-wakil dari SMUN 1 Serang, SMUN 1 Cipocok Jaya, SMUN Krawat Watu, SMUN 1 Cilegon, SMUN Ciruas dan MAN 2 Serang disusunlah Panitia Pelaksana Pembentukan Himpunan Mahasiswa asal Banten. Ide dasar dibentuknya Himpunan Mahasiswa asal Banten adalah untuk menumbuhan rasa solidaritas persaudaraan dan persatuan sebagai wahana Silaturahmi antar Mahasiswa satu daerah.

Arief Kautsar (FT Sipil’95), koordinator HIMASMUNSA dipercaya menjadi ketua pelaksana. Hingga akhirnya tepat tanggal 9 mei 1999 bertempat di Gedung E Fakultas Ekonomi terbentuklah suatu lembaga bagi Mahasiswa asal Serang dan Banten, wadah kebersamaan dan Silaturahmi yang bersifat paguyuban. Bernama Keluarga Mahasiswa Banten Raya (KEMBARA) yang diketuai oleh Zulhaidir (FE ’96). Dibawah kepemimpinan Zulhaidir, KEMBARA lebih diarahkan untuk membantu Mahasiswa Unila asal Serang dan Banten dalam mengatasi permasalahan akademis dikampus, sehingga dapat menyelesaikan studi dengan baik, meningkatkan penalaran dan kemampuan analisis sebagai Mahasiswa dalam menghadapi permasalahan sosial dilingkungannya, sekaligus mencari solusinya, serta ikut memberikan sumbangan pemikiran demi pembangunan di daerah Banten . Menjelang akhir kepungurusan, KEMBARA dibekukan dan diganti dengan Forum Mahasiswa Banten.

Kemudian pada tanggal 18 Mei 2000 diselenggarakan MUBES I Mahasiswa Asal Serang dan Cilegon, yang kemudian dikenal sebagai hari jadi HAMAS (Himpunan Mahasiswa Asal Serang dan Cilegon), jabatan Ketua dipegang oleh Ahmad Baidowi (Fisip IP ’98), dan Achdi Supratman (Fisip Kom’98) sebagai Sekretaris Umum.

Selanjutnya pada tanggal 6 Mei 2001, bertempat di Wisma Dahlia Bandar Lampung, kembali digelar MUBES HAMAS II. Dalam Mubes ini terdapat beberapa perubahan dari AD/ART HAMAS antara lain: perubahan nama organisasi HAMAS menjadi HIMSAC (Himpunan Mahasiswa Serang dan Cilegon), kepengurusan periode 2001-2002 HIMSAC dipimpin oleh Achdi Supratman (Fisip Kom’98) sebagai Ketua Umum, dan Jazuli Ramdhan (Teknik Elektro, 98) sebagai Sekretaris Umum. Pada kepengurusan ini, kegiatan-kegiatan yang telah terlaksana seperti pengajian Rutin, Ifthor Jama’i, Rihlah (rekreasi), Bakti Sosial , dan Try Out SPMB 2002 di GOR Maulana Yusuf Serang dll.

Pada tanggal 19 Mei 2002 di Aula Balai Bahasa kembali diadakan agenda tahunan HIMSAC yaitu MUBES HIMSAC III yang berhasil memilih Ferry Fathurohman (FH ’99) sebagai Ketua Umum, dan Uswatun hasanah (FMIPA, ’99) sebagai Wakil ketua Umum. Kepengurusan ini memiliki 5 departemen : Departemen Agama, PSDM , Keilmuan , Dana Usaha & Kesejahteraan Sosial , dan Kreatifitas yang akan mencoba menggulirkan beberapa progja diantaranya Seminar Daerah , Diklat Jurnalistik, Try Out SPMB, dan beberapa progja yang akan meningkatkan solidaritas dan ukhuwah antara mahasiswa asal Serang dan cilegon.

Alumni pers kampus Unila dirikan perusahaan

(Mengumpulkan yang terserak.red)
(diunduh dari http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=BeritaUtama&topik=12&id=43)
Alumni pers kampus Unila dirikan perusahaan
Jurnalnet.com (Bandar Lampung)
Eril Sutasena

Bersamaan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-28 pers kampus mahasiswa Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Teknokra Universitas Lampung (Unila) dengan dukungan para lulusan Unila yang pernah aktif di sana, sepakat mendirikan Perseroan Terbatas (PT) Teknokra Cendekia Utama.

Menurut Pemimpin Umum SKM Teknokra, Abdul Gofur mendampingi Rektor Unila, Prof Dr Muhajir Utomo yang juga salah satu pendiri Teknokra di Bandar Lampung, Selasa, PT Teknokra Cendekia Utama ("TCU") yang sepakat didirikan bergerak dalam bisnis jasa pendidikan dan pelatihan SDM, informasi dan komunikasi dalam arti luas.

"Rintisannya cukup lama, sekitar tujuh tahun yang lalu," kata Gofur yang belum lama menggantikan Ferry Fathurrachman memimpin pers mahasiswa yang masih eksis hingga sekarang ini.

Rektor Unila, Muhajir Utomo berpendapat, kemampuan para mantan aktivis SKM Teknokra dalam mengembangkan bidang jurnalistik dan pekerjaan lain yang terkait kemampuan itu, sudah tidak diragukan lagi.

Terbukti banyak lulusannya yang bekerja di media massa nasional dan lokal, penulis, LSM, bisnis dan pengusaha yang memiliki kemampuan jurnalistik melebihi lulusan Unila yang lain.

"Dengan dukungan alumni Unila yang pernah aktif di SKM Teknokra, kami sepakat mendorong didirikannya unit bisnis tersebut," kata Muhajir lagi.

Diharapkan, keberadaan PT Teknokra Cendekia Utama dapat memanfaatkan jaringan alumni Unila yang mantan aktivis SKM Teknokra di pelosok tanah air terutama yang telah berkiprah di dunia bisnis, pemerintahan maupun profesional media.

"Semula rencananya hanya akan membentuk Yayasan, tapi melihat perkembangan perguruan tinggi negeri seperti Unila harus mandiri dan otonom, akhirnya pilihan membentuk PT lebih realistis," kata Muhajir pula.

Para pengelola SKM Teknokra pada peringatan HUT ke-28 secara sederhana di markasnya di Kampus Gedongmeneng-Bandar Lampung, Senin (28/2) malam, mengharapkan keberadaan PT Teknokra Cendekia Utama itu dapat menopang pembiayaan penerbitan SKM Teknokra Unila.

"Kami terus menerbitkan tabloid yang segera diubah formatnya menjadi majalah dan penerbitan newsletter yang biayanya masih bersumber dari subsidi mahasiswa Unila," kata Pemimpin Umum SKM Teknokra Unila, Abdul Gofur lagi.

Dia juga berharap keberadaan PT Teknokra Cendekia Utama dapat menjadi salah satu sandaran pekerjaan yang layak ditekuni bagi para lulusan Unila yang pernah aktif di pers mahasiswa itu, agar tidak mesti bersusah payah menjadi PNS atau mencari pekerjaan lain di luar.

Untuk pertamakalinya, pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Teknokra Cendekia Utama, Senin (28/2) telah ditetapkan Dewan Komisaris dan Direksi, dengan Juwendra Asdiansyah sebagai Direktur Utama, Agus Sahlan Mahbub (Direktur Keuangan), dan M. Fahruriza Pradana (Direktur Operasional).***

Penyesalan yang tiada Guna

(diambil dari milis facebook Hadist Rasulullah SAW)
Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ' Saya tidak tahu..tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.

Mbok Narti sang pembantu terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu"…jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol aja ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan.." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…"Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, " katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…
Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..

Thursday, November 19, 2009

Ada Apa dengan Penegak Hukum Kita?

Ada apa dengan penyidik dan penuntut kasus Minah? Tidakkah pemikiran hukum progesif dan restorative justice sampai pada mereka? Tidakkah mereka memahami nilai dasar hukum? terjebak dalam kepastian hukum?

diunduh dari Kompas.com.

RASA KEADILAN
Elegi Minah dan Tiga Buah Kakao di Meja Hijau...
KOMPAS/ MADINA NUSRAT

credit foto: Madinah Nusrat/Kompas

Minah (55), petani dari Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (19/11), dihukum percobaan 1 bulan 15 hari karena mencuri tiga buah kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan 4 di desanya. Persidangan di Pengadilan Negeri Purwokerto ini menyedot perhatian masyarakat karena benda yang didakwakan dicuri hanya tiga buah kakao yang akan digunakan Minah sebagai bibit.
Artikel Terkait:

* Duh... Tiga Buah Kakao Menyeret Minah ke Meja Hijau...

Jumat, 20 November 2009 | 08:09 WIB

Madina Nusrat

Minah (55) hanya dapat meremas kedua belah tangannya untuk menepis kegalauan agar tetap tegar saat menyampaikan pembelaan atau pleidoi di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (19/11).

Tanpa didampingi pengacara, ia menceritakan bahwa alasannya memetik tiga buah kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan 4, pertengahan Agustus lalu, adalah untuk dijadikan bibit.

Nenek tujuh cucu yang buta huruf ini sesekali melemparkan pandangan kepada beberapa orang yang dikenal guna memperoleh kekuatan. Ia berusaha memastikan bahwa pembelaannya dapat meyakinkan majelis hakim.

Dengan menggunakan bahasa Jawa ngapak (dialek Banyumasan) bercampur bahasa Indonesia, Minah menuturkan, tiga buah kakao itu untuk menambah bibit tanaman kakao di kebunnya di Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas. ”Kalau dipenjara, inyong (saya) enggak mau Pak Hakim. Namung (cuma) tiga buah kakao,” ujar Minah kepada majelis hakim.

Minah mengaku sudah menanam 200 bibit pohon kakao di kebunnya, tetapi ia merasa jumlah itu masih kurang. Namun, belum sempat buah tersebut dibawa pulang, seorang mandor perkebunan, Sutarno, menegurnya. Minah lantas meminta maaf dan meminta Sutarno untuk membawa ketiga buah kakao tersebut.

Alih-alih permintaan maafnya diterima, manajemen PT RSA 4 malah melaporkan Minah ke Kepolisian Sektor Ajibarang, akhir Agustus lalu. Laporan itu berlanjut pada pemeriksaan kepolisian dan berakhir di meja hijau.

Minah sudah berusaha melepaskan diri dari jerat hukum. Tapi usahanya sia-sia. Hukum yang mestinya mengayomi masyarakat dengan menegakkan keadilan, bagi nenek Minah, ternyata tak punya nurani. Hukum kita rupanya tak memberi ampun bagi orang kecil seperti Minah. Tetapi, koruptor pencuri miliaran rupiah uang rakyat melenggang bebas dari sanksi hukum.

Di Jawa Tengah, misalnya, empat bekas anggota DPRD dan aparat Pemerintah Kota Semarang yang menjadi terpidana kasus korupsi dana APBD Kota Semarang tahun 2004 sebesar Rp 2,16 miliar divonis bebas. Mereka bebas dari sanksi hukum setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali mereka. MA menyatakan keempat terpidana itu tidak melakukan tindak pidana.

Muramnya penuntasan masalah hukum di Jateng masih ditambah lagi dengan putusan hakim yang hanya memberikan hukuman percobaan kepada pelaku tindak pidana korupsi. Salah satunya dijatuhkan kepada Ketua DPRD Jateng periode 1999-2004, Mardijo. Terdakwa korupsi dobel anggaran APBD Jateng sebesar Rp 14,8 miliar ini hanya diberi hukuman percobaan selama dua tahun.

Minah memang tak mengerti masalah hukum seperti para terpidana dan terdakwa kasus korupsi itu. Namun, dengan berkata jujur, ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu menghadapi rimba hukum formal yang tidak dimengertinya sama sekali.

Terhitung tanggal 13 Oktober sampai 1 November, Minah menjadi tahanan rumah, yakni sejak kasusnya dilimpahkan dari kepolisian kepada Kejaksaan Negeri Purwokerto. Sejak itu hingga sekarang, ia harus lima kali pergi pulang memenuhi panggilan pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Purwokerto, dan persidangan di Pengadilan Negeri Purwokerto.

Rumah Minah di dusun, di pelosok bukit. Letaknya sekitar 15 kilometer dari jalan utama Ajibarang-Wangon. Perjalanan ke Purwokerto masih menempuh jarak sejauh 25 kilometer lagi. Jarak sepanjang itulah yang harus ditempuh Minah setiap kali memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Purwokerto dan Pengadilan Negeri Purwokerto.

Satu kali perjalanan ke Purwokerto, Minah mengaku, bisa menghabiskan Rp 50.000 untuk naik ojek dan angkutan umum. Ditambah lagi untuk makan selama di perjalanan. ”Kadang disangoni anak kula (kadang dibiayai anak saya),” katanya.

Sebelum menyampaikan putusan, majelis hakim juga pernah bertanya kepada Minah, siapa lagi yang memberikannya ongkos ke Purwokerto. ”Saya juga pernah dikasih Rp 50.000 sama ibu jaksa, untuk ongkos pulang,” kata Minah sambil menoleh kepada jaksa penuntut umum Noor Haniah.

Noor Haniah yang mendengar jawaban itu hanya dapat memandang lurus ke Minah.

Elegi Minah tentang tiga kakao yang diambilnya melarutkan perasaan majelis hakim. Saat membacakan pertimbangan putusan hukum, Ketua Majelis Hakim Muslich Bambang Luqmono sempat bersuara tersendat karena menahan tangis.

Muslich mengaku tersentuh karena teringat akan orangtuanya yang juga petani.

Majelis hakim memutuskan, Minah dihukum percobaan penjara 1 bulan 15 hari. Jadi, Minah tak perlu menjalani hukuman itu, dengan catatan tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan tiga bulan.

Persidangan ditutup dengan tepuk tangan para warga yang mengikuti persidangan tersebut.

Kasus Minah bisa menjadi contoh bahwa penuntasan masalah hukum di negeri ini masih saja berlangsung tanpa mendengarkan hati nurani, yaitu rasa keadilan....
Sent from Indosat BlackBerry powered by

Thursday, November 12, 2009

Launching Buku Kaum Tjipian




Syifa, Aisyah, 20 Juli 2009 lalu Kaum Tjipian melaunching sebuah buku. Kaum Tjipian adalah sebuah komunitas yang membedah dan mengembangkan pemikiran Hukum Progresif Prof Satjipto Rahardjo. Inisiatornya adalah Awaludin Marwan (Lulu), filsuf muda Semarang, penggiat LSM yang kuliah di Program Magister Ilmu Hukum Undip, satu angkatan dengan Abi, 2008. Ia gigih melakukan diskusi membahas pemikiran Prof Tjip sedari awal kuliah. Meski hampir semua buku Prof Tjip Abi beli, namun Abi sebenarnya tak pernah mengikuti diskusinya. Pemikiran abi pragmatis saja, menyelesaikan kuliah sesegera mungkin. Lulu dari awal memiliki ide membukukan makalah hasil diskusi. Abi juga dimintai tulisan mengenai hukum progresif, tapi abi tak segera mengiyakan, sebab saat itu abi banyak utangan tulisan.

Awal Juli rencana seminar Hukum Progresif dan Launching buku semakin mengerucut. Sharing dengan Prof Tjip digelar, kata sambutan untuk buku didapat. Bahan tulisan buku masih kurang, saat itulah Lulu dan Eko Mukminto meminta tulisan kembali, deadlinenya dua hari. Abi tak menjanjikan, sekiranya tulisan abi nggak selesai abi minta mereka tetap berangkat saja ke Genta Press Jogja agar tak menghambat, Lulu merayu dan meyakinkan "Kalau nggak ada pak Fer nggak seru," katanya. Ia memang punya bakat besar jadi pemimpin, memiliki energi besar untuk memotivasi orang.

Malam pertama abi kebut, terjadi tiga kali pergantian tema, gagal karena banyak hambatan, karena kamar kos abi memiliki TV, terkadang ada kawan yang numpang nonton. Malam berikutnya Eko dan Ikhsan menumpang di kamar Abi, rupanya tulisan merekapun belum rampung, puluhan buku mereka dibawa serta ke kamar. Nah, justru dengan kedatangan mereka suasana jadi kondusif, tiga orang fokus pada satu hal, menulis. Kopi, asap rokok , buku-buku berseliweran malam itu, kamar abi dipenuhi buku yang berserakan hingga berjalan pun agak susah. Sesekali kami berhenti mengetik, diskusi jika ada satu hal yang mengganjal mengenai tulisan.


Pagi menjelang, tulisan belum paripurna, Abi terpaksa melewatkan satu kuliah Prof Barda yang sangat berharga, sesi terakhir dimana Prof Barda Nawawi dan para mahasiswa menguraikan kesan dan pesan selama perkuliahan. Kabarnya hampir semua mahasiswa menangis. Prof Barda membahas email Lulu yang menceritakan kegelisahan. Ia lalu menjelaskan bahwa orang tua seperti dirinya juga memiliki kegelisahan, menantikan kematian! Usianya 66 tahun, dan Prof Barda memiliki banyak pertanyaan, yang terbesar adalah, apakah nanti akan berakhir dengan baik, husnul khotimah? Sebuah slide terpampang, sebuah kereta yang ditarik kuda muncul, dengan penggalan ayat Alquran yang menyertainya disertai latar lagu Opick yang mengingatkan kematian. Semua memahami slide itu, suatu saat kereta kuda itu akan menjemputnya, hidup di dunia tidak selamanya, suatu saat berakhir, dan bekal apa yang kita bawa untuk bertemuNya? Syifa, Aisyah, suatu saat Abi ceritakan khusus mengenai Prof Barda, guru dengan ilmu luas yang dilengkapi dengan kecerdasan spiritual.

Abi tentu sedih tak bisa mengikuti sesi Prof Barda, namun tulisan harus rampung. Siang hari, tulisan rampung, tinggal memperhalus, editing akhir. Lusa kemudian Eko dan Ikhsan berangkat ke Jogja menyerahkan draft buku. Buku itu ditulis oleh tujuh orang: Sulaiman (dosen Syiah Kuala Aceh), Rudolfus Tallan (advokat Kupang), Awaludin Marwan (Inisiator Kaum Tjipian), Abi (Ayah kalian), Eko Mukminto (filsuf muda Kendal, skateboarder), Ikhsan Alfarisi (filsuf muda Muara Bungo, Jambi, backpacker traveller), Agung (koordinator kaum Tjipian).

Saat seminar dan launching buku, teman-teman PMIH turut membantu sebagai panitia. Buku dicetak 200: 100 untuk kami, 100 untuk penerbit. Jadi begitulah, buku itu akhirnya terbit, mudah-mudahan bukan buku terakhir.

Sudah mulai siang abi harus ke kampus, abi sedang merintis belajar menjadi editor buku, proyek perdana didapat, tesis dosen abi yang baik di Unila yang akan dijadikan buku. Mau ke perpustakaan, ngedit disana, ngadem AC, cuaca Semarang mulai panas akhir-akhir ini.

Tuesday, November 10, 2009

Perempuan Penjual Ketoprak

Aisyah, hari ini (11/11/09) abi makan ketoprak di depan kampus Undip Pleburan Semarang. Belum waktunya makan siang memang, tapi perut abi mulai lapar. Penjualnya perempuan dengan seorang anak lelaki usia 7 tahun di sampingnya. Abi memesan satu piring, anaknya mulai merengek minta dibelikan susu indomilk botol plastik. Perempuan itu tampak sedikit repot meminta anaknya bersabar sambil cekatan meracik ketoprak pesanan abi. Ketoprak selesai, dan ia beranjak ke warung sebelah menyusul anaknya yang telah ada di warung. Dibelikannya susu. Susu seperti itu harganya kurang lebih dua ribuan, lebih dikit. Ketoprak yang abi makan seharga empat ribu. Si anak serta merta tenang. Ibu tadi masih muda Aisyah, belum kepala tiga, mungkin duapuluh enam. Memakai jin biru dan kaos biru langit tangan panjang. Baju anaknya pun terurus, tidak seperti gelandangan di pinggir jalan.

Abi menyadari betapa hebatnya perempuan. Dan berbagai pertanyaan muncul. Kemana suaminya? Alangkah hebatnya ia, bekerja sambil mengurus anak. Betapa mandirinya ia, seharusnya mental bangsa kita seperti itu. Mudah-mudahan dalam beberapa tahun ia menjadi enterpreuner, memiliki beberapa orang karyawan dalam bisnis ketopraknya. Ia membantu suaminya dalam memenuhi perekonomian keluarga.

Lalu abi teringat ibumu. Ia juga perempuan yang dahsyat Aisyah. Bangun pagi, masak, mandiin mbak Syifa, lalu dirimu, mengantar mbakmu ke sekolah. Mbakmu itu keras kepala Aisyah mungkin turunan dari kami berdua. Kalau yang lain nulis ia malah makan, dan banyak lagi hal lainnya. Ibumu sabar dalam mendidik meski menguras energi. Lalu pulang, mengondisikan kalian tidur siang, bangun asar siap-siap mandi sore hingga malam menjelang. Tiap hari seperti itu, tidakkah itu dahsyat. Oya satu lagi Aisyah, ibumu juga akhirnya memutuskan berjualan baju anak, antar keluarga dan teman-temannya saja. Itu ia lakukan dalam rangka membantu abi menafkahi kalian. Pernah ia berkata "sebenernya pengen jualan di alun-alun ahad pagi, tapi ibu jaga perasaan abi, sebab Abi kan dosen," katanya. Abi bilang tak apa-apa,nanti abi antar, tapi sebenarnya ada juga perasaan rikuh, eh tapi ini antar kita aja ya, ibumu tak perlu tahu. Ibumu memang punya cita-cita usaha perlengkapan bayi dan anak.

Maaf Abi tak hadirkan foto penjual ketoprak itu. Abi dan ibumu bertukar telepon genggam. N 73 yang biasa abi pakai ada di ibu untuk keperluan kalian, buat film, foto dll. Hati-hati di Serang, jaga ibu dan mbakmu ya. I love U.