Bagaimana cara mengetahui Bakso yang enak? Begini seperti anda tahulah bahwa saya adalah Bondan Winarno KW3 kalau soal makanan.
Salah satu cara tahu bakso enak adalah dari kuahnya. Bakso enak adalah bakso yang kuahnya sudah enak meski tidak kita saosi. Eh, serius ini, banyak bakso yang dia baru enak jika sudah kita tambahi saos.
Nah, kali ini saya akan mengajak anda ke Bandung, menikmati a must-eat bakso. Bakso Cuankie Serayu. Terletak di jalan Serayu tak jauh dari gedung sate.
Bakso Cuankie adalah kreasi baru, tidak terlalu berat seperti bakso biasa, ringan saja. Kuahnya juga tipis ringan tak banyak lemak. Saya jarang sekali makan bakso tanpa saos, tapi di tempat ini, serius, saya tak perlu saos. Kuahnya gurih tipis ringan. Enak sekali.
Ramai pengunjung dan rela antri. Agak sulit ini saya menggambarkan nikmatnya bakso yang satu ini. Yang jelas, kalau datang ke Bandung, mampirlah ke Bakso ini. Satu lagi, penjual baksonya tak kenal saya, jadi tak perlulah sebut nama rekomendator, takkan mempengaruhi harga.
Sebuah kumpulan tulisan, puisi, cerita, foto, atau apa sajalah tentang saya, orang lain dan negeri ini.
Monday, December 28, 2015
Bakso Cuankie Serayu Bandung!
Tuesday, December 08, 2015
Merauke!
Merauke, wilayah tertimur Indonesia. Warga nampak antusias datang ke TPS (tempat pemungutan suara). Hari ini, 9 Desember 2015, warga Merauke berpesta untuk memilih bupati. Dua pasangan calon bertarung head to head, seorang mantan pns melawan incumbent bupati. Orang-orang hebat, yang satu alumni Universitas Hasanudin, satu lagi alumni ITB. Ada 20 distrik disini (sebutan khusus untuk wilayah setara kecamatan). Disebut juga Kota Rusa, seorang penjual mie ayam asal Pemalang mengabari harganya 50 ribu rupiah/kg. Terkenal juga dengan sentra kulit buaya, dibuat dompet, ikat pinggang, sepatu, koper, tas golf. Bahan bakunya datang dari penduduk, buaya liar tidak ditangkar. Harga sabuk dan dompet variatif dari 250 hingga 600 ribu rupiah.
Warganya nampak harmonis, orang Jawa, Sulawesi banyak juga di sini, masjid pun mudah ditemui, bahkan ada masjid rayanya juga. Saya menginap di sebuah hotel yang bisa melihat gereja dan juga masjid, jarak keduanya hanya 200 meter. Harga bbm di spbu sama dengan harga di Jawa. Hanya di pelosok harga bbm melonjak, dijual eceran dengan harga 25 ribu rupiah/liter. Asma, anggota Polres Boven Digoel mengabari di daerah lain harganya bisa sampai 50 ribu. Di TPS 13 Merauke, seorang mama menghampiri saya, menggenggam erat tangan saya sambil berkata terima kasih sudah mampir ke Merauke, Merauke aman. "Alhamdulillah, puji tuhan," sambut saya. Mama tersenyum tulus. Saya mulai mengerti perasaan Bung Karno dan Bung Hatta. Indonesia terlihat lebih jelas dari Merauke.
Merauke 9 Desember 2015, dalam perjalanan menuju Sota, Distrik terluar wilayah perbatasan.
Thursday, November 19, 2015
Kaledo, Kaki Lembu Donggala.
Indonesia adalah surga makanan enak. Tiap kota punya makanan khasnya masing-masing. Nah, kalau anda datang ke Palu, Sulawesi Tengah, Kaledo adalah makanan yang wajib anda cicipi. Kaledo adalah makanan khas Palu semacam sup kaki sapi berkuah segar. Anda bisa menikmati sum-sum kaki sapi dan tetelan daging yang masih menempel di tulang kaki. Oya, keunikan lainnya kaledo ini ditemani dengan ubi, jadi bukan nasi sebagai karbohidrat seperti pada umumnya.
Tidak ada referensi yang jelas asal mula kaledo. Tetapi sebuah sumber di internet menceritakan sejarah makanan ini meski tak punya pijakan yang kuat. Konon kabarnya dahulu kala ada seorang dermawan menyembelih sapi. Dagingnya diberikan, yang pertama datang adalah orang jawa, mendapatkan daging, oleh karenanya orang Jawa pandai membuat pentol bakso. Lalu orang Makasar datang, daging sudah habis, bersisa jeroan, maka jeroan tadi diberikan pada orang Makassar yang kemudian dimasak dan jadilah Coto Makassar. Berikutnya datang Orang Kaili, suku di Daerah Donggala yang berbatasan dengan Palu. Menurut seorang kawan, Palu dahulunya bagian dari Donggala. Nah, daging dan jeroan sudah tak ada, bersisa Tulang. Maka jadilah Kaledo, yang kabarnya merrpakan singkatan dari Kaki Lembu Donggala.
Begitulah, seperti kata pepatah, when in Rome, do as Romans do. Nah saat anda di Palu lakukanlah apa yang orang Palu lakukan, makan kaledo adalah salah satunya. Nikmat manalagi yg akan kamu dustakan. Mari makan.
Ps. Sumber gambar: catatanmuriddahlan.wordpress.com
Monday, September 21, 2015
Abstain!
Ini cerita sepuluh tahun lebih yang lalu, saat kepala daerah masih dipilih dewan.
Di sebuah propinsi ada dua calon kuat saat itu. Pemilihan tiba, sebuah suara abstain! Tidak ada yg tahu milik siapa.
Sebuah informasi A1 saya dapat. Dan tentu saja saya kaget karena pemiliknya benar2 di luar dugaan. Seseorang yang jauh dari prediksi abstain, tentu saja ia juga tak sesumbar akan abstain sebelumnya.
Saya pernah wartawan, muda, enerjik dan langsing dg bentuk perut yg masih bisa dibanggakan, nah saya langsung menemuinya u mengonfirmasi. Kenapa saya konfirmasi? Karena saya tau ia dekat dengan kedua calon yang sedang bertarung head to head. Yang satu pernah bantu yayasannya. Satunya lagi dekat karena Ia juga jadi mentor politiknya secara tidak resmi. Jadi sebagai anggota dewan yg memiliki suara tapi memillih abstain agak membingungkan saya sebenarnya.
"Kenapa bapak abstain"?
" Tahu dari mana saya abstain?"
Pemirsa, adalah jawabannya yang membuat saya berpikir. Jawabannya singkat dan enteng saja.
"Karena keduanya tidak bagus"
Ia melihat keduanya tidak baik dan mempunyai daya rusak. Ia tahu bahwa memilih artinya juga bertanggungjawab atas pilihannya. Ia adalah representasi dari rakyat. Oleh karenanya, bantuan, konsultasi politik bukanlah apa2. Kesetiaannya pada rakyat, pada nilai, bukan pada rupiah.
Saudaraku, jika kau memilih seseorang, itu artinya kau juga bertanggungjawab atas kepemimpinan orang tersebut. Baik buruknya. Jika kau tak bisa menghentikan keburukannya tapi masih juga berniat memilihnya, pergilah kau ke masjid. Menangislah di sana.
Saudaraku mari kuberitahu. Ada orang mengatakan 1000 kawan terlalu sedikit, 1 musuh terlalu banyak. Aku sudah lama meninggalkan pepatah itu. Aku berkawan dengan banyak orang, tapi tak pernah berkeberatan jika harus kehilangan kawan saat di persimpangan jalan. Maka jika kau mengingkari nurani yang dianugerahkanNya padamu. Tak ada masalah bagiku jika aku harus kehilanganmu sebagai kawan.
Aku hanya setia pada nilai, pada nurani. Bukan pada kawan atau saudara sekalipun.
Begitulah, pakai otak dan hatimu dalam melangkah. Sinkronkan agar kau tak menyandang gelar bebal!
(Kaki Gunung Manglayang, 27 September 2015.)