Monday, December 28, 2015

Bakso Cuankie Serayu Bandung!

Bagaimana cara mengetahui Bakso yang enak? Begini seperti anda tahulah bahwa saya adalah Bondan Winarno KW3 kalau soal makanan.
Salah satu cara tahu bakso enak adalah dari kuahnya. Bakso enak adalah bakso yang kuahnya sudah enak meski tidak kita saosi. Eh, serius ini, banyak bakso yang dia baru enak jika sudah kita tambahi saos.
Nah, kali ini saya akan mengajak anda ke Bandung, menikmati a must-eat bakso. Bakso Cuankie Serayu. Terletak di jalan Serayu tak jauh dari gedung sate.
Bakso Cuankie adalah kreasi baru, tidak terlalu berat seperti bakso biasa, ringan saja. Kuahnya juga tipis ringan tak banyak lemak. Saya jarang sekali makan bakso tanpa saos, tapi di tempat ini, serius, saya tak perlu saos. Kuahnya gurih tipis ringan. Enak sekali.
Ramai pengunjung dan rela antri. Agak sulit ini saya menggambarkan nikmatnya bakso yang satu ini. Yang jelas, kalau datang ke Bandung, mampirlah ke Bakso ini. Satu lagi, penjual baksonya tak kenal saya, jadi tak perlulah sebut nama rekomendator, takkan mempengaruhi harga.

Tuesday, December 08, 2015

Merauke!

Merauke, wilayah tertimur Indonesia. Warga nampak antusias datang ke TPS (tempat pemungutan suara). Hari ini, 9 Desember 2015, warga Merauke berpesta untuk memilih bupati. Dua pasangan calon bertarung head to head, seorang mantan pns melawan incumbent bupati. Orang-orang hebat, yang satu alumni Universitas Hasanudin, satu lagi alumni ITB. Ada 20 distrik disini (sebutan khusus untuk wilayah setara kecamatan). Disebut juga Kota Rusa, seorang penjual mie ayam asal Pemalang mengabari harganya 50 ribu rupiah/kg. Terkenal juga dengan sentra kulit buaya, dibuat dompet, ikat pinggang, sepatu, koper, tas golf. Bahan bakunya datang dari penduduk, buaya liar tidak ditangkar. Harga sabuk dan dompet variatif dari 250 hingga 600 ribu rupiah.
Warganya nampak harmonis, orang Jawa, Sulawesi banyak juga di sini, masjid pun mudah ditemui, bahkan ada masjid rayanya juga. Saya menginap di sebuah hotel yang bisa melihat gereja dan juga masjid, jarak keduanya hanya 200 meter. Harga bbm di spbu sama dengan harga di Jawa. Hanya di pelosok harga bbm melonjak, dijual eceran dengan harga 25 ribu rupiah/liter. Asma, anggota Polres Boven Digoel mengabari  di daerah lain harganya bisa sampai 50 ribu. Di TPS 13 Merauke, seorang mama menghampiri saya, menggenggam erat tangan saya sambil berkata terima kasih sudah mampir ke Merauke, Merauke aman. "Alhamdulillah, puji tuhan," sambut saya. Mama tersenyum tulus. Saya mulai mengerti perasaan Bung Karno dan Bung Hatta. Indonesia terlihat lebih jelas dari Merauke.

Merauke 9 Desember 2015, dalam perjalanan menuju Sota, Distrik terluar wilayah perbatasan.

Thursday, November 19, 2015

Kaledo, Kaki Lembu Donggala.

Indonesia adalah surga makanan enak. Tiap kota punya makanan khasnya masing-masing. Nah, kalau anda datang ke Palu, Sulawesi Tengah, Kaledo adalah makanan yang wajib anda cicipi. Kaledo adalah makanan khas Palu semacam sup kaki sapi berkuah segar. Anda bisa menikmati sum-sum kaki sapi dan tetelan daging yang masih menempel di tulang kaki. Oya, keunikan lainnya kaledo ini ditemani dengan ubi, jadi bukan nasi sebagai karbohidrat seperti pada umumnya.
Tidak ada referensi yang jelas asal mula kaledo. Tetapi sebuah sumber di internet menceritakan sejarah makanan ini meski tak punya pijakan yang kuat. Konon kabarnya dahulu kala ada seorang dermawan menyembelih sapi. Dagingnya diberikan, yang pertama datang adalah orang jawa, mendapatkan daging, oleh karenanya orang Jawa pandai membuat pentol bakso. Lalu orang Makasar datang, daging sudah habis, bersisa jeroan, maka jeroan tadi diberikan pada orang Makassar yang kemudian dimasak dan jadilah Coto Makassar. Berikutnya datang Orang Kaili, suku di Daerah Donggala yang berbatasan dengan Palu. Menurut seorang kawan, Palu dahulunya bagian dari Donggala. Nah, daging dan jeroan sudah tak ada, bersisa Tulang. Maka jadilah Kaledo, yang kabarnya merrpakan singkatan dari Kaki Lembu Donggala.

Begitulah, seperti kata pepatah, when in Rome, do as Romans do. Nah saat anda di Palu lakukanlah apa yang orang Palu lakukan, makan kaledo adalah salah satunya. Nikmat manalagi yg akan kamu dustakan. Mari makan.

Ps. Sumber gambar: catatanmuriddahlan.wordpress.com

Monday, September 21, 2015

Abstain!

Ini cerita sepuluh tahun lebih yang lalu, saat kepala daerah masih dipilih dewan.
Di sebuah propinsi ada dua calon kuat saat itu. Pemilihan tiba, sebuah suara abstain! Tidak ada yg tahu milik siapa.
Sebuah informasi A1 saya dapat. Dan tentu saja saya kaget karena pemiliknya benar2 di luar dugaan. Seseorang yang jauh dari prediksi abstain, tentu saja ia juga tak sesumbar akan abstain sebelumnya.

Saya pernah wartawan, muda, enerjik dan langsing dg bentuk perut yg masih bisa dibanggakan, nah saya langsung menemuinya u mengonfirmasi. Kenapa saya konfirmasi? Karena saya tau ia dekat dengan kedua calon yang sedang bertarung head to head. Yang satu pernah bantu yayasannya. Satunya lagi dekat karena Ia juga jadi mentor politiknya secara tidak resmi. Jadi sebagai anggota dewan yg memiliki suara tapi memillih abstain agak membingungkan saya sebenarnya.

"Kenapa bapak abstain"?
" Tahu dari mana saya abstain?"

Pemirsa, adalah jawabannya yang membuat saya berpikir. Jawabannya singkat dan enteng saja.

"Karena keduanya tidak bagus"

Ia melihat keduanya tidak baik dan mempunyai daya rusak. Ia tahu bahwa memilih artinya juga bertanggungjawab atas pilihannya. Ia adalah representasi dari rakyat. Oleh karenanya, bantuan, konsultasi politik bukanlah apa2. Kesetiaannya pada rakyat, pada nilai, bukan pada rupiah.

Saudaraku, jika kau memilih seseorang, itu artinya kau juga bertanggungjawab atas kepemimpinan orang tersebut. Baik buruknya. Jika kau tak bisa menghentikan keburukannya tapi masih juga berniat memilihnya, pergilah kau ke masjid. Menangislah di sana.

Saudaraku mari kuberitahu. Ada orang mengatakan 1000 kawan terlalu sedikit, 1 musuh terlalu banyak. Aku sudah lama meninggalkan pepatah itu. Aku berkawan dengan banyak orang, tapi tak pernah berkeberatan jika harus kehilangan kawan saat di persimpangan jalan. Maka jika kau mengingkari nurani yang dianugerahkanNya padamu. Tak ada masalah bagiku jika aku harus kehilanganmu sebagai kawan.

Aku hanya setia pada nilai, pada nurani. Bukan pada kawan atau saudara sekalipun.

Begitulah, pakai otak dan hatimu dalam melangkah. Sinkronkan agar kau tak menyandang gelar bebal!

(Kaki Gunung Manglayang, 27 September 2015.)

Sunday, August 02, 2015

Suwo Sugeng Wahyudi

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. 
Allahumagfirlahu warhamhu waafihi wa fu anhu. 

Wo, ini jam 11 lewat 15 malam di Serang. Seluruh temanmu memantau berita terkini tentangmu. Tiba-tiba saja seorang temanmu yang bukan temanku mempostingi facebookmu. Mengabarkan kematian. Wulan tak lama komen di postingannya, tercatat 4 menit lalu. Notifikasi sms baru saja berbunyi, dari Agung, kabar yang sama. Notifikasi facebook mulai ramai, 12, tak perlu segera dibuka. Tentang hal yang sama. 

Wo, saya tak tahu stroke bisa datang lebih awal, di usia seperti kita, tiga empat tiga lima. 

Wo, ada saat dimana malam-malam saya  bermotor di Bandar Lampung tak tentu arah hanyak sekadar mengusir penat. Satu malam yang akhirnya kita bertemu, kau dari way halim, aku dari tak jelas seperti biasanya. Dan kita berhenti di warung nasi malam buta. Dengan sabar mendengarkan persoalanku. Segera saya tahu kau orang yang ringan. Enteng enteng saja. Cepat membantu tanpa harus panjang berfikir. Orang yang paling segar diantara angkatan 19 dan 20 Teknokra. 

Wo, besok ada pemberkasan serdos (sertifikasi dosen) hari terakhir, berkasku tinggal sedikit lagi rapih. Tapi kepergianmu menasehati bahwa pada akhirnya semua urusan dunia jadi tak penting. Semua harus diarahkan menuju kematian, bahkan serdos sekalipun harus bisa jadi bekal di akhirat nanti. Sungguh kita semua harus menyiapkan kepergian kita. Semoga ini jadi pelajaran untuk saya. 
Tiba-tiba semua urusan dunia menjadi begitu kecil malam ini wo. 

Allahumagfirlahu warhamhu waafihi wa fu anhu. 

Semoga Allah selalu merahmatimu.

Serang, 2 Agustus 2015/ 17 Syawal 1436. 23:58.

Ferry (kamu selalu panggil aku Pey)

Monday, July 27, 2015

Bangku Terakhir

Hari ini diramaikan dengan pemberitaan orang tua siswa yang datang pagi-pagi mengantar anak ke sekolah dalam rangka mendapatkan bangku untuk tempat duduk anaknya yang masuk kelas 1 SD.
Kebanyakan ingin agar anaknya duduk di depan. Seorang bapak yang kesiangan di Pasuruan diberitakan kebingungan karena tak ada bangku tersisa kecuali di belakang.

Saya rasa ini karena kekhawatiran orang tua yang berlebih dan mungkin tidak adanya sistem di sekolah yang mengatur tempat duduk anak.

Anak kedua saya juga kebetulan masuk SD untuk pertama kalinya hari ini. Ini hari pertamanya, tapi di SD tempatnya belajar tak ada bangku yang harus diperebutkan, jadi saya tak perlu pagi buta datang ke sekolah. 

Tapi beginilah, saya tidak mengerti persis sistem SD masing-masingnya, yang jelas kerepotan macam ini tak pernah terjadi di  Jepang. Di Jepang, dan umumnya berlaku seragam, tempat duduk anak dirolling tiap dua minggu sekali, sebulan dua kali. 
Saya tahu ini pertama kalinya saat Syifa mengeluh tidak mau sekolah, rupanya teman bangkunya yang laki-laki usil. Kadang bekas serutan penghapus digeser berserakan ke mejanya. Ya tentu saja saya protes. Gurunya segera memberi tahu saya bahwa temannya Syifa memang trouble maker di kelas, tapi sebentar lagi waktu rolling tiba, jadi harap bersabar. 

Ide rolling ini bagus, tiap anak berkesempatan berkawan dengan siapa saja, belajar mengatasi persoalan suka dan duka. Kelas yang hidup adalah kelas yang beragam. Trouble maker di kelas adalah hal yang wajar, mereka hanya butuh perhatian lebih, saya rasa saya adalah salah satunya saat masih muda. 

Nah, sudah seharusnya hal-hal seperti ini bisa kita kelola, sistem rolling ini bagus sehingga tidak ada lagi orang tua subuh buta datang ke sekolah untuk membooking bangku anaknya. 

Wednesday, June 03, 2015

Leiden Belum Beruntung.

 
Beberapa pekan ini saya berkorespondensi dengan Ioana Moraru, project and research officer pada Grotius Centre di Leiden University kampus Den Haag. Proposal saya untuk mengikuti short course tentang Hukum Pidana Internasional pada musim panas tahun ini   diterima. 

Tapi seperti Laila yang tak mampir ke New York, nampaknya saya tak mampir ke Leiden tahun ini, aplikasi beasiswa saya tidak diterima oleh StuNed. Tidak dijelaskan apa sebabnya selain banyaknya aplikan, tapi dugaan saya, sertifikat IELTS saya yang expired.

Sebenarnya Kementerian Ristek Dikti punya skema pendanaan soal ini, SAME atau yang sebelumnya dikenal dengan PAR. Namun diperuntukan untuk jangka waktu minimal tiga bulan maksimal empat bulan, sementara short course saya kurang dari satu bulan. 

Support finansial internal institusi juga tak bisa diharapkan. Komitmen pimpinan terhadap kualitas akademik masih dipertanyakan. Orientasinya masih memikirkan diri sendiri. Sementara saya juga harus mulai berhenti menggunakan uang pribadi untuk persoalan institusional. 

Tapi beginilah, saya mulai percaya bahwa  segala sesuatu yang terjadi adalah yang terbaik menurut Allah. Tentang summer school ini misalnya, penyelenggaraannya bertepatan dengan awal Ramadhan. Pengalaman yang sudah-sudah plus sharing rekan lain, bepergian untuk conference dan sebagainya di ramadhan tidak begitu menarik, terutama negeri dimana Islam adalah minoritas. Kita tidak begitu menikmati negeri tersebut. Mungkin ini juga waktu yang tepat untuk merancang kemenangan di Ramadhan kali ini.

Tentang pimpinan, ini juga yang terbaik saat ini. Mungkin pesan yang ingin disampaikan adalah contoh kepemimpinan. Dan ini menjadi menarik, sebab kalau tak ada permasalahan, itu artinya kita sudah bukan di dunia, tapi ada di surga, pesan seorang almarhum guru besar hukum pada suatu hari. 

Pada akhirnya Leiden belum beruntung. Itu saja. Secara pribadi saya sudah kirim Ioana email tentang rencana ketidakhadiran saya. Insya Allah lain kali Leiden, lain kali.

Tuesday, June 02, 2015

Kaitan antara Teori dan Praktek

Tahun ini saya diminta bergabung sebagai tim harmonisasi dan sinkronisasi raperda Propinsi Banten di bawah Biro Hukum Propinsi Banten. 

Salah satu temuan saya dalam kajian-kajian raperda ini adalah masih ada beberapa yang beranggapan bahwa teori  tidak lebih penting dari kondisi praktek di lapangan. Ini anggapan yang juga terjadi pada kebanyakan orang, seolah teori berjarak jauh dari praktik. 

Padahal begini, teori itu adalah sari dari pengamatan atas praktik, ia merupakan pola perumusan dari peristiwa yang terjadi sehari-hari. Hasil dari puluhan, ratusan, ribuan percobaan.

Prof Tjip, penggagas hukum progresif di Indonesia, pernah membahas ini sekilas dalam sebuah bukunya. Kesan bahwa teori berjarak dengan praktik adalah salah satu yang keliru. Bahwa kemudian ada praktik yang tidak sesuai dengan teori menandakan boleh jadi ada permasalahan dengan teorinya, dan bukanlah suatu yang haram untuk merumuskan teori baru atas perubahan pola yang terjadi dalam praktik. 

Semua teori didasarkan atas praktik. Jika ada teori yang ujug-ujug muncul tanpa didahului eksperimen, pengamatan pola yang terjadi, maka validitasnya patut dipertanyakan. 

Dalam konteks hukum misalnya, kita mengenal adanya teori paksaan psikis dari Feuerbach yang mendasari asas legalitas. Bahwa menurutnya hukum harus dituliskan, apa saja yang dilarang dan apa ancaman hukumnya sehingga secara psikologis orang akan berusaha menghindari melakukan larangan tersebut setelah mengetahui bahwa sebuah perbuatan telah dilarang untuk dilakukan. Sekali lagi, teori dirumuskan berdasarkan praktik. Teori Feurbach tadi lahir dari tidak jelasnya sebuah kepastian hukum ketika hukum tak dituliskan dengan tegas. 

Demikian juga dengan Lon Fuller, ia merumuskan delapan cara merumuskan perundang-undangan yang baik. Delapan patokan tadi diceritakannya dengan ilustrasi menarik tentang seorang raja  yang ingin membuat undang undang dan menyadari bahwa pada akhirnya delapan  patokan tadi harus ada untuk merumuskan sebuah perundang undangan yang baik. 

Dalam konteks undang-undang, sebuah undang undang haruslah memiliki kriteria lex scripta (bahwa sebuah undang undang harus tertulis), lex certa (harus jelas), lex stricta (harus ketat sehingga tak menimbulkan multitafsir). Saya harus katakan saya mendapat ilmu ini dari Prof Barda, salah satu perumus rancangan KUHP sebagai credit yang harus diberikan padanya.
Ilmu ini berlaku global, saat sebuah conference di Brazil misalnya. saat seorang pemalakah menjelaskan undang undang dalam hukum pidana, Ia menjelaskan ilmu ini yang secara spontan  saya mengucapkan yang sama saat ia menyebutkan kriteria dan tampak senang ada orang lain mengerti teori yang sama yang ingin ia jelaskan, "ya saya kira ini sama saja di mana-mana, ya," ujarnya. 

Nah dalam konteks peraturan perundang-undangan, formula tadi haruslah dipegang teguh untuk menghasilkan produk peraturan perundang-undangan yang baik. 

Dalam tataran praktik persoalan ini pernah terjadi pada saat kami akan merumuskan perda retribusi di bidang kesehatan. Perda yang lama akan diganti , tapi ada dua hal yang luput, aturan penutup (ketentuan penutup) dan atper (aturan/ketentuan peralihan). Ketentuan penutup clear disepakati bahwa harus ada kepastian bahwa perda sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 
Tetapi atper sempat menjadi diskursus yang perlu waktu untuk disepakati dan hampir tidak dirumuskan.

Atper penting dirumuskan justru untuk mengatasi persoalan yang berpotensi muncul pada tataran praktis (within practical level). Pertama kita sudah tahu bahwa peraturan lama sudah dicabut oleh aturan penutup. Kedua kita akan menemukan persoalan lain, bagaimana dengan peristiwa hukum yang terjadi diantara masa peralihan ini? Dalam konteks retribusi ada yang namanya retribusi terhutang. Dan ini segera diamini oleh para dokter bahwa BPJS berkaitan dengan ini, BPJS akan membayar rumah sakit setelah rumah sakit mengajukan klaim penggunaan jasa medis dan sarana yang telah digunakan. Nah, peraturan yang mana yang akan digunakan? Tarif mana yang akan dipakai. Perda baru jelas tak bisa dipakai sebab ia tak boleh berlaku surut. Perda lama tak bisa diekseskusi sebab ia telah dinyatakan tidak berlaku. Maka aturan peralihan menjadi penting dirumuskan sebagai penyelesaian permasalahan yuridis yang berpotensi timbul ini, bahwa terhadap persoalan yang 'tempus delictinya' terjadi sebelum perda baru ditetapkan maka diberlakukan perda lama. Atper ini semacam dasar pemberian kewenangan untuk 'pengabdian terakhir' perda lama. 

Tetapi begini, sekalipun misalnya persoalan BPJS tidak terfikirkan saat itu, atper ini tetap haruslah ada untuk mengantisipasi kekosongan peraturan perundang-undangan (dalam hal ini perda). Sebab jika kita menemui masalah tanpa diprediksi dahulu kemunculannya, maka kemungkinan yang akan kita lakukan adalah mengubah peraturannya.  Ini yang dikategorikan Lon Fuller sebagai peraturan yang tidak baik. Peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak mudah berubah-ubah, peraturan yang stabil. Ini adalah salah satu dari delapan kriteria terkenalnya. Usahakan peraturan itu bertahan lama, tidak mudah berubah. Sama dengan tidak mudah berubahnya cinta kita pada suami/istri kita, ini juga harus diusahakan sehingga terkategori sebagai suami/istri yang baik, atau dalam bahasa Lon Fuller, peraturan yang baik, tidak mudah berubah. 



Wednesday, February 18, 2015

Seri Parenting: Ayah hadirlah pada momen penting anakmu.

Kemarin ada festival sekolah di sekolah Syifa. Ia sudah memberitahu dari awal bahwa orang tua diharapkan hadir. Ada berbagai lomba dan bazar makanan. Saya tentu sudah merencanakan datang, karena mengira acaranya hingga jam 4 sore, saya datang terlambat, karena terlibat diskusi tentang jual beli nilai dan skripsi. 

Saya datang terlambat, sekolah mulai sepi, acara usai sebelum waktunya, dipercepat. Syifa tak protes, Ia tetap ceria meski wajah kecewanya sempat tertangkap. Ditambah uang jajannya hilang terjatuh dari tasnya yang menganga. Maka ia menahan hasrat diantara jajanan yang tak setiap harinya ada, dari pagi hingga sore. Agak sulit saya memaafkan diri saya. Saya tak menemukan saya sebagai Ayah yang baik hari itu.

Ayahanda, sediakanlah waktu khusus untuk anakmu pada momen-momen seperti ini. Pekerjaan tak akan ada habisnya. Masalah juga akan selalu ada. Santai saja. Ini masih di dunia. Anda takkan kekurangan masalah. Tapi anakmu punya waktu tumbuh kembangnya sendiri. Hadirlah pada momen momen tersebut. Jadilah ayah yang terbaik untuknya. 


Tuesday, February 17, 2015

Apakah kita umat terbaik? Are we the best people?

Allah menyurati kita sebagai bentuk cintaNya, ada 114 jumlah totalnya, salah satunya adalah surat Ali Imran, ayah dari Maryam. Pagi ini ayat 110-nya terbaca. Mengabarkan bahwa kita adalah umat terbaik, yang seringkali juga kita mengklaim demikian. Padahal ayat itu berkoma, bersyarat. Setelah pernyataan umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia ada 3 syarat yang menyertai sebagai syaratnya sehingga kita bisa dikatakan umat terbaik. 

Yang pertama adalah menyuruh kepada kebaikan, yang kedua mencegah kemungkaran, yang terakhir beriman kepada Allah. Apakah saya, anda, kita sudah melakukannya? 
Ayolah, kita sama-sama berusaha untuk masuk ke dalam kategori umat terbaik. 

Allah gives us 114 letters through the Quran. One of them is Ali Imran (the name of Mary's father) verse 110. This morning I read the verse. It tells us that we are the best people that we always claim it. But actually the is that there are three condition so that we can be said as the best people. So it is conditionally, not unconditionally. The requirements are enjoining what is right, forbidding what is wrong and, believing in Allah. Have I, you, we done it? 
Come on, lets do an effort, give our best so we can be categorized as the best people.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...(Ali Imran:110) 

Ye are the best of peoples, evolved for mankind, enjoining what is right, forbidding what is wrong, and believing in Allah ....(Ali Imran (the father of Mary):110) (Yusuf Ali translation) 

Wednesday, January 07, 2015

Kesempatan ke Leiden

Rabu, 7 Januari 2015. Tiga buah email masuk dalam inbox. Dua penting satu kurang penting. 
Salah satu email penting itu datang dari Leiden. Mengabarkan bahwa saya diterima untuk mengikuti short course Hukum Pidana Internasional. 
Tinggal mencari skema pembiayaannya. Semoga dimudahkan. 
Nanti disambung lagi, sedang di orthopedic clinic, periksa Aisyah yang ketiban motor beberapa bulan lalu.