Ada banyak yang bisa dicermati dari undang undang baru bernomor 11 tahun 2012 yang akan berlaku 30 Juli 2014 mendatangini. Ada pengulangan ayat bermakna sama yang tak perlu, beberapa yang tidak jelas ditulis cukup jelas dalam bagian penjelasan, ada kekurangan yang di negara lain sudah menyadari dan berusaha memperbaiki, tapi diantara kekurangan tersebut, banyak juga hal menarik, menggembirakan dan baru dalam undang undang baru ini. Saya akan berusaha membahasnya satu persatu dalam rangkaian seri tulisan pendek. Kali ini saya hanya akan membahas pasal 97 dalam Bab XII, mengenai ketentuan pidana yang adresat utamanya adalah wartawan.
Redaksional lengkapnya seperti ini:
Redaksional lengkapnya seperti ini:
pasal 97
"Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)"
Mari kita "preteli" pasal di atas.
"Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)"
Mari kita "preteli" pasal di atas.
1. Pasal 19 ayat 1 yang dimaksud adalah "Identitas anak (pelaku .pen), anak korban, dan/atau anak saksi, wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik"
2. Yang dimaksud identitas dalam ayat 1 di atas dijelaskan dalam ayat 2 dalam pasal yang sama (19), yaitu:
- nama anak (pelaku.pen)
- nama anak korban
- nama anak saksi
- nama orang tua
- alamat
- wajah
- dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak (pelaku.pen), anak korban dan/atau anak saksi
3. Subjek hukum atau adresat, yang dituliskan dengan frasa "setiap orang" dari pasal tersebut lebih ditujukan kepada para wartawan, mengingat wartawanlah yang kemudian memutuskan apa yang akan ia tulis. Saat saya menuliskan "lebih ditujukan" itu memiliki arti bahwa potensi pelaku terbesar dalam pasal ini adalah wartawan.
4. Rumusan pidana pasal 97 adalah maksimal khusus dan kumulatif.
Maksimal khusus memiliki arti tidak boleh melebihi dari yang ditentukan pasal tersebut. Kumulatif berupa penjara dan denda. Mengingat tidak ada perumusan minimal khusus dalam pasal ini, maka pelaku bisa dipenjara minimalnya 1 hari (ketentuan minimal umum dalam KUHP), dan denda yang juga tidak ada batas minimalnya, sehingga hakim bisa saja mendenda Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) misalnya.
Ide pasal ini nampaknya ditujukan untuk melindungi masa depan anak, baik pelaku, korban ataupun saksi. Sehingga mereka masih dapat menata masa depannya. Kita tentu masih ingat nama-nama anak yang menjadi pelaku, korban, saksi, dari tindak pidana. Sebut saja tiga nama, Rj, AAL, Drn (jika saya tak salah ingat Drn masih pelajar sekolah menengah atas, jika di bawah 18 tahun saat tempus delicti terjadi, maka Ia terkategorikan anak). Bagaimana nama-nama mereka terabadikan di media elektronik dan sangat mudah diakses. Kini hal yang sama diperketat, dan kita para penulis, terutama wartawan, harus lebih hati-hati dalam menulis. Semoga bermanfaat!
No comments:
Post a Comment