Thursday, July 03, 2008

Penyuluhan Hukum di Kelapiyan Pontang


“Bapak-bapak ibu-ibu, diharapkan datang ke SD Kelepiyan, ada ahli agama dari Untirta untuk memberikan penyuluhan.” Yusnanik, Fajar, Ridwan, Muhyi Mohas dan saya tersenyum. Diam-diam kami mengamini dalam hati. Fajar yang mengingtakan untuk mengamininya. Semoga saja kelak kita jadi ahli agama. Kami berempat datang ke Kelepiyan untuk melakukan penyuluhan tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT). Tak usah bicara anggaran. Peyuluhan ini tak menggunakan anggaran. Ridwan selaku Sekretaris Bidang Hukum Pidana telah menanyakan soal anggaran ke fakultas, karena memang belum dianggarkan dan tak ada mata anggaran yang bisa digeser maka kamipun jalan. Patungan. Saya suka orang-orang macam begini.

Kali ini yang menjadi pembicara adalah Yusnanik dan saya. Sebelumnya penyuluhan tentang tindak pidana anti korupsi di Mandaya Kecamatan Carenang Kabupaten Serang dilakukan oleh Ridwan dan Eva sebagai pembicara, moderatornya Fajar.

Penyuluhan hukum kali ini bertempat di Desa Kalapiyan Kecamatan Pontang Kabupaten Serang. Temanya tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pematerinya saya dan Nanik, dimoderatori Ridwan. Nanik berkesempatan memberikan materi di sesi pertama. Saya menyapu sisanya.

Pada dasarnya ada empat bentuk KDRT. Kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis dan penelantaran rumah tangga atau bisa juga disebut kekerasan ekonomi. Kami mulai menjelaskan dari sejarah, awal mula terminologi KDRT, apa yang dimaksud KDRT, siapa saja yang dapat menjadi korban dan pelaku KDRT. Bagaimana jika KDRT terjadi di sekitar kita dan banyak lagi. Tentu saja kami harus mengonversikan bahasa undang-undang ke bahasa sehari-hari di masyarakat.

Sesi materi selesai. Tanya jawab dimulai. Saya lebih senang menyebutnya sebagai tukar pengalaman. Tak disangka warga begitu antusias. Pertanyaan menghujani kami. Mungkin karena mereka baru mendengar tentang KdRT. Bahwa menyakiti fisik, psikis, seksuil dan menelantarkan istri atau siapapun dalam rumah tangga yang seseorang memiliki kewajiban untuk dipenuhi karena adanya suatu perikatan (nikah, kontrak kerja dengan pembantu) dapat dikenai hukuman pidana.

Seorang ibu sekira usia lima puluhan menanyakan bagaimana jika ada tetangganya yang menyakiti psikis istri. Saya jawab bagaimana prosedurnya jika kita melihat KdRT di sekitar kita. Saya menduga terjadi KdRT, tetangga si ibu memang tersiksa secara psikis.

Satu pertanyaan dari seorang pemuda tak saya jawab karena masuk ranah fiqih. “Kalau kita menikah kan ada sighat taklik, bagaimana jika ada seorang istri yang menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang bekerja ke Arab, apakah jatuh talaq satu kepada si istri,” tanyanya antusias. Saya katakan bahwa saya memiliki sebuah jawaban, tapi untuk konsumsi pribadi saya. Sebab ini sudah masuk ranah fiqih, ada orang yang lebih ahli untuk menjawab pertanyaan ini, ada ulama di sini, bisa ditanyakan pada mereka. Sebab kata nabi, kalau satu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran. Audiens tampak tidak kecewa dengan jawaban saya. Seorang lelaki berpenampilan haji bahkan manggut-manggut.

Nah saya akan sampaikan di blog ini tentang jawabannya. Lho, kenapa disampaikan? Karena saya sudah share jawaban saya pada seorang ustad.
Bahwa yang harus dipahami terlebih dahulu adalah Arrijalu qowamu alannisa, laki-laki itu pemimpin perempuan. Karena sebuah perikatan pernikahan maka timbul suatu hak dan kewajiban diantara keduanya. Peristiwa hukum akan menimbulkan hubungan hukum berupa hak dan kewajiban. Laki-laki mempunyai kewajiban menafkahi istrinya baik lahir maupun batin. Maka lelaki harus berupaya sedapat mungkin untuk mempertahankan keutuhan rumah tangganya agar si istri tidak ke Arab dalam rangka mencari nafkah. Karena dia punya kewajiban menafkahi istrinya. Sebab bagi saya laki-laki itu harus punya harga diri. Harus menjadi “lelaki”. Ini yang terutama dan sebaiknya demikian.

Bagaimana jika akhirnya si istri pergi juga ke Arab. Harus dilihat kasusnya. Jika si istri berangkat dengan musyawarah dan mendapat rido suaminya maka tak jatuh talak satu pada istrinya. Karena dalam sighat taklik kata kuncinya adalah adanya ketidakridoan. Perlu juga diingat bahwa sighat taklik diucapkan oleh suami pada istri, bukan dari istri untuk suami. Maka apakah dapat dilakukan penafsiran acontrario. Perlu halaman khusus lagi untuk membahas ini.

Lalu apakah terjadi KdRT? Bisa ya bisa tidak. Tergantung kasusnya. Terjadi KdRT jika yang terjadi adalah penelantaran rumah tangga dalam arti istrinya tak diberi nafkah apalagi jika ditambah dengan adanya unsur eksploitasi agar si istri bekerja di Arab, lengkap sudah, si suami bisa diadukan telah melakukan KdRT dalam bentuk penelantaran rumah tangga.

No comments: