Saturday, May 24, 2008

Karyani Meninggal


Karyani, puteri mang Hariri, tetangga saya, meninggal dunia subuh tadi, 24 Mei 2008. Pukul dua dini hari, Karyani muntah darah. Mang Riri membawanya ke Rumah Sakit Umum Daerah Serang. Saya menyempatkan diri takziah. Pada akhirnya adalah sebuah takdir. Tapi banyak pelajaran di dalamnya. Mang Riri tergolong orang yang kurang mampu di lingkungan kami. Kerja serabutan, membersihkan pekarangan rumah tetangga. Menggembalakan kambing dengan sistem paroan--kambing orang lain yang digembalakan dengan imbalan mendapatkan anak kambing jika si kambing beranak. Kandang kambing berada di sebelah rumahnya. Saya pernah mendengan Karyani sakit, namun kemudian sembuh dan bermain dengan anak-anak lain di komplek. Untuk Mang Riri, sakit adalah hal yang mengerikan. Biaya yang harus dikeluarkan membebani dirinya. Pemerintah di negeri ini tak mengurusi warganya dengan baik, terutama dalam hal kesehatan dan pendidikan. Sebenarnya program pengobatan dengan rawat inap gratis untuk warga Serang sudah digulirkan dan ditanggung oleh pemerintah di kamar kelas III. Tapi sosialisasi dan birokrasi pengurusan program askeskin (asuransi kesehatan rakyat miskin) yang susah dipahami orang membuat sakit menjadi hantu yang mengerikan dalam kehidupan Mang Riri.
Ini musibah yang beruntun untuk Mang Riri. Hampir setahun sebelumnya, kakak Karyani, Karina juga meninggal akibat sakit panas yang bersemayam di badan. Karina dan Karyani beberapa kali mampir ke rumah kami bersama ibunya. Ibunya ingin mereka sekolah dengan lancar, menjadi penerus keluarga agar nasib menjadi lebih baik. Saat Karina sakit saya pernah mengantarnya ke Puskesmas Karundang bersama ibunya. Namun karena hari libur, puskesmas tutup, tak ada satupun yang piket, padahal sakit tak pernah mengenal libur. Saya antarkan kembali pulang ke rumah dan mengatakan pada ibunya agar Karina dibawa ke puskesmas hari Senin. Sampai di depan gang rumahnya, Karina dan ibunya tak juga turun dari mobil. Rupanya ibunya ingin agar saya memeri uang jajan untuk Karina. Saya sedang tak ada uang hari itu, maka saya katakan saya sedang tak pegang uang.

Beberapa hari kemudian, saya mendapat kabar Karina meninggal setelah sekitar dua hari di rumah sakit, demam berdarah menjadi penyebabnya. Saya menyesal tak memberinya uang, padahal saya bisa saja pinjam dari warung mang Didi untuk kemudian diganti. Saya menyesal tak maksimal berbuat meringankan penderitaannya. Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi saya khususnya, saya merasa empati dan kepekaan saya berkurang bahkan hampir pudar 2 tahun ini. Karina dan Karyani, dua bocah seumur kelas 6 dan 4 SD telah tiada, semoga menjadi tabungan bagi orang tuanya di akhirat nanti. Amin.
note: Batu dekat kaki orang yang jongkok adalah nisan Karina, Karyani dikuburkan disebelahnya.

No comments: