Tuesday, May 06, 2008

Bertemu dengan Kajati

Sore tadi sekitar pukul lima, 6 Mei 2008, saya bertemu dengan Lari Gau Samad, Kajati Banten. Ia orang baik sebenarnya, hanya saja saya menangkap kesan para stafnya tak memberikan informasi yang detail tentang perkara PIR.
Awalnya saya, Peppy dan keluarga Rivai (Rita dan Yudi) mengirimkan surat konfirmasi ke Kajati sehari sebelumnya, ada 4 poin yang kami pertanyakan seputar kejanggalan penahanan dan kesalahan fatal surat perintah penahanan, hingga yang terakhir konfirmasi pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri. Saat itu Kajati tak ada di tempat, demikian juga aspidsus Yunan Harjaka dan para stafnya. Semua ke Kejagung, ekspose perkara Interchange. Kami bertemu dengan Andri, Kasubsi Tipikor, kami agak lama, berdebat, mencoba saling memahami alur berfikir. Ia pada dasarnya tak tega dan turut prihatin atas apa yang menimpa orang tua kami. Ia hanya menjalankan tugas, hanya bekerja. Saya memintanya untuk bekerja dengan hati nurani. Obrolan selesai. Surat kami masukan ke bagian tata usaha, seseorang bernama Prihatin menerima dan mencatatnya. Kami pulang setelah berjanji akan menemui Kajati besok pagi.
***
Kami tak menepati janji. Saya, Rita dan Zul (teman kerja Rita .pen) menemui Kajati sore hari. Saya pikir Kajati perlu membaca dulu surat kami. Surat tersebut rencananya kami tembuskan ke banyak instansi : Kejagung, Komisi Kejaksaan, Kejari Serang, Pengadilan Negeri Serang, ICM (Indonesian Court Monitoring), GeRAK Indonesia, MaPPI, Pemred harian lokal se-Banten. Namun sebelumnya kami perlu komunikasikan dulu ke Kajati tentang persoalan yang ingin kami ketahui.
Awalnya Pak Ajid, ajudan Kajati tak memberikan saya peluang untuk bertemu dengan Kajati.
"Suratnya sudah dibaca bapak, tapi bapak belum memberikan sinyal untuk bertemu," katanya.
Negosiasi alot, maka saya menyudahinya. Saya keluar, menemui Rita dan Zul yang datang terlambat. Kami berkumpul di Mushola. Handphone Rita berdering, Pak Ajid menelpon, katanya Kajati ingin bertemu dengan kami. Kami kembali ke ruangan staf Kajati dan langsung masuk ke ruangan Kajati.
Ruangannya besar, dingin, seukuran ruang kelas SD 7x6 meter. Ada sebuah meja kerja besar dan sofa kayu untuk menerima tamu. Kami bersalaman, ia mempersilahkan kami duduk di sofa. Lari Gau Samad orang yang baik dan ramah, bersafari biru lengan pendek. tingginya hampir sama dengan saya. Rambutnya hitam rapih tak beruban, melihat penampilannya takkan menyangka kalau ia akan pensiun Oktober tahun ini.
"Tadi ajudan saya masuk, saya tanya adek tadi masih ada tidak, ditelepon katanya ada di mushola, saya lihat dari sini memang ternyata masih ada di mushola," katanya mengawali.
"Banten dan Makassar itu nggak beda jauh, dari sejarah ada pertalian saudara," sambungnya.
Seorang sekretaris berjilbab masuk, membawa tiga cangkir teh dengan gula jagung di sisi dan secangkir air putih untuk Kajati. Ia ramah sekali pada saya sejak kemarin, saya menduga jangan-jangan ia mahasiswi FH Untirta, mukanya familiar, tak asing, rasanya pernah lihat entah dimana. Lari mempersilahkan kami minum. Membuka enam toples kue dan permen di mejanya. Tak ada yang menyentuh kue dan permen. Saya tak tahu apa alasan Rita dan Zul, kalau saya memang tak bernafsu, akhir-akhir ini makanan yang masuk tak berasa di lidah.
Lari Gau menjelaskan kalau berkas PIR sudah dilimpahkan pagi ini. Saya sampaikan kembali sebagian isi surat, bahwa saya, juga masyarakat bingung dengan Kejati yang tak segera melimpahkan berkas PIR ke PN, maka surat yang saya buat itu ditulis ditengah kebingungan yang melanda. Ia minta kami memaklumi karena rencananya dalam masa penahanan 20 hari akan dilimpahkan, namun banyaknya agenda perkara membuat waktu 20 hari tak terkejar dan maka harus diperpanjang. Ia terpaksa mengambil alih kasus PIR agar ada kepastian hukum, agar tak terkatung-katung di Polda. "Saya ini banyak tunggakan saja: PIR, KP3B, Interchange."
Jika mengingat apa yang ditahan dengan cara yang sangat terlihat disetting, dan 'dianggurin' begitu saja ditahanan, perih rasanya dan ingin marah. Tapi apa selalu menanamkan pada semua anaknya agar tak mendendam. Saya sering konflik batin kalau sudah begini. Apa terlalu sunda. Tapi saya menghargainya, ia tebeberapa kali meredakan ego saya, ketika id yang menang, bukan super ego.
Lari Gau sebetulnya orang baik, hanya saja ia kurang mendapat informasi yang komprehensif dari stafnya, saya menyayangkan saran aspidsus kepadanya.
Mumpung bertemu saya menanyakan kenapa dilakukan penahanan terhadap ayah saya. Ia tak menjawab langsung, dialihkannya pada hal lain. Tapi ia meminta kami memaklumi bahwa posisi membuatnya harus begitu. Saya mengaitkan dan menafsirkannya dengan target Kejagung untuk Kejati menyelesaikan minimal 5 perkara korupsi plus pencitraan institusi kejaksaan pasca tertangkapnya Jaksa Urip Tri Gunawan dan dinonjobkannya Kemas Yahya Rahman yang mantan Kajati Banten.
Kajati meminta maaf jika penahanan yang telah dilakukan berdampak. Ia menanyakan kondisi keluarga kami. Saya katakan Ibu saya hampir tiap jam 3 pagi bangun dan menggoreng ikan asin kesukaan apa. "Untuk makan apa nanti siang," katanya. Hati mana yang tak terenyuh melihatnya. Lari Gau minta maaf untuk yang kedua kali, Ia juga mengakui bahwa apa orang yang baik, "terlihat dari air mukanya," katanya. Saya tak begitu menyalahkannya, karena ini ulah stafnya, kemampuan SDM stafnya dalam persoalan hukumpun menyedihkan saya. "Ini level kejati, tapi salah penerapan pasal, metode penafsiran pasal dan analisisnya menyedihkan," pikir saya. Tadinya saya pikir mungkin karena keterkaitan saya dengan kasus ini erat. Tapi ternyata tidak, saya mempersilahkan semua untuk menganalisa kinerja SDM Kejati. Seorang sahabat, Pak Ridwan, saat menjadi saksi ahli di perkara Dana Perumahanpun berpandangan sama.
Kamipun akhirnya pamit setelah larut dalam perbincangan sekitar 15 menit. Obrolan berlangsung hangat. Marah saya tak keluar sore itu, reda dengan keramahan Lari. Ia bicara dari hati, permintaan maafnya, penawaran kue, saya merasakannya, kecuali alasan penahanan yang tak dijawabnya. Mudah-mudahan Kejati Banten menyadari kesalahannya dan membayarnya dengan bekerja menggunakan akal dan nurani.

No comments: