Laporan Richard Susilo, Koresponden Tribunnews.com di Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Jika ada manusia yang tak membutuhkan uang, kita akan menemukannya di Baduy--terutama suku Baduy Dalam. Mereka lahir, berkembang menjadi dewasa, meladang, mandiri, menikah, memiliki anak, meninggal dan demikian seterusnya di dalam suku terpencil itu. Sekolah mereka adalah alam dan lingkungannya.
Barang atau benda pun dilakukan dengan pertukaran, bukan Barter. "Kalau barter kan kita masih melihat nilai, harus seimbang nilainya. Tetapi kalau di kalangan Baduy Dalam khususnya dilakukan pertukaran biasa. Benda dengan benda tanpa melihat nilai masing-masing," papar Don Hasman, fotografer profesional senior Indonesia khusus kepada Tribunnews.com, Kamis (15/5/2014).
Suku Baduy adalah masyarakat sederhana. Mereka hidup dalam keseharian dengan tatanan lokal yang sanggup membuatnya hidup dengan teratur selama ratusan tahun. Mereka hidup harmonis berdampingan dengan alam dan sesama manusia. Mereka adalah peladang, menanam padi huma, memanen dan menyimpannya pada (lumbung) masing-masing keluarga di pinggir desa.
Menurut Don lagi, jika kini sebagian masyarakat Baduy--terutama Baduy luar--mulai mengenal uang, mereka mendapat uang dengan menjual hasil hutan seperti madu, gula aren, koja dan jarog (tas dari kulit kayu teureup). Namun, kegiatan tersebut merupakan mata pencaharian alternatif/sambilan setelah menanam padi di ladang.
Menurut catatan peneliti suku Baduy, Ferry Fathurokhman, Uang yang diperoleh itu tidak digunakan untuk kebutuhan primer. Tapi, uang itu digunakan untuk hal-hal lain seperti makanan modern kesukaan mereka, salah satunya mi instan. Tidak ada keperluan lain yang mereka butuhkan.
Mereka tak diperkenankan memiliki barang-barang modern yang biasa kita butuhkan, seperti jam tangan, televisi, sabun, dan sepeda motor. Jika ditanyakan pada masyarakat Baduy alasannya tak menggunakan barang-barang tersebut, mereka menjawab singkat, “teu meunangku adat (tidak diperbolehkan adat--RED)”.
Masyarakat Baduy bahkan tidak memerlukan dokter jika sakit. Mereka memiliki cara sendiri dengan memanfaatkan alam sebagai bahan obat-obatan. Don sendiri mengaku sangat dinanti-nanti kehadirannya oleh suku Baduy Dalam. Jika berkunjung ke suku Baduy Dalam, oleh-olehnya hanyalah laporan cuaca yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
"Kalau saya ke sana bawa laporan cuaca. Mengapa? Karena suku Baduy sangat tergantung kepada cocok tanam dan ini terkait iklim atau cuaca untuk keberhasilan panen padi dan tumbuhan yang mereka kelola bagi kehidupan mereka sendiri," ungkapnya lagi.
No comments:
Post a Comment