Saturday, June 21, 2008

Penjara di Indonesia Selalu Over Load


Di Indonesia, penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (Rutan) Negara selalu melebihi kapasitas. Di Rutan Serang misalnya, kapasitas penampungan tahanan hanya sekitar untuk 200 orang, namun penghuninya sekitar 500 orang. Di Lembaga Pemasyarakatan Raja Basa Lampung, hanya berkapasitas 900 orang, dihuni 1.500 orang. Ada yang salah dalam Sistem Peradilan Pidana. Mengapa beratus-ratus pasal yang ada dalam KUHP dan undang-undang lainnya tak membuat penjara menjadi sepi? Ada faktor lain yang harus dikaji para kriminolog.

Monday, June 09, 2008

Jemaah Ahmadiyah Menangis

Seorang ibu tua mengenakan mukena menangis dalam shalat berjamaah di sebuah masjid Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat. Beberapa anak-anak berdo'a dengan muka sedih. Lelaki tua tampak bingung dengan nasibnya. Jemaah Ahmadiyah berencana mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung karena SKB tentang Ahmadiyah bertentangan dengan UUD 1945. Saya menyaksikannya malam ini dalam pemberitaan sebuah stasiun televisi swasta.
Bagaimana perasaan saya?
Persoalan SKB ini bukan persoalan menang kalah. Tapi persoalan akidah yang harus diluruskan. Bagaimana perasaaan saya?
Sedih. Saya terenyuh melihat ibu dan lelaki tua juga anak-anak. Mereka menangis karena mereka percaya akan ajaran Ahmadiyah. Mereka menangis karena nasib Ahmadiyah ada dalam sepotong surat bernama SKB yang ramai dibicarakan orang. Mereka sadar merekalah yang sedang dibicarakan. Mereka dijadikan komoditas politik. Ada yang sedang tertawa-tawa dalam insiden monas.
Ini juga bukan persoalan mereka dan saya. Kamu dan aku. Bukan. Ini persoalan ketidaktahuan tentang Islam. Lihat wajah polos si ibu. Lelaki tua dengan guratan lelah di wajahnya. Anak-anak yang tuturut munding.
Saat malaikat kesel atas ulah seorang kafir quraisy yang menumpahkan kotoran unta pada punggung nabi ketika sedang bersujud di depan kabah. Nabi tak bisa bangun hingga Fatimah putrinya menemukan, membersihkan dan bersedih. Malaikat menawarkan dan bersiap menimpakan gunung pada orang-orang yang menyakiti nabi yang segera dicegah nabi "Jangan, mereka melakukan ini karena ketidaktahuannya."
Demikian dengan Jemaah Ahmadiyah. Mereka harus diberitahu. Wajib bagi kita untuk menyampaikan kekeliruannya. Para petinggi Ahmadiyah menafsiri Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Mengambil ayat-ayat dan hadist tentang Nabi Isa AS. Mereka saudara kita yang harus diingatkan. Khususnya para warga yang karena ketidaktahuannya mengikuti Ahmadiyah. Para ibu, bapak dan anak-anak. Anak-anak yang kelak akan menggantikan para pemimpin sekarang. Pewaris negeri ini.

Tentang SKB Ahmadiyah

Berita ini saya unduh dari KCM, Kompas Cyber Media, mangga dibaca :

Senin, 9 Juni 2008 17:09 WIB
JAKARTA, SENIN - Setelah menjadi polemik sekian lama, pemerintah akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). SKB tersebut dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Isinya bukan membubarkan, melainkan memberikan peringatan dan perintah kepada Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya. Baik dalam bentuk menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum dan melakukan penafsiran tentang suatu agama.
SKB tersebut berisi 6 butir keputusan. Butir-butir SKB tersebut dibacakan Menteri Agama Maftuh Basyuni, didampingi Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Mendagri Mardiyanto di Kantor Departemen Agama, Jakarta, Senin (9/6) sore.
"Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia, atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agam itu, yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu," demikian Maftuh Basyuni membacakan butir pertama SKB tersebut.
Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus JAI juga diingatkan, sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam. Penyimpangan tersebut berupa penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Bagi penganut Ahmadiyah yang tidak mengindahkan dua butir peringatan di atas, dikatakan Maftuh, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"SKB ini juga memberikan peringatan dan memerintahkan warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota dan/atau anggota pengurus JAI," kata Maftuh lagi.
Butir terakhir SKB tersebut juga memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan SKB ini.

Bacalah Dulu Baru Bicara

Akhirnya SKB (Surat Keputusan Bersama) terkait keberadaan Ahmadiyah di Indonesia diterbitkan. Tapi kacaunya SKB tersebut nggak tegas, abu-abu. Saya khawatir SKB ini tak menyelesaikan masalah dan justru justru menimbulkan masalah. Terlihat sekali lemahnya negara ini. Seorang adik tingkat di Teknokra coba diskusi soal Ahmadiyah di mailing list sebelum SKB diterbitkan. Saya senang dan sedih. Senang karena dahaganya akan diskusi begitu besar. Sedih karena memahami persoalan ahmadiyah secara parsial. Kalau anda perhatikan di setiap pameran pembangunan sebuah kabupaten, kota ataupun propinsi, Ahmadiyah selalu ada menyewa sebuah stand untuk keperluan menyosialisasikan ajarannya, termasuk di Serang.

Saya mampir saat Ahmadiyah mengikuti pameran pembangunan di Way Halim Lampung. Saya mengambil buku-buku dan brosur yang disediakannya. Seorang ibu tampak sedang berbincang-bincang mengklarifikasi kontroversi syahadat yang berbeda dari ahmadiyah, penjaga stand tampak tenang menjelaskan dan menangkis pertanyaan si ibu.
Buku-buku kecil ahmadiyah saya baca di kamar kos. Buku yang berbahaya jika dibaca bagi mereka yang belum memahami buku. Buku juga bisa berbohong. Atau meminjam istilah Hernowo, buku yang bergizi dan tidak bergizi. Buku yang memberdayakan atau memperdayakan. Buku-buku Ahmadiyah telah disusun secara cermat. Buku itu telah mengetahui apa yang akan kita tanyakan. Buku itu mengambil potongan-potongan ayat dan hadist tentang Nabi Muhammad SAW sebagai penutup nabi. Halus dan perlahan buku itu menggiring para pembacanya bahwa ada nabi lain sebagai penyempurna Nabi Muhammad SAW, menggunakan ayat-ayat yang sifatnya mutasyabihat.

Dalam perjalanannya saya melihat Ahmadiyah memperhalus ajarannya, tak secara ekstrim mengatakan Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi. Mereka tahu jika itu dilakukan, maka umurnya takkan panjang di negeri ini. Orang-orang 'pluralisme' kemudian menangkap ini sebagai pihak yang harus mendapatkan perlindungan sebagai warga sipil. Hal yang sebenarnya harus dipisahkan dahulu, diselesaikan pokok persoalannya. Persoalan beralih menjadi perlindungan dan hak-hak warga sipil. Persoalan ajaran yang menyesatkan perlahan mulai dialihkan. Hmm.. andai setiap orang memahami dulu baru bicara, maka tak banyak energi habis terbuang.

Sunday, June 08, 2008

Masih Ada Bubur Rp 2.500,- di Bandung

Saya menemukan bubur ayam seharga Rp 2.500,- yang cukup enak di Bandung. Porsinya sedang untuk sarapan, setengah mangkuk ayam jago. Buburnya lunak, encernya pas. Sedikit kuah kuning, suwiran ayam dengan taburan seledri dan bawang daun. Ditaburi kacang, kecap dipinggir agak banyak, sedikit sambal di pinggir lain. Topingnya kerupuk kuning, banyak, renyah dan kriuk. Anda bisa menemukannya di pojok perempatan Kiaracondong By Pass (Jl. Soekarno-Hatta), depan Carefour.

Saya tak sengaja menemukannya saat perjalanan dari Cilengkrang Ujung Berung menuju terminal bis Leuwi Panjang. Dari Ujung Berung ke Leuwi Panjang tiga kali naik angkutan kota. Cicaheum-Cibiru, Cibiru-Cicadas dan Cibaduyut-Cicaheum (orang Bandung menyebutnya angkot 05). Dari Cilengkrang saya naik angkot pertama sampai bunderan Cibiru. Ganti angkot (Cibiru-Cicadas) menyusuri By Pass (Soekarno-Hatta) hingga turun di depan perempatan Carefour atau Kantor Bersama, samsat, Kiaracondong. Ahad pagi di daerah ini ramai, ada pasar dadakan dan senam aerobik di halaman carefour yang belum buka. Di sinilah saya menemukan bubur tadi. Nah dari perempatan ini, naik lagi 05 untuk dapat sampai terminal bis Leuwi Panjang.

Rp.2.500 adalah harga yang murah. Dua porsi mangkok bubur belum dapat mengimbangi harga 1 liter BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis premium sekarang. Mamang bubur ayam yang ngider di komplek saya membandroli buburnya seharga Rp 2.000,- sebelum BBM naik. Sekarang mungkin harganya akan naik. Hmm..

Wednesday, June 04, 2008

Mendekonstruksi UN

-Analisa kriminologis atas pelaksanaan UN-

*Ferry Fathurokhman

Sebenarnya tulisan ini dibuat untuk melengkapi tulisan Firman Venayaksa, Hantu Pendidikan itu Bernama UN (Radar Banten, 12/5). Tapi kalau saya sebut sebagai pelengkap, ada kemungkinan Firman akan misuh-misuh karena mengesankan tulisannya sebagai sesuatu yang tak utuh, repot lagi nanti saya kalau bertemu dengannya. Maka tulisan ini menjadi lebih tepat sebagai analisa kriminologi atas pelaksanaan UN, karena UN menjadi persoalan tersendiri ketika banyak menghasilkan kejahatan baru yang dilakukan guru, sebuah hal yang tragis.

Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya saya menceritakan proses UN yang saya alami. Tahun ini saya menjadi Tim Pemantau Independen di SMAN 1 Cikeusal Serang. UN berjalan lancar, soal diambil pukul 5 subuh di sub rayon, tersegel hingga sampai di kelas. Selesai dikerjakan lembar jawaban disegel dalam kelas, diserahkan pada panitia dan segera melesat menuju Dinas Pendidikan Kabupaten Serang dikawal pemantau dan aparat kepolisian. Semuanya lancar, tak ada kecurangan, kecuali bisik-bisik beberapa peserta sebagai wujud tak percaya diri saat UN. Mencontek model lama seperti itu saya kira cerminan bangsa kita atas ketidakpercayaan diri dan sulitnya berlaku jujur, bahkan pada diri kita sendiri.

Kecurangan UN yang fatal justru saya temukan tahun lalu saat menjadi pemantau di sebuah SMP di Kragilan, Serang. Saat UN selesai di hari pertama, saya mendahului pulang karena ada satu keperluan. Menjelang pulang, Lembar Jawaban UN (LJUN) sudah disiapkan untuk diantar ke sub rayon, dimasukkan dalam sebuah mobil berjenis kijang. Besoknya saya mendapat laporan LJUN terlambat sampai di sub rayon, telat 1,5 jam. Padahal waktu tempuh dari SMP ke sub rayon tersebut hanya sekitar 5 menit perjalanan bermobil. Berarti ada kemungkinan setelah saya pulang LJUN tak segera diantar, tapi diturunkan untuk merevisi jawaban siswa.

Modus Operandi
Modus kecurangan seperti diatas adalah modus umum yang sering berulang, tak terkecuali di tahun ini. Modus umum lainnya yang juga terjadi adalah bocornya soal dan pembahasan soal cadangan oleh guru untuk kemudian disebarkan kunci jawabannya melalui handphone (HP)—meski ditetapkan HP tak boleh berada dalam kelas, beberapa lolos dari pengawasan. Modus lainnya adalah adanya ‘tim sukses’ di tiap sekolah. Tim sukses ini terminologi untuk sebuah kepanitiaan khusus untuk menargetkan 100% kelulusan siswanya. Sebuah informasi kolega menyebutkan di beberapa propinsi tahun ini ‘tim sukses’ berpindah ke tingkat propinsi. Hal ini bisa dipahami karena propinsi dengan persentase kelulusan yang kecil akan menjadi sorotan pemerintah pusat. Sehingga muncul kepesimisan aktivis pendidikan terhadap efektivitas UN : ditargetkan lulus 100%pun bisa saja, lha semuanya bisa diatur. Saya kadang berfikir kita ini kok dalam beberapa hal mengambil porsinya Tuhan, menentukan nasib orang semaunya, naïf sekali.

Bagi kriminologi, persoalan kecurangan dalam UN tak berhenti pada titik modus operandi. Tapi lebih jauh lagi yang lebih penting adalah dengan memunculkan pertanyaan kenapa kecurangan itu bisa terjadi? Kenapa guru yang katanya digugu ditiru, pahlawan tanpa tanda jasa, sosok panutan dan sebagainya bisa melakukan kecurangan dalam UN? Kenapa beberapa guru kini menjadi tersangka dalam hal kecurangan UN?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita perlu memahami konsep kejahatan terlebih dahulu. Dalam konsep kriminologi, kejahatan dapat dibedakan ke dalam dua kategori umum. Mala in se dan Mala in prohibita. Mala in se adalah kejahatan dalam arti sosiologis, kejahatan dalam perspektif masyarakat di sekitarnya. Sebuah kejahatan tetaplah kejahatan meskipun tidak dituliskan dan ditetapkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Sementara mala in prohibita adalah kejahatan dalam perspektif yuridis, perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan karena perbuatan tersebut dirumuskan, ditulis dan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Persoalan kecurangan dalam UN ini harus dipahami secara menyeluruh sebagai akibat dari suatu kebijakan yang kemudian menjadi sistem universal yang diterapkan. UN kemudian—seperti ditulis Firman—menjadi berhala pendidikan. Angka 5,25 menjadi hantu yang membayangi setiap siswa, orang tua, bahkan guru. Sehingga dalam konteks sosiologis wajar kemudian guru berupaya keras agar seluruh siswanya lulus dalam UN. Tidak ada guru yang senang melihat anak didiknya tak lulus. Guru manapun akan sedih manakala melihat ada siswanya yang tak lulus. Maka berbagai cara dilakukan, dari diadakannya try out UN berkali-kali hingga pada cara-cara yang tidak dibenarkan. Dalam konteks mala in se, boleh jadi kecurangan yang dilakukan oleh guru dapat ditolerir oleh masyarakat. Saya katakan boleh jadi, karena yang namanya kejahatan itu—khususnya mala in se—relatif, sangat bergantung pada persepsi masyarakat setempat. Semua orang paham bahwa guru melakukan perbuatan tersebut bukan untuk dirinya, tapi dalam rangka membantu siswa. Meskipun dalam konteks mala in prohibita, perbuatan kecurangan dalam UN tetap tidak dibenarkan dan merupakan kejahatan akademis. Tapi saya kira, hal-hal diatas dapat dijadikan pertimbangan para penegak hukum dalam memproses guru yang disangka melakukan kecurangan dalam UN.

Dalam beberapa hal, kebijakan yang dibuat pemerintah memang dapat menimbulkan faktor kriminogen. Terlebih jika kebijakan itu tidak dirumuskan dengan matang. Ambil contoh BLT (Bantuan Langsung Tunai) sebagai kompensasi dicabutnya subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak). Ketika BLT digulirkan kita menyaksikan banyak penjahat baru, oknum aparat yang ‘menyunat’ santunan, dan yang lebih fatal dan parah adalah orang berbondong-bondong berebut menjadi miskin demi mendapatkan Rp 100 ribu perbulan tanpa bekerja. Kefatalan kebijakan itu adalah mengajarkan dan menanamkan mental pengemis pada bangsa kita.

Demikian halnya dengan UN yang kini menjadi berhala pendidikan. Kita mengabaikan proses, berorientasi pada nilai. Proses belajar selama tiga tahun dinafikan. Ada pengabaian nilai-nilai humanisme dalam UN. Padahal masing-masing orang punya potensi yang berbeda. Ada yang menyenangi matematika tapi tak begitu berminat pada bahasa. Ada yang senang dengan bahasa tapi tak ‘bernafsu’ pada matematika. Tetapi karena UN, potensinya sebagai pakar matematika, diplomat, negosiator ulung negeri ini terhambat bahkan terancam kandas.
Wakil Presiden Yusuf Kalla pernah berujar bahwa standar nilai di Malaysia lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Benar, tetapi yang jangan kita lupa adalah banyak faktor lain sehingga kita tak bisa mengadopsi sistem secara parsial. Kita masih punya banyak persoalan di sarana dan prasarana pendidikan, infrastruktur, kesejahteraan guru, masih banyak guru yang belum tersertifikasi dan banyak lagi. Saya kira sudah saatnya kita mendekonstruksi UN dengan menawarkan konsep yang tetap bertujuan pada kualitas pendidikan tanpa mengabaikan sisi humanisme dengan perumusan yang lebih matang. Dan yang paling tepat melakukan itu adalah orang-orang pendidikan seperti Firman misalnya, karena ini adalah ranahnya. Sebab kalau saya teruskan tulisan ini jadi salah, repot lagi nanti saya kalau bertemu dengannya. Wallahualam bi showab.

*Dosen kriminologi FH Untirta, Fasilitator Sekolah Peradaban Cilegon dan anggota Mazhab Pakupatan .

Hotspot di Untirta


Beberapa hari ini ada pemandangan yang berbeda di Untirta (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Satu dua mahasiswa tampak asik membuka laptop di saung FH (Fakultas Hukum) Untirta. Mereka browsing dan asik berselancar di dunia maya. Ya, hotspot Untirta kini bisa dinikmati kembali. Sinyalnya bagus, meski tak sekuat dan secepat di Hotel Le Dian.

Saya mencoba memanfaatkan kemudahan ini dengan menugaskan mahasiswa untuk mengkaji dan menganalisa kasus Andrea Pia Yates yang terjadi di Texas, Amerika. Softcopy tugas dikirim ke email saya sebelum UAS (Ujian Akhir Semester), hardcopy diserahkan saat UAS.

Bagi yang gemar memburu hotspot, lobby ataupun restauran Hotel Le Dian bisa menjadi pilihan. Di restoran kita bisa memesan ice capucino, harganya sekitar Rp.35.0000,-. Atau jika ingin lebih berhemat pilih lobby saja, dengan Rp.27.000,-/nett anda bisa menikmati camilan all you can eat. Ada kopi, teh celup dengan ragam yang berbeda (english, green, nature) dan pilihan sachet gula merah dan putih. Ada dua jenis bolu kotak-kotak kecil dengan taburan gula halus di atasnya. Sambil menunggu klien, kita bisa berselancar di sana sambil menikmati teh dan bolu-bolu kotak kecil, sekali hap.

Kejati Pertanyakan Keputusan PN Serang

Kali ini Dewi, wartawan Radar Banten, menulis berita dengan baik, cover both side dan berimbang.

Kejati Pertanyakan Keputusan PN Serang
By redaksi
Rabu, 04-Juni-2008, 06:58:50
35 clicks

SERANG – Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Yunan Harjaka mempertanyakan alasan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang yang mengabulkan penangguhan penahanan dan mengeluarkan Ahmad Rivai dan Aman Sukarso,
terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan jalan lingkar Pasar Induk Rau (PIR), dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Serang. “Kita bukan mau menanggapi, tapi mempertanyakan kenapa dua terdakwa tersebut dibebaskan. Karena seharusnya mereka hanya dibantar (dirawat di rumah sakit, red) saja kalau alasan pembebasannya hanya karena sakit,” ujar Yunan, Selasa (3/6). Pembantaran itu, sambung Yunan, berdasar pada surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1989 tertanggal 15 Maret 1989. “Merujuk pada surat edaran itu, dua terdakwa PIR seharusnya bukan dibebaskan. Tapi dibantar atau dikeluarkan dari Rutan untuk menjalani perawatan di rumah sakit yang ditunjuk,” katanya. Ia menambahkan, selama dibantar, masa penahanan terhadap kedua terdakwa tidak dihitung, sehingga setelah selesai dirawat keduanya harus menjalani masa tahanan yang masih tersisa. Menanggapi hal itu, Ketua PN Serang Maenong yang juga menjadi ketua majelis hakim dalam perkara PIR mengaku tak mempermasalahkan opini dari pihak manapun mengenai dikeluarkannya Ahmad Rivai dan Aman Sukarso dari rumah tahanan. Maenong berkeyakinan, apa yang dilakukannya sudah berdasar dan tidak dilakukan sembarangan. “Kami mengabulkan permohonan penangguhan penahanan itu kan tak sembarang dan sudah sesuai dengan pasal pasal 31 ayat (1) KUHAP, jo pasal 53 PP Nomor 27 tahun 1983 mengenai pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana,” katanya. Adanya surat dari dokter RSUD Serang yang menyatakan keduanya dalam kondisi sakit, lanjut Maenong, menjadi pertimbangan lainnya. “Yang penting kan kelancaran sidang, bukan penahanan. Karena kalaupun tak ditahan tetapi terdakwa kooperatif dan tak mempersulit jalannya siding, saya kira tak masalah,” tegasnya. Maenong juga menegaskan, pembebasan dua terdakwa dari Rutan saat ini tak akan memengaruhi keputusannya kelak. Karena keputusannya kelak harus melewati proses pemeriksaan perkara terlebih dulu. “Yang bisa memengaruhi keputusan itu hanya hasil pemeriksaan perkara. Apakah dua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau tidak. Kalau terbukti ya ditahan, kalau tidak ya dibebaskan,” pungkasnya. Sementara itu, saat Radar Banten menyambangi rumah salah satu terdakwa, Ahmad Rivai, di Jalan Fatah Hasan Nomor 67, Ciceri pada pukul 14.15, rumah bercat krem yang terletak di sebelah kantor PT Taspen (Persero) Serang itu terlihat sepi. Hanya terlihat satu mobil jenis Kijang Kapsul terparkir di garasinya. Kata salah seorang perempuan yang keluar dari pagar rumah yang terbuat dari stainless itu, Ahmad Rivai tak ada di rumah. Salah satu jabatan yang kini dijabat Ahmad Rivai adalah Komisaris Utama PT Krakatau Tirta Industri (KTI). Menurut Humas PT KTI, Dudun, Rivai juga belum tampak di kantor perusahaan pengelola air bersih tersebut. “Wah saya tidak lihat beliau di kantor hari ini,” kata Dudun yang mengaku belum melakukan kontak, baik secara langsung atau via telepon sejak Rivai dikeluarkan dari Rutan. (dew)

Tuesday, June 03, 2008

Tamu Spesial Apa

Selasa malam (3/06), bada Isya, kami mengadakan syukuran di rumah. Warga RT 03 dan Warga Cipocok Masjid diundang. Ada sekitar 30an warga yang datang. Beberapa teman kantor yang sudah seperti saudara sendiri, mang Nana, Bu Emi, Bu Mastufah, Maskurdi, Ceu Iyus (Siang sebelumnya rombongan dari kantor catatan sipil datang berkunjung). Ada satu tamu spesial. Usman namanya, orang Unyur berusia sekira 39 tahunan. Apa mengenalkannya sebelum pengajian dimulai. Usman adalah salah satu teman apa di Rutan. Ia dihukum 6 bulan. Kasusnya menarik. Ia membeli sepeda motor dari temannya seharga Rp. 2 juta berSTNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) tanpa BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor) yang diakui milik temannya tapi BPKBnya nggak ada. Sebulan kemudian ada tim BUSER (Buru sergap) kepolisian. Ternyata sepeda motor tersebut adalah hasil curian. Usman diberi kesempatan mencari temannya selama 3 bulan. Nggak ketemu. Maka diproseslah dan divonis 6 bulan sebagai penadah. Sebenarnya pada masa sekarang tantangan aparat penegak hukum ini lebih berat. Ia harus berhati-hati melihat apakah seseorangitu benar penadah atau orang umum yang membeli tanpa motif-motif tertentu seperti penadah.

Apa ditangguhkan!

Hanya Allah yang dapat membalas kebaikan semua orang pada hari ini saat apa ditangguhkan penahanannya oleh ketua Majeis Hakim H Maenong. Semoga Allah membalas kebaikan Pak Maenong, hanya Allah yang bisa membalasnya, karena dapat melihat persoalan ini dengan jernih ditengah resiko sorotan aparat penegak hukum yang lain. Saya mendoakan agar Allah selalu membimbingnya sehingga dapat mengatakan yang benar itu benar dan yang salah adalah salah.

Saya bersyukur banyak lembaga yang mensuport apa seperti LPTQ, MUI Kota dan Kabupaten Serang, PMI, Korpri, Koni, TTKDH, Keluarga Cimayungan, BAZ Serang, Bupati, RSUD Serang Dr Budi, Dr Retno yang telah mendiagnosa apa dengan jujur sesuai dengan sumpah dokter, dan Dr Ika (Dokter Rutan yang terkaget-kaget saat gula darah apa 302, sehari sebelumnya yang kaget dr Retno karena gulanya 450). Para pegawai di PN yang selalu memberi support Maria Sakura, Bu Basrida, Bu Yuyun. Para penasehat hukum, Gusti Endra, Efran, Anwar Supena, Zulfikar dan Ahmad Rivai. Mang Haji Rosyid, Keluarga Haji Maman Rizal, PKS, Warga Cipocok Jaya, Para anak yatim piatu yang mendoakan apa, Dosen-dosen FH Untirta Aris Suhadi, Ridwan, Yusnanik, Efriyanto, Mirdedi. Mahasiswa atas suportnya bahkan Jaksa Penuntut Umum Hidayat dan Sukoco yang akhirnya kita sempat bicara tentang nurani. Meski persoalan pekerjaan, kalau bertentangan dengan nurani, sampaikan saja pada Allah, usaha dan tawakal. Jangan paksakan diri melawan nurani.

Haru saya tak terbendung saat setelah penangguhan penahanan diterima dan sidang ditutup, KH Khaeruddin memimpin do’a, banyak orang bersalaman dan menangis. Saya terenyuh, tapi tak menangis, laki-laki susah untuk menangis. Ada kehendak Allah di ruang sidang pada hari itu. Dan saya harus bersyukur karenanya, setelah sekian lama mengingkari bertubi-tubi nikmat yang Ia berikan pada saya. Wahai pemilik hati, jadikan aku orang yang mensyukuri nikmatMu.

Monday, June 02, 2008

Mari Bicara Fakta dan Nurani


Sidang kedua apa digelar hari ini, Senin (2/06). Sidang yang diagendakan pukul 10, molor hingga pukul 12.20 Wib. Semua sudah siap, jaksa (Sukoco dan M Hidayat), penasehat hukum (Gusti, Rivai, Anwar Supena, Zulfikar dan Efran yang datang terlambat), Apa dan Ahmad Rivai, audiens yang mulai resah. Hidayat kemudian melepas jubah JPU, membakar sebatang rokok diluar ruang sidang. Sukoco kemudian menyusul keluar. Gusti melepas jubah advokat dan terlihat ngobrol dengan Hidayat dan Sukoco.
Saya kemudian menuju kedua JPU tersebut. Kami bertiga bertemu, Gusti entah kemana. Saya memperkenalkan diri sebagai Ferry, putera Pak Aman.
Hidayat menyambut
"O yang dosen Untirta ya."
"Ya beberapa teman-teman fakultas hukum juga datang," jawab saya.
"Bapak katanya sakit?"
"Ya, gulanya naik 450, dr Budi (direktur rumah sakit) mengetahuinya," papar saya.
"Kenapa nggak dari dokter rutan, kan harus ada izin dari pengadilan?"
"Saya pribadi yang minta general check up ke dokter rumah sakit, bapak biasanya juga cek ke dr Ika (dokter rutan), tapi saya menginginkan cek up secara keseluruhan," jelas saya.
"Besoknya bapak periksa darah ke dr Ika, gula darahnya turun jadi 302, dr Ika kaget, karena 300 pun masuk kategori tinggi, silahkan konfirmasi ke dr Ika di rutan atau dr retno (dr rumah sakit) yang memeriksa apa." lanjut saya.
"Sebenarnya gimana kekuatan fisik orangnya, kadar gula tidak terlalu jadi penentu," Sukoco ikut bicara.
"450 tuh tinggi pak, bapaknya temen saya (Rudi) drop pada angka 400, mertua saya drop pada angka 550, jadi kita nggak bisa prediksi kekuatan dia, ya betul kata pak Sukoco tergantung orangnya, tapi kita kan gak tau samapi angka mana kekuatannya," jawab saya.
"Ibu gimana?" tanya Sukoco.
"Ibu makin kurus, tinggal tulang, matanya bengkak, nangis terus, banyak diem, nggak semangat."
"Ya kita juga udah dengar, kabarnya begitu."
"Saya nih bingung ngasih taunya, gimana caranya supaya percaya, bapak cek sajalah ke rumah, kejati punya asintel ada jajarannya, silahkan cek ajalah," jelas saya, kedua jaksa terdiam.
"Kita nih anak-anaknya terkonsentrasi di dua hal itu, menyemangati ibu dan juga menjaga bapak, bagi saya dan keluarga persoalan salah benar itu sudah selesai, kalau salah ya harus dihukum, nabi mengajarkan soal itu, tapi ini kan nggak, saya tahu betul kasus bapak, tolong lihat kasus ini secara komprehensiflah, teliti dengan benar, mangga, silahkan," papar saya lagi.

Saya mencoba mengetuk nuraninya, setiap manusia diberi otak dan hati, begitupun kedua jaksa ini. Persoalannya yang punya hati bukan saya, bukan pengacara, bukan hakim, tapi gusti Allah. Maka saya beberapa hari ini meminta padaNya untuk melembutkan hati, melihat persoalan ini dengan jernih.