Saturday, December 16, 2006

Pesan Untuk Calon Rektor


Oleh Ferry Fathurokhman

Tahap pertama pesta demokrasi baru saja usai dilaksanakan di Untirta Kamis (14/12) kemarin. Sesuai ketentuan, enam calon rektor dari sebelas yang ada telah terjaring. Enam calon rektor terjaring itu merupakan cerminan keinginan dari suara mahasiswa, dosen dan para staf pegawai Untirta. Tentu ada senang dan sedih bahkan mungkin kecewa didalamnya. Tapi itulah demokrasi. Ia mempunyai cacat bawaan, tak bisa membuat semua orang senang, paling hanya bisa legowo. Pada setiap pelaksanaan pesta demokrasi, hal yang paling harus diingat adalah konsep dasar dari demokrasi itu sendiri. Konsep yang paling terkenal dan dianggap terbaik hingga saat ini adalah rumusan demokrasi dari Presiden Amerika ke-16, Abraham Lincoln. Dalam pidatonya pada peresmian Pemakaman Gettysburg, Abe—panggilan umum Abraham Lincoln—pernah berkata bahwa demokrasi adalah ”dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” Sayangnya Amerika sekarang telah salah dan gagal memaknai demokrasi yang telah disampaikan Abe, jadi Amerika bukanlah negara yang baik untuk dicontoh dalam hal demokrasi.
Dalam demokrasi, kemenangan sangat bergantung pada mayoritas. Jika mayoritas rakyatnya baik maka hasilnyapun akan baik, tapi jika mayoritas rakyatnya tidak baik, maka hasilnyapun tak akan baik. Inilah cacat bawaan itu, kelemahan dasar dari demokrasi. Tapi tak apa, sebab saya percaya sivitas akademika Untirta mayoritas baik sehingga nanti hasilnyapun akan baik.

Pada Kamis (14/12) kemarin, calon rektor yang terjaring secara berturut –turut berdasarkan jumlah perolehan suara adalah Rahman Abdullah, Hafidi ZA, Ahmad Hufad, Sugiyanto, Aris Suhadi dan Asnawi Syarbini. Sengaja tak saya cantumkan gelar macam Prof, Dr dan H (Profesor, Doktor dan Haji) untuk menghindari terminologi ikan paus dan teri dari Prof Yoyo Mulyana, M.Ed yang ditulis kawan Firman Venayaksa di harian ini beberapa waktu lalu. Sehingga yang teri tak perlu berkecil hati dan yang paus tak perlu bersombong ria nantinya. Gelar “Haji” juga tak saya tulis. Sebab seperti Taufik Ismail pernah tulis bahwa gelar H hanya ada di Indonesia, ini aneh, dan jika gelar H dicantumkan didepan nama orang yang telah melaksanakan ibadah haji, maka seharusnya orang yang telah mengucapkan syahadat, melakukan shalat, zakat dan puasa juga berhak dan seharusnya mencantumkan gelar SSZP (syahadat, shalat, zakat, puasa) didepan namanya. Karena syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji adalah sama-sama ibadah yang ada dalam Rukun Islam. Semoga keenam calon rektor Untirta tersebut termasuk orang yang konsisten dan menjalankan SSZP yang kita tak bisa mengetahuinya karena gelar tersebut tak pernah dicantumkan meskipun telah dilakukan. Kriteria pelaksanaan SSZP ini penting, sebab calon rektor Untirta harus memiliki spiritual quotient (SQ) yang baik untuk memimpin Untirta. SQ para calon rektor juga masih dan tetap dibutuhkan mengingat perjuangan mereka menuju Untirta-1 belum selesai. Mereka masih harus bertarung di tahap selanjutnya, di tingkat senat universitas. Sebanyak 33 anggota Senat Untirta akan memilih ke enam calon rektor dan menyaringnya menjadi 3 calon rektor untuk selanjutnya diserahkan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas untuk disaring lagi menjadi 1 rektor terpilih nantinya. Maka kepada anggota senat universitas, pilihlah sesuai hati nurani anda, saudara-saudara senat adalah wakil kami, kami serahkan selanjutnya proses demokrasi di Untirta pada saudara, berikan yang terbaik, pilihan saudara-saudara di senat sangat menentukan perubahan Untirta kedepan.

Pesan untuk calon rektor.
Untuk enam calon rektor Untirta yang telah terjaring pada tahap pertama saya ucapkan selamat. Entah siapa diantara bapak-bapak para calon rektor nanti akan terpilih menjadi rektor yang akan memimpin kami semua sivitas akademika Untirta. Ingat bahwa jabatan adalah amanah. Ada sedikit kisah dari Khalifah Harun Al Rasyid untuk anda, untuk saya, untuk kita semua. Saat pergi menunaikan ibadah haji, Harun Al Rasyid mengajukan pertanyaan retorik pada ajudannya ”Tahukah kamu apa perbedaan aku dengan mereka para jemaah haji. Mereka hanya akan dimintai pertanggungjawaban atas diri mereka sendiri, sedangkan aku akan dimintai pertanggungjawaban diriku atas mereka semua.” Begitupun dengan anda nantinya. Anda akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh sivitas akademika Untirta, bagaimana anda memimpin? Apa yang telah Untirta lakukan untuk Banten, untuk Indonesia? adakah yang dizholimi di masa kepemimpinan anda nantinya? Adakah janji yang telah diumbar tak dipenuhi? Adakah ini, adakah itu dan adakah-adakah lainnya nanti harus anda pertanggungjawabkan nantinya.

Bapak calon rektor yang saya hormati, tugas bapak nanti berat, sangat berat. Ada PR (pekerjaan rumah) menumpuk menunggu di meja rektor. Peningkatan kualitas dosen, kualitas staf pegawai, kualitas mahasiswa, kualitas infrastruktur, kompetitor yang kompeten, posisi Untirta sebagai benteng moral Banten dan banyak lagi. Maka siapkan energi, bersiaplah untuk melayani, bukan dilayani, karena seperti kata Rasulullah SAW, hakikat dari pemimpin adalah pelayan. Pesan Nabi ini juga sebenarnya telah diimplementasikan, dibreakdown dalam materi pra jabatan bagi setiap calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Indonesia termasuk Untirta. Materi tersebut adalah Pelayanan Prima (Excellent Services), tapi entah kenapa Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia (entah di Untirta), lebih cenderung ingin dilayani daripada melayani. Saya tak begitu tahu, tapi jika karakter ingin dilayani juga tumbuh di Untirta maka ini juga akan menjadi PR bapak yang lain. Tidak perlu pencitraan diri yang berlebihan, wibawa dan penghargaan akan datang dengan sendirinya jika bapak melayani dengan hati dan ikhlas.
Jangan persulit keadaan, buang paradigma yang kerap menghinggapi dan hampir menjadi budaya para PNS ”kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah.” Paradigma negatif ini bukan tuduhan, bualan dan citra yang lahir begitu saja. Istilah tadi merupakan hasil riset yang dengan legowo telah diakui dan dipaparkan dalam modul-modul pelatihan para CPNS dan PNS yang dikeluarkan LAN (Lembaga Administrasi Negara). Jadi begitulah pak, PR bapak memang banyak maka siapkan energi yang banyak pula. Dan jika terpilih menjadi Rektor Untirta nanti, mari bersama membangun Untirta, Untirta untuk semua dan yakinlah dengan rektor baru Untirta maju.


*) Staf pengajar FH Untirta dan anggota Mazhab Pakupatan.
(Dimuat di Radar Banten 18 Desember 2006)